nusabali

45 Pelajar Nusantara Belajar Seni Selama 14 Hari di Bali

  • www.nusabali.com-45-pelajar-nusantara-belajar-seni-selama-14-hari-di-bali

Ayu Laksmi menyebutkan, selama dalam binaannya, 15 pelajar tidak hanya belajar bermusik. Mereka juga belajar desa, kala, patra, dan konsep Tri Hita Karana.

Pentas Seni 3 Maestro dengan Peserta ‘Belajar Bersama Maestro’

GIANYAR, NusaBali
Mengisi liburan sekolah, Direktorat Kesenian Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI kembali menyelenggarakan program Belajar Bersama Maestro (BBM). Program ini diikuti sebanyak 300 pelajar SMA/SMK sederajat hasil seleksi dari 34 provinsi se–Indonesia. Ratusan pelajar ini bebas memilih satu di antara 20 maestro seni se–Indonesia. Masing-masing maestro akan menerima 15 pelajar baik laki-laki maupun perempuan. Dari 20 maestro yang telah ditetapkan oleh Direktorat Kesenian Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, tiga orang di antaranya dari Bali.

Ketiganya adalah maestro seni musik Ayu Laksmi, maestro tari Ni Luh Menek, dan maestro pertunjukan I Made Sidia. Sejak dua pekan terakhir, sebanyak 45 pelajar nusantara ini mendalami seni budaya secara langsung bersama maestro. Bahkan para pelajar ini juga tinggal bersama maestro pilihannya. Tidak saja belajar seni, peserta program BBM ini juga melihat langsung aktivitas keseharian maestro pilihannya. Hasil belajar selama 14 hari bersama itu, dipentaskan pada Sabtu (13/7) malam di Bentara Budaya Bali di Jalan Bypass IB Mantra Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati, Gianyar. Pentas budaya ini berlangsung meriah diawali dengan persembahan Tari Wirayuda dan Tari Cendrawasih khas Buleleng yang ditampilkan oleh siswa binaan Ni Luh Menek. Meski waktu belajar yang sangat singkat, para pelajar yang baru pertama kali menari Bali itu tampak sudah menguasai.

Salah seorang penari, siswi SMAN 1 Kendal, Jawa Tengah, Silvia Yuandra Maharani, 17, mengaku tari Bali lebih energik. “Basic, saya memang suka menari. Tapi baru kali ini benar-benar belajar langsung tari Bali sama Oma (panggilan akrabnya kepada maestro tari Ni Luh Menek). Tari Bali itu ternyata energik, banyak gerakannya. Kalau tarian Jawa lebih lembut,” ungkapnya. Selama dua pekan di Bali, Silvia mengaku mendapat banyak pengalaman baru, teman baru, dan suasana baru.

Setelah pementasan tari, dilanjutkan dengan pertunjukan Teater Pelangi Nusantara hasil binaan maestro Dalang I Made Sidia. Teater berdurasi 30 menit ini mengungkapkan keragaman Indonesia yang menjadi satu kesatuan dengan slogan Bhineka Tunggal Ika.

Sebagai pamungkas, adalah persembahan musik Suara Warna oleh 15 pelajar nusantara binaan maestro Ayu Laksmi.

Tim Ahli Direktorat Kesenian, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Wicaksono Adi, menjelaskan program BBM ini dimulai sejak 2015. Program BBM dimaksudkan mengajak pelajar SMA?SMK sederajat tinggal bersama maestro. Dari banyaknya maestro di Indonesia, hanya dipilih mereka yang komitmen dan konsisten berkesenian dan berhasil membangun komunitas. “Tahun ini ada 20 maestro,” tuturnya.

Setiap tahun, program BBM ini sangat diminati oleh pelajar nusantara. Terbukti jumlah pendaftar mencapai 7.000-an. “Dari ribuan itu kami seleksi jadi 300 peserta. Setiap maestro kebagian 15 siswa,” kata Wicaksono.

‘Penitipan’ peserta kepada maestro ini, menurut Wicaksono, tak sekadar untuk belajar seni. Dalam balutan tema kreatif dan toleran, kesenian diharapkan menjadi wahana memahami keberagaman.

“Tinggal bersama maestro ini kami istilahkan seperti tradisi ‘Cantrik’. Dengan tinggal bersama, peserta belajar banyak. Setelah pulang, mudah-mudahan menjadi inspirasi bagi yang lain,” harapnya.

Ketiga maestro, Ayu Laksami, Ni Luh Menek, dan Made Sidia mengaku puas melihat hasil belajar peserta BBM 2019 ini di atas panggung. Mereka hanya berpesan, agar peserta BBM selalu menekuni seni dan budaya sehingga bisa menjadi maestro di masa depan. “Mereka luar biasa, tidak menyangka ketika pentas sangat totalitas,” ungkap Made Sidia.

Sementara Ayu Laksmi, mengatakan selama dalam binaannya, 15 peserta tidak saja belajar bermusik. Mereka juga belajar desa, kala, patra, konsep Tri Hita Karana, serta diajak mengenal lebih dekat sosoknya. “Ya, mereka saya ajak makan vegetarian, meditasi, bahkan begadang ciptakan karya sampai pukul 3 pagi. Karena inilah saya, mereka perlu tahu prosesnya seperti apa,” ujarnya.

Diakuinya, selama 14 hari berlalu Ayu Laksmi juga banyak belajar dari remaja dari beragam suku, agama, dan ras ini. “Justru saya yang banyak bertanya dan memahami mereka. Sehingga saya juga banyak belajar dari mereka,” ungkapnya. *nvi

Komentar