nusabali

Benang Impor Mahal, Kerap Ngadat

  • www.nusabali.com-benang-impor-mahal-kerap-ngadat

Permintaan kain tenun yang meningkat disiasati dengan penggunaan benang lokal sebagai cara menjaga ketersediaan benang dan hemat biaya produksi.

DENPASAR, NusaBali

Perajin tenun Bali menjajagi pemakaian benang serat kayu atau benang tensel. Penjajagan itu sebagai alternatif  mengantisipasi persoalan yang kerap dialami perajin, terkait benang impor. Antara lain harga yang lebih mahal. Dan yang kerap ‘mengganggu’ adalah pasokan yang telat ketika dibutuhkan. Akibatnya mengganggu produksi.

Kabid Perindustrian Disdagprin Bali I Gede Suamba, mengatakan Rabu (17/7). “Karena itu dicoba menggunakan bahan baku alternatif,” ujar Suamba.

Memakai atau tidak, tergantung perajin. Disdagprin hanya memfasilitasi. Yang jelas usaha tersebut diupayakan menghindari  kendala produksi. Apalagi, lanjut Suamba permintaan kain tenun cenderung meningkat, menyusul kebijakan Pemprov Bali yang mewajibkan busana adat pada hari Senin dan Kamis, serta hari raya keagamaan. “Maka mesti ada antisipasi terhadap persoalan benang impor,” jelas Suamba.

Penjajagan dilakukan dengan mengajak perajin di pabrik benang dengan bahan baku serat kayu di Tegal, Jawa Tengah. Beberapa perajin sudah memanfaatkannya. “ Kalau memang cocok nanti, tentu akan dilakukan MoU,” ujar Suamba.

Kebutuhan benang bahan baku tenun di Bali, menurut Suamba lumayan banyak 20 ribu ton setiap tahun. Sebagian besar merupakan benang impor dari India. Antara lain benang katun dan sutra. Harga per pak sampai (5 kilogram) Rp 800 ribu.

I Nyoman Sudira, salah seorang perajin tenun dari Dese Gelgel, Klungkung mengatakan, benang serat kayu atau benang tensel merupakan salah satu bahan baku alternatif. “Selain benang impor, benang serat sudah mulai digunakan,” ujarnya. Hasilnya? Tentu tergantung kemampuan dan selera konsumen. *k17

Komentar