nusabali

Puluhan Tunanetra Pentas Drama Musikal 'Pan Balang Tamak'

  • www.nusabali.com-puluhan-tunanetra-pentas-drama-musikal-pan-balang-tamak

Buat pertama kalinya anak-anak tunanetra dari Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar menunjukkan kemampuannya dalam pentas drama musikal ‘Pan Balang Tamak’ di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, Selasa (7/5) malam.

DENPASAR, NusaBali

Meski dalam keadaan memiliki keterbatasan melihat, penampilan mereka justru memukau penonton. Pentas drama musikal ini sesungguhnya merupakan program penyajian dan pengembangan seni dari UPT Taman Budaya Provinsi Bali. Selain menyajikan pertunjukan seni tradisi atau klasik dan drama modern, juga memberikan kesempatan untuk drama bagi disabilitas. Didukung oleh teater Sadewa, sekitar 25 anak memainkan perannya di atas panggung. Meski tidak bisa melihat, namun dari sisi penjiwaan mereka sangat menghayati.

“Kendala tentu ada. Beberapa memang ada tunanetra dari sejak lahir. Mereka belum pernah sama sekali melihat ekspresi orang marah, sedih, gembira seperti apa. Secara feel mereka dapat sebenarnya, karena mereka lebih sensitif. Tapi lemahnya memang di ekspresi,” tutur Ketua Teater Sadewa, Ryan Indra Darmawan.

Menurutnya, perlu memberikan penjelasan yang telaten saat latihan agar para pemeran bisa membayangkan ekspresi orang yang marah. Karena pementasan ini dalam bentuk drama dan ditonton oleh publik. Butuh waktu 1,5 bulan untuk melatih anak-anak tunanetra. “Untuk yang tunanetra sejak lahir memang agak sedikit susah sih. Tapi kalau yang low vision (bisa melihat sedikit) itu bisa diarahkan. Tapi secara keseluruhan mereka masih sangat awam untuk pertunjukan seperti ini, karena basic mereka menyanyi biasanya,” ujarnya.

Adapun cerita yang dibawakan berjudul ‘Pan Balang Tamak’ yang diambil dari cerita rakyat Bali dan diadaptasi dengan naskah kekinian. Pesan yang ingin disampaikan dalam drama ini adalah mengendalikan ketamakan dan kerakusan dengan niat dari diri sendiri. “Secara umum pesannya adalah, kita harus mengendalikan diri agar tidak serakah dan tamak,” imbuhnya.

Ketua Yayasan Dria Raba Denpasar, Ida Ayu Pradnyani mengatakan, sampai saat ini Yayasan Dria Raba menampung sebanyak 45 orang anak-anak penyandang tunanetra dari seluruh Bali, termasuk dari Flores, NTT sebanyak 6 anak. Di balik keterbatasannya, penyandang tunanetra banyak memiliki kemampuan. Dalam kemampuan menyanyi dan bermusik, penyandang tunanetra jauh lebih peka dalam mengaransemen lagu-lagu. Melihat potensi tersebut, Yayasan Dria Raba mencarikan wadah seperti lomba-lomba agar anak-anak tunanetra bisa menunjukkan kemampuannya. “Anak-anak Dria Raba bahkan sempat mewakili Bali dalam lomba musikalisasi puisi ke Jakarta tahun 2017. Dari 34 provinsi, hanya Bali yang mengirimkan wakil dari penyandang tunanetra saat itu. Kami selalu memberikan support dan mewadahi apapun minat dan bakat mereka,” katanya.

Ia mengungkapkan, Yayasan Dria Raba Denpasar awalnya didirikan oleh ibunda, Ida Ayu Putu Surayin tahun 1957, yang awalnya tertarik ikut sekolah pendidikan guru luar biasa di Bandung. Saat lulus dari sekolah tinggi tersebut tahun 1955, Dayu Surayin mewujudkan impiannya mendirikan yayasan pendidikan untuk anak-anak tunanetra. Tujuan awalnya didirikan Dria Raba ini adalah bagaimana di Bali tidak ada lagi pengemis tunanetra. “Jadi anak-anak di Bali yang memiliki masalah dalam pengelihatan ingin diangkat, yang saat itu diabaikan oleh keluarganya bahkan dibilang aib. Tapi sekarang, pemerintah sudah sangat memperhatikan disabilitas. Ibu saya kini sudah jadi pedanda, sehingga saya yang melanjutkan ini. Saya sudah terlanjur cinta dengan anak-anak tunanetra ini,” tutupnya. *ind

Komentar