nusabali

Bernostalgia dengan Gending Lawas

  • www.nusabali.com-bernostalgia-dengan-gending-lawas

Tahun keempat tampil di Pesta Kesenian Bali (PKB), Sanggar Ratu Kinasih tetap kukuh dengan kiat melestarikan budaya Bali.

Penampilan Janger Sanggar Ratu Kinasih


DENPASAR, NusaBali
Cahaya lampu sorot menyisir tiap sudut panggung berkarpet merah. Menampakkan belasan kaum adam dan hawa yang tampil bercengkrama dengan gerakan nan gemulai. Gending lawas menemani bak penyihir batin yang rindu akan nostalgia yang nyaris terkikis.

Pekikan lantang penonton diiringi dengan tepuk tangan yang saling bersahutan menjadi sebuah apresiasi berharga bagi Sanggar Ratu Kinasih. Parade Janger Melampahan persembahan penari dan penabuh asal Desa Lembongan, Nusa Penida ini sukses mengambil hati para penonton. Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar, Minggu (7/7) malam pun kembali bernostalgia berkat gegendingan dan tabuh yang saling menyatu dan disempurnakan oleh gemulainya para penari.

Tahun keempat tampil di Pesta Kesenian Bali (PKB), Sanggar Ratu Kinasih tetap kukuh dengan kiat melestarikan budaya Bali. "Kalau sudah ada yang bagus, ya dilestarikan, kenapa perlu buat yang baru lagi?," ungkap Ida Ayu Agung Yuliaswathi Manuaba, 49, Ketua Sanggar Ratu Kinasih. Yuliaswathi pun menambahkan bahwa penting untuk generasi muda mengetahui gending-gending lawas dan mengingat betapa adiluhungnya warisan nenek moyang.

Duta Kabupaten Klungkung ini pun tak lupa menampilkan lakon di akhir pementasan. Mengambil kisah Semaradahana, lakon dari sanggar asal Nusa Penida ini diharapkan mampu membangkitkan rasa nasionalisme generasi muda. "Kita mengangkat kekuatan cinta, dimana sekarang ini Bali uwug (rusak -red) ya, mesiat jak nyame (bertengkar dengan saudara -red), jadi ngangkat tema ini tujuannya agar cinta kasih itu ditebarkan sehingga nasionalisme dibangkitkan," tutur Yuliaswathi.

Menguasai pandangan penghuni Ksirarnawa selama dua jam, siapa sangka perpaduan gerakan hanya dilakukan dua hari sebelum pentas? Yuliaswati mengaku kediaman masing-masing penari dan penabuh yang berbeda-beda menjadi tantangan terkuat dalam melakukan persiapan. "Ada yang tinggal di Nusa Penida, ada yang di Klungkung, ada yang di Denpasar," jelas wanita kelahiran 1970 ini. Bahkan, gerakan-gerakan terkadang hanya dikirim via media sosial dan para penampil bertemu untuk mensinkronkan gerakan bersama dengan personil lengkap hanya dilakukan dalam kurun waktu dua hari.

Datang bersama rombongan beranggotakan 70 orang, Yuliaswati berharap agar janger tetap dapat diparadekan untuk Pesta Kesenian Bali berikutnya. "Janger itu mediator yang sangat bagus, ada banyak nilai-nilai karakter yang bisa dikembangkan dalam janger," harap Yuliaswathi. *ind

Komentar