nusabali

Dewa Gede Artawan, Anggota Ormas Tewas Ditebas

  • www.nusabali.com-dewa-gede-artawan-anggota-ormas-tewas-ditebas

Kematian I Dewa Gede Artawan, 31, anggota ormas yang ditebas orang bercadar di Banjar Dentiyis, Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Jumat (3/6) siang, meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya.

Tumpuan Keluarga, Istri Kerja di India

BANGLI, NusaBali
Kematian korban juga mengakibatkan Dewa Ayu Krisna yang kini berusia empat tahun, harus kehilangan ayah untuk selama-lamanya. Sementara istri korban kini bekerja di India sebagai terapis spa.

Kematian anak sulung dari pasangan suami–istri I Dewa Nyoman Degdeg, 55, dan Dewa Ayu Sukerti, membuat sedih keluarganya di Banjar Payuk, Desa Peninjoan, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli. Mereka tak menyangka Dewa Artawan akan pergi selama-lamanya dengan cara yang tragis.

Ketika NusaBali berkunjung ke rumah duka di Banjar Payuk, Desa Peninjoan, Kecamatan Tembuku, Sabtu (4/6) siang, Dewa Degdeg mengalihkan rasa sedihnya dengan menyibukkan diri membersihkan rerumputan di pekarangan rumahnya. Demikian juga kedua adik korban, Dewa Made Putra Sandi dan Dewa Ayu Nyoman Ferdayanti. Dewa Putra Sandi membantu membersihkan pekarangan, sedang Dewa Ayu Ferdayanti dan beberapa kerabat terlihat duduk termangu di teras balai-balai di pekarangan tersebut.

Dewa Ayu Sukerti, ibu korban, terus menangis. “Nyen buin gelantingan tiyang, jag kekene dadine musibahe (Siapa lagi yang jadi tumpuan. Kok begini jadinya),” ucap Dewa Ayu Sukerti, dengan suara tercekat menahan tangis.

Menurutnya, anak sulungnya itu tidak pernah berulah. Jika pulang dari Denpasar, selalu bercengkerama di rumah, baik dengan keluarga dan teman-temannya. “Akeh timpal-timpalne (banyak teman-temannya),” lanjut Dewa Ayu Sukerti, di samping suaminya Dewa Nyoman Degdeg.

Hal senada disampaikan Dewa Nyoman Degdeg, ayah korban Dewa Artawan. Lelaki yang sehari-hari kerja sebagai petani ini, menyatakan sangat sedih dengan musibah yang dialami anak tertuanya itu. Dewa Degdeg mengaku tak punya firasat apa-apa sebelumnya. Hanya dia sempat mimpi berada di sebuah tempat dengan suasana yang tak jelas. “Hanya itu saja,” ujar Dewa Degdeg. Apakah mimpi itu ada hubungan dengan musibah yang menimpa anaknya, Dewa Degdeg tidak tahu. Yang jelas, sepengetahuan pihak keluarga, Dewa Artawan tidak punya persoalan dengan orang lain. Hal itu diketahui dari penuturan dan cerita korban, di kala pulang ke rumah di Banjar Payuk, Desa Peninjauan.

“Tidak ada masalah dengan orang lain,” ucap Dewa Nyoman Sepianta, saudara sepupu korban, sambil menambahkan nama lengkap korban adalah  I Dewa Gede Artawan Dewanta.

Memang korban Dewa Artawan, sehari-hari berada di Denpasar. Menurut pihak keluarga, yang bersangkutan kerja di sebuah art shop di bilangan Sanur, Denpasar Selatan. Di Sanur, dia tinggal bersama Dewa Ayu Krisna, putrinya yang berusia 4 tahun. Sedang istrinya Jero Nyoman Sridini, kerja di India, sebagai terapis spa. “Sudah dua kali berangkat. Terakhir, April lalu (2016),” ungkap Dewa Sepianta.  Karena ditinggal ibunya kerja di luar negeri, Dewa Ayu Krisna diasuh dan tinggal bersama saudara ipar Dewa Artawan–Jero Sridini di Denpasar.

Karena kesibukan kerja di Denpasar, korban jarang-jarang pulang kampung. Biasanya, korban pulang jika ada kegiatan adat, ada upacara keagamaan, dan kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. “Saudara tiyang itu memang hobinya menyamabraya, masuka-duka,” imbuh Dewa Sepianta.

Jika pulang dan kumpul dengan teman, keluarga, biasanya ngobrol santai. “Tak ada cerita yang aneh-aneh,” katanya. Terakhir sebelum musibah, korban pulang ke Banjar Payuk pada 8 Mei lalu. Ketika itu juga tak menunjukkan ada hal-hal yang aneh pada korban. “Biasa biasa saja,” ucap Dewa Sepianta.

Pihak keluarga belum memutuskan bagaimana nanti prosesi penanganan jasad korban. Selain masih di RSUP Sanglah Denpasar menunggu proses di kepolisian, sebagian dari anggota keluarga besar korban juga sedang mengikuti upacara keagamaan, di antaranya Upacara Bayuh Sapu Leger di Banjar Payuk, Peninjoan. “Keluarga kami ada yang ikut,” ucap Dewa Sepianta.  

Pihak keluarga juga belum sempat melapor kepada prajuru, baik prajuru dinas maupun adat. “Nanti tentu ada keputusan di adat. Sementara karena kondisinya masih menunggu proses, kami belum melapor,” kata Dewa Sepianta.

Menyangkut penanganan hukum kasus kematian Dewa Artawan, pihak keluarga menyerahkannya kepada aparat hukum. “Kami percayakan dan serahkan bagaimana aparat menanganinya,” ujar Dewa Sepianta. 7 k17

Komentar