nusabali

Kapolri Tolak Pembentukan TGPF

  • www.nusabali.com-kapolri-tolak-pembentukan-tgpf

Pilih gandeng Komnas HAM soal kerusuhan Mei

JAKARTA, NusaBali

Muncul desakan agar pemerintah membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) mengenai kerusuhan 21-22 Mei. Kapolri Jenderal Tito Karnavian memilih lembaganya menggandeng Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dibanding pembentukan TGPF.

Tito mengatakan Polri telah membentuk tim yang dipimpin Irwasum untuk menelusuri ada-tidaknya pelanggaran HAM oleh aparat pada penanganan rusuh 21-22 Mei.

"Pertama, tim yang sudah ada sekarang dari investigasi Polri itu dipimpin langsung oleh orang ketiga di Polri. Ini penting karena unsur internal ini bisa menembus batas-batas dalam institusi sendiri," ujar Tito di kawasan Monas, seperti dilansir detik, Kamis (13/6).

Tito sadar tim internal yang dipimpin Irwasum itu memiliki kelemahan karena memiliki ruang terjadinya konflik kepentingan. Oleh karena itu, dia membuka komunikasi dengan Komnas HAM.

"Kita percayakan kepada Komnas Ham dan tim investigasi untuk bisa menembus ke dalam institusi sendiri. Karena TGPF untuk menembus sangat sulit untuk meminta outsider. Tapi insider lebih mudah menembus. Tapi membuka ruang kepada outsider yang merupakan otoritas resmi," kata Tito.

Dorongan soal pembentukan TGPF 22 Mei ini salah satunya datang dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Mereka menilai penyelidikan yang dilakukan Polri semata akan diragukan masyarakat.

"Penyelidikan oleh Polri saja selain akan bias juga akan banyak diragukan, bahkan tidak akan diterima dan dipercayai oleh masyarakat mengingat makin banyak masyarakat yang tidak percaya, distrust, kepada Polri," kata juru debat BPN Prabowo-Sandi, Sodik Mudjahid, saat dihubungi, Rabu (12/6).

Di sisi lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) sebelumnya telah menyatakan menerima tawaran menjadi anggota tim pencari fakta terkait kerusuhan 21-22 Mei yang dibentuk Polri. Namun tawaran itu ditolak karena Komnas HAM ingin tetap menjaga independensi.

"Yang lain adalah sebagai respons juga, kami ditawari untuk jadi anggota tim pencari fakta kepolisian dan ini sudah nyebar di mana-mana. Sikap kami menolak untuk bergabung dengan TPF yang dibentuk polisi. Kami ingin mempertahankan independensi kami. Meskipun tentu saja untuk mencari keterangan, segala macamnya, mencari info seperti tadi yang tuntutan yang disampaikan, memanggil Kapolri dan lain sebagai macam, kita juga akan koordinasi dengan kepolisian," kata Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Anak Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/5).

Kendati demikian, Ulung mengatakan pihaknya tetap berkoordinasi dengan Polri untuk menggali informasi mengenai kerusuhan 21-22 Mei. Salah satu poin yang dikoordinasikan dengan Polri terkait dengan penggunaan peluru saat pengamanan aksi di depan Bawaslu.

Sementara itu, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut 2 korban tewas akibat kerusuhan 22 Mei 2019 tertembak peluru tajam. Hal itu dinyatakan Taufan berdasarkan data kepolisian.

"Saya kira hampir bisa kita pastikan dari peluru tajam, apalagi yang dua (tewas) ditemukan peluru tajam," kata Taufan di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/6).

Oleh karena itu, dia mendesak kepolisian segera mengusut adanya dugaan penggunaan peluru tajam dalam aksi 22 Mei. Taufan meminta polisi mengungkap siapa yang menggunakan peluru tajam. *

Komentar