nusabali

Ombudsman Sebut Ada Potensi Maladministrasi

  • www.nusabali.com-ombudsman-sebut-ada-potensi-maladministrasi

Soal MA Tolak PK Baiq Nuril

JAKARTA, NusaBali

Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan peninjauan kembali (PK) Baiq Nuril menuai polemik. Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, mengatakan memantau polemik ini dan menilai ada potensi maladministrasi.

"Ya memperhatikan kasus Baiq Nuril, menurut pendapatan saya memang ada potensi maladministrasi. Tentu kami akan mendalami nanti ada potensi maladministrasi, setidaknya ada penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur dalam penanganan kasus ini," ujar Ninik kepada wartawan di Bakoel Koffie, Jalan Cikin Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (7/7).

Ninik meminta MA segera mengkoreksi hakim agung yang memutus perkara ini. Hal ini dikatakan Ninik karena menilai putusan tersebut tidak sesuai dengan peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang dibuat mereka sendiri.

"Karena MA sebagai institusi paling akhir pemberi rasa keadilan Perma Nomor 3 Tahun 2017 terkait Penanganan Kasus Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Perma ini kan produk hukum MA sendiri, tetapi justru dikesampingkan. Nah, tentu ini menjadi catatan tersendiri bagi MA untuk segera melakukan koreksi terhadap hakim yang memutus perkara ini," kata Ninik seperti dilansir detik.

Ninik pun menjelaskan terkait Perma tersebut. Dia mengungkap ada kegagalan peradilan dalam membaca kasus ini.

"Jadi di dalam Perma Nomor 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili kasus perempuan berhadapan dengan hukum antara lain itu ada dimensi kekerasan berbasis gender yang harus menjadi perhatian dari para hakim. Nah kalo ini kemudian tidak mampu diidentifikasi maka terjadi pada kasus Baiq Nuril," jelas Ninik.

"Seseorang yang seharusnya menjadi korban malah diposisikan sebagai tersangka. Ini kegagalan peradilan dalam membaca memposisikan siapa dan kondisi para pihak di dalam kejadian ini," sambung mantan komisioner Komnas Perempuan itu.

Kasus bermula saat Baiq Nuril menerima telepon dari Kepsek M pada 2012. Dalam perbincangan itu, Kepsek M cerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Karena merasa dilecehkan, Nuril merekam perbincangan tersebut.

Pada 2015, rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.

Awalnya, Baiq Nuril divonis bebas oleh PN Mataram. Kemudian, dalam putusannya, MA menganulir putusan pengadilan tingkat pertama yang menyatakan Baiq Nuril bebas dari semua tuntutan dan tidak bersalah melanggar Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Baiq Nuril dinilai bersalah karena menyadap/merekam tanpa izin telepon atasannya, meski percakapan itu berkonten pornografi. *

Komentar