nusabali

PLN Sumbangkan Alat Pirolisis

  • www.nusabali.com-pln-sumbangkan-alat-pirolisis

Untuk Penanganan Sampah Plastik di Buleleng

SINGARAJA, NusaBali

Satu unit alat pirolisis yang dapat mengubah sampah plastik menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM) diserahkan PLN UP3 Bali Utara kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Buleleng. Alat berkapasitas 10 kilogram itu diserahkan langsung pada Senin (24/6) untuk membantu menangani masalah sampah plastik di Buleleng.

Manajer PLN UP3 Bali Utara, I Gusti Made Aditya San Adinata, mengatakan bantuan yang diserahkan dalam bentuk corporate social responsibility (CSR) itu merupakan komitmen PLN berkontribusi mengurangi sampah plastik. Dengan alat pirolisis ini pihaknya berharap dapat memberikan solusi penanganan sampah plastik yang timbunannya cukup tinggi. Bantuan ini juga disebut Aditya sebagai bentuk kontinuitas program PLN yang disebut dengan Akustik (Ayo Kurangi Sampah Plasti,red).

“Dengan bantuan ini, sampah plastik dapat solusi apakah mau didaur ulang, dipress jadi batu bata atau dimusnahkan begitu saja. Kami ke depan juga akan evaluasi kalau hasilnya bagus akan mempertimbangkan CSR kembali,” kata dia.

Kepala Dinas LH Buleleng, Putu Ariadi Pribadi juga menyambut baik bantuan PLN sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang konsen terhadap masalah sampah. Apalagi alat yang diberikan dapat mengubah sampah plastik menjadi BBM, baik minyak tanah, solar maupun bensin.

Sejauh ini pengolahan sampah plastik di Buleleng baru sebatas dikumpulkan di bank-bank sampah, dan diserahkan ke pengepul. Pengolahan sampah plastik dengan teknologi persampahan masih sangat minim, sejauh ini baru ada pengolahan rumah pencacahan sampah plastik. Ariadi juga menjelaskan saat ini pihaknya masih menganalisis berapa timbunan sampah plastik tiap hari di Buleleng.

Selain bantuan alat pirolisi, PLN juga memberikan alat press sampah plastik. Bantuan dua alat ini akan ditempatkan di bank sampah induk Buleleng di Depo jalan Seroja, Kelurahan Banyuasri. bank sampah induk bentukan DLH ini juga akan menfasilitasi bank sampah yang ada di desa dalam penyaluran sampah plastik ke pengepul, yang selama ini masih terkesan jalan sendiri-sendiri.

Sementara itu, mesin pirolisis itu dibuat oleh kelompok BBM Lestari asal Kediri, Tabanan. Kelompok yang beranggotakan 7 orang yang dimotori Ajik Anggik, 41, itu mulai memproduksi alat pirolisis empat bulan terakhir. Hingga ini alat yang diserahkan ke DLH Buleleng adalah alat keenam yang dibuatnya.

Ajik Anggik saat penyerahan alat di Depo Buleleng mengatakan sebelum membuat alat itu, pihaknya memang merasa khawatir atas ancaman sampah plastik yang ada di Bali. Sehingga idenya untuk membuat alat sederhana daur ulang sampah plastik menjadi BBM mendapat dukungan PLN. Dirinya pun sempat dikirim ke Jawa untuk mengikuti pelatihan pembuatan alat pirolisis ini.

Sejauh ini alat pirolisis buatan kelompok BBM Lestari masksimal berkapasitas 10 kilogram. Mesin sederhana yang mampu mengubah sampah plastik menjadi BBM itu dapat mengubah berbagai jenis sampah plastik menjadi BBM. Seperti bensin, solar dan minyak tanah. “Sistem kerjanya sederhana, dengan pembakaran itu akan menghasilkan uap panas yang dapat diolah menjadi BBM. Kalau jenis BBM yang dihasilkan itu bisa disesuaikan dengan suhu. Yang jelas 1 kilgram sampah yang sudah di-press dapat menghasilkan 0,7 liter bahan mentah,” jelas Ajik Anggik.

Bahan mentah dari hasil pembakaran dari kompor oli bekas itu kemudian kembali dipanaskan dengan suhu tertentu. Untuk menghasilkan bensin bahan mentah harus dipanaskan dengan suhu 50-150 derajat celcius, 150-200 derajat celcius untuk menghasilkan solar dan diatas 200 derajat celcius menghasilkan minyak tanah.

Sejauh ini dari uji coba yang dilakukan, BBM yang dihasilkan dari alat pirolisis ini juga sudah pernah diuji cobakan pada mesin pemotong rumput dan kendaraan dua tak. Hasil daur ulang berbentuk BBM itu juga disebut Ajik Anggik menunggu hasil tes laboratorium yang dilakukan Pemkab Tabanan untuk mengetahui kandungan senyawa dalam BBM yang dihasilkan.

Satu unit alat pirolisis kapasitas 10 kilogram dijualnya dengan harga Rp 15 juta. Hanya saja sejauh ini kelompoknya masih terhambat soal pendanaan, karena biaya produksi yang tinggi.*k23

Komentar