nusabali

Prewedding, ‘Kemajuan’ Baru

  • www.nusabali.com-prewedding-kemajuan-baru

Teruna-teruni Bali kini punya mimpi yang amat indah tentang perkawinan.

AMLAPURA, NusaBali

Selain nanti bisa melahirkan anak yang suputra, mereka tak jarang memimpikan upacara perkawinan yang relatif mewah; pakai prewedding dan resepsi yang tak sederhana.

Tapi mimpi tentang prewedding dan resepsi pengantin yang mengenakan payas agung agak mewah tentu akan terkesan beda jika mereka dari keluarga kurang mampu. Pemandangan ini akan kontras dengan tempat upacara perkawinan di sebuah rumah yang sangat sederhana. Meskipun hadir banyak undangan.

Dalam tradisi ini, sebelum diupacarai secara adat dan tradisi setempat, sepasang pengantin berdandan payas agung. Mereka memanfaatkan jasa salon yang ongkosnya tak kecil. Sebelum puncak acara mereka  pun menggelar pra wedding, kemudian diabadikan dengan foto-foto. Biasanya foto ukuran besar yang dicetak dipajang di pintu depan rumahnya, agar terlihat jelas setiap undangan yang datang.

Biaya upacara perkawinannya terkadang, diupayakan orang tuanya dengan cara berutang. Ini dilakukan para orangtua demi membahagiakan anak tercintanya. Mengingat perkawinan dilandasi sama-sama cinta, diyakini kekuatan cinta yang mampu mengalahkan segalanya, walau dengan cara berutang untuk membiayai perkawinan hal itu tidak masalah. Diyakini, kekuatan cinta mereka akan mampu mengubah keadaan kini, terutama duka jadi suka.

Suasana upacara perkawinan di kalangan warga kurang mampu seperti itu ditangkap secara cermat oleh Kepala Dinas Sosial Karangasem Ni Ketut Puspa Kumari. Dia mengaku sering menghadiri undangan perkawinan di daerah pegunungan, dari keluarga kurang mampu. Salah satunya di Desa Datah, Kecamatan Abang. Keluarga kurang mampu  ini ditandai rumahnya sangat sederhana. Dengan semangat gotong royong keluarga ini mengerahkan kerabatnya, membangun tenda tempat acara, dan undangan yang datang cukup banyak. Kedua mempelai, berdandan payas agung, memanfaatkan jasa salon kecantikan.

"Prinsip mereka (keluarga dan mempelai,Red), menikah kan cuma sekali dalam hidup. Maka upacara resepsi perkawinan mesti meriah, memanfaatkan jasa salon kecantikan. Undangan yang datang cukup banyak, itu kebanggaan mereka," papar Puspa Kumari, di Amlapura, Jumat (14/6).

Berdasarkan pantauannya, kebanyakan warga kurang mampu menggelar upacara perkawinan terkesan tak kalah mewah. Sebab, ukuran mewah untuk warga di kampung, mempelai mampu menyewa salon kecantikan untuk berhias pakaian payas agung, mampu mendatangkan undangan dalam jumlah banyak.

Dia memaklumi kondisi itu, karena zaman. Namun  satu hal penting yang dipahami setiap keluarga dan mempelai adalah keutamaan makna upacara. Sesuai amanat Bhagawad Gita, Bab IX sloka 26, halaman 483, yang disusun Sri Srimad AC Bhaktivedanta Swami Prabhupada; Patram puspam phalam toyam yo me bhaktya prayacchati tad aham bhakty upahrtam asnami prayatatmanah. Artinya, kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah atau air dengan cinta bhakti, Aku akan menerimanya. Jadi persembahan yang utama di setiap yadnya adalah, daun, bunga, buah dan air (patram puspam phalam dan toyam). Sedangkan perkawinan disertai resepsi, itu bukan termasuk dalam rangkaian ritual, bisa dikatakan acara tambahan.

Bendesa Adat Datah, Kecamatan Abang, I Wayan Gede Surya Kusuma meluruskan, walau upacara perkawinan dilakukan krama kurang mampu, menggunakan pakaian payas agung, dengan memanfaatkan jasa salon kecantikan, hal itu bukanlah berlebihan. "Bagi kami, itu penampilan yang sewajarnya. Hampir semua warga di setiap desa, memanfaatkan jasa salon kecantikan," katanya.

Begitu juga upacara perkawinan, hingga mampu mendatangkan undangan cukup banyak, tergantung keluarga mempelai itu. Semakin banyak punya nyama braya semakin banyak undangan yang datang.

Disebutkan Surya Kusuma, selama ini warga kurang mampu di desanya, belum pernah ada yang melaksanakan pra wedding, sebelum puncak perkawinan. Sebab, sesuai perarem Desa Adat Datah, keluarga mempelai mengundang langsung secara lisan datang ke rumah, bukan dengan surat undangan. Lagi pula, setiap krama Desa Adat Datah yang datang ke lokasi upacara, tidak wajib mendapatkan balasan (pengewales) berupa sate dan nasi.

"Kami melihat, krama yang menggelar upacara perkawinan, dengan mengenakan pakaian payas agung dan menggelar resepsi, tentu saja telah menyiapkan biayanya," ujar tokoh dari Banjar Bale Gede, Desa Datah, Kecamatan Abang.*nan

Komentar