nusabali

Tengala, Jadi Fiksi Bagi Generasi Nanti

  • www.nusabali.com-tengala-jadi-fiksi-bagi-generasi-nanti

Model kerja tradisional penopang kearifan subak di Bali,  antara lain, panguun atau pangoop mula (gotong royong tanam padi,Red), telah hilang termakan zaman.

GIANYAR, NusaBali

Kondisi ini kian bertemali dengan lenyapnya sejumlah serana kerja pertanian tradisional Bali. Ada banyak perkakas atau peralatan pertanian tradisional  dianggap ketinggalan zaman, hingga hanya jadi fiksi.  Karena, bagi generasi nanti, Tengala (alat bajak sawah), misalnya, hanya akan ditemukan di museum subak dan keberaadaan atau fungsinya hanya akan dapat dihayalkan.

Kondisi itu karena cara bertani modern kini menghadirkan alat tani mekanik, seperti traktor. Di antaranya Tengala, Lampit (alat bajak memeratakan persiapan menanam), telah hilang. Bahkan Anggapan (ani-ani), Lesung, Alu/Luu (penumbuk padi), Nyiru, Nampan dan lainnya sudah lebih awal lenyap. Beberapa dari jenis benda ini memang masih ada, namun karena jadi koleksi museum.

Alat kerja bertani, seperti Ani-ani, hilang karena varietas padi lokal dengan masa panen 6 bulan sekali, diganti dengan varietas unggul dengan masa panen 3 - 4 bulan. Varietas padi lokal yang lumrah disebut Padi Bali atau Padi Del, karena masa pemeliharaannya atau sampai panen, membutuhkan waktu lebih lama. Sebaliknya, padi varietas unggul, seperti jenis IR dengan masa panen 3 - 4 bulan, disebut padi cicih. Cicih atau ceceh yang berarti beruntun.

Sekadar diketahui, tengala atau alat bajak tradisional dibentuk dari sejumlah perkakas komponen yang dinamakan sebagaimana fungsinya. Di antaranya, tetaan berupa poros atau semacam cassis pada kendaraan. Umumnya, tetaan terbuat dari kayu yang dibuat pipih. Paling banyak dan dianggap bagus adalah uyung jaka (kayu kulit dari enau). Panjangnya kurang lebih 3 meter, lebar setelapak tangan, melancip ke ujung depan. Di bagian belakang adalah tempat atau posisi dimana perkakas komponen lainnya dipasang. Mulai pengawak, cacab/tatab, pengigi, singkal dan lait/pasak penguat. Semuanya dipasang sedemikian rupa bersusun berhimpit. Mulai dari cacab/tatab paling bawah, pengigi di atasnya, paling atas adalah singkal. Yang terakhir ini adalah lempengan besi/baja yang dibentuk seperti daun baling, berfungsi untuk membalikan tanah yang sudah terangkat bagian pengigi saat membajak berlangsung. “Kalau dulu, saat besi susah didapat singkal dibuat dari kayu,” ungkap I Made Kontra, mantan Pekaseh Subak Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, beberapa waktu lalu.

Pada ujung belakang adalah ikut tengala (ekor) untuk pegangan petani saat mengendalikan tengala. Saat nengala, matekap atau membajak, ada dua isyarat ucapan agar sapi mengikuti instruksi petani, agar jalan. Yakni kaad/haad untuk sapi sisi kiri dan suuss instruksi untuk sapi sisi kanan. “Karena sudah terlatih, sapi mengerti,” kata Made Kontra. *k17

Komentar