nusabali

Diawali dengan Prosesi Ngejuk 28 Sapi Duwe

  • www.nusabali.com-diawali-dengan-prosesi-ngejuk-28-sapi-duwe

Tradisi Ritual Mungkah Wali di Desa Adat Tambakan, Kubutambahan

SINGARAJA, NusaBali

Desa Adat Tambakan, Desa Tambakan, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng kembali melangsungkan upacara Mungkah Wali di Pura Prajapati bertepatan Purnamaning Kasa pada Anggara Paing Sungsang, Selasa (17/7) ini. Upacara yang dilaksanakan dua tahun sekali ini menggunakan persembahan 28 ekor sapi duwe.

Upacara Mungkah Wali di Pura Merajapati, Desa Adat Tambakan ini terbilang cukup unik. Pasalnya, 28 ekor sapi yang dijadikan persembahan haruslah sapi yang hidupnya diliarkan di alam bebas. Krama setempat menyebut sapi tersebut sebagai duwe, sehingga sangat dikramatkan ketika hidup di alam bebas. Sapi duwe yang ditangkap semuanya sudah dewasa, dengan berat di atas 200 kilogram.

Sapi duwe yang dipersembahkan itu sudah diburu krama Desa Adat Tambakan, sejak tiga hari sebelum puncak upacara Mungkah Wali, tepatnya Sabtu (13/7) lalu. “Rangkaian upacara Mungkah Wali sudah dimulai sejak tiga hari sebelum puncaknya, diawali dengan matur piuning, kemudian dilanjutkan dengan ritual ngejuk (berburu) sapi duwe,” ungkap Bendesa Adat Tambakan, Jero Nyarikan Komang Nita, kepada NusaBali, Senin (16/7).

Setelah berhasil ditangkap, kata Jero Nyarikan Nita, sapi duwe yang ukurannya rata-rata besar tersebut kemudian dikumpulkan dan diikat dalam satu lokasi di dekat Pura Merajapati. Jumlah sapi duwe yang ditangkap tergantung jumlah krama. Sebab, setelah dipersembahkan, seluruh daging sapi duwe akan dibagi rata kepada seluruh krama.

”Tahun ini jumlah sapi duwe yang dipersembahkan sebanyak 28 ekor. Pasalnya, jumlah krama yang membaginya sudah lebih dari 1.000 kepala keluarga (KK), mulai dari Krama Ngayah, Krama Ngampel, hingga Sekaa Teruna. Semuanya nanti mendapat bagian daging sapi duwe,” terang Jero Nyarikan Nita.

Jero Nyarikan Nita menceritakan, sapi duwe yang dipersembahkan dalam upacara Mungkah Wali di Pura Prajapati itu awalnya merupakan godel (anak sapi) hasil naur sesangi (bayar kaul) oleh krama yang masesasngi (berkaul). Godel tersebut kemudian dilepas-liarkan. Saat diburu untuk upacara Mungkah Wali, dipilih sapi yang sudah dewasa.

Menurut Jero Nyarikan Nita, di Desa Adat Tambakan ada kepercayaan ketika permohonanya dikabulkan, maka krama yang masesangi harus naur sesangi dengan godel jantan. Oleh krama setempat, hal ini diistilahkan naur bulu geles. Godel yang boleh dipersembahkan dalam naur sesangi hanyalah godel jantan dan tidak cacat secara fisik.

“Naur sesangi itu hanya boleh dilakukan setiap rahina Tilem di Pura Dalem, Desa Adat Tambakan. Godel kaul itu setelah diupacari di Pura Dalem, kemudian dibiarkan lepas begitu saja ke alam bebas,” katanya.

Tradisi nur sesangi berupa godel ini, kata Jero Nyarikan Nita, sudah diwarisi krama Desa Adat Tambakan secara turun temurun. Krama yang naur sesangi, bukan hanya dari Desa Adat Tambakan, tapi juga asal luar desa. Krama luar desa itu narur sesangi, karena pernah memohon sesuatu di Pura Dalem dan sesanginga dikabulkan Ida Batara.

“Banyak krama yang datang mohon di Pura Dalem. Ada yang memohon agar dapat pekerjaan, punya anak, sukses di politik, hingga sukses di bisnis. Saat memohon itu, mereka berjanji akan mempersembahkan godel jika permohonannya dikabulkan,” terang Jero Nyarikan Nita.

Karena saking banyak banyaknya krama yang merasa permohonannya dikabulkan, makanya setiap rahina Tilem selalu ada saja yang naur sesangi di Pura Dalem, Desa Adat Tambakan. “Kadang bisa sampai 6 ekor godel kaul dilepas-liarkan usai Tilem,” ujarnya.

Godel kaul itu dibiarkan hidup di alam bebas. Tidak jarang, setelah tumbuh besar, sapi-sapi jantan yang dikeramatkan itu ditemukan hidup di luar wilayah Desa Tambakan, bahkan sampai ke kawasan pegunungan Kecamatan Kitamani, Bangli. Ada pula yang ditemukan di wilayah Kabupaten Badung. Namun, warga desa tetangga di luar Desa Tambakan biasanya sudah percaya bahwa sapi-saoi liar itu adalah Duwe Pura Dalem, Desa Adat Tambakan, tak berani menganggunya.

Jero Nyarikan Nita menyebutkan, ketika upacara Mungkah Wali dilaksanakan, kata dia, sapi-sapi duwe itu banyak yang ditangkap di luar wilayah Desa Tambakan, seperti di Kintamani. Keberadaan sapi-sapi duwe yang kemudian diburu itu diketahui dari informasi warga setempat. Mereka memberitahukan keberadaan sapi duwe di wilayahnya kepada krama Desa Tambakan. Sejauh ini, belum diketahui persis bera-pa jumlah populasi sapi duwe yang hidup liar. *k19

Komentar