nusabali

Pameran Bersama untuk Kenang Ibu

  • www.nusabali.com-pameran-bersama-untuk-kenang-ibu

Pameran ini dibuka oleh Sekda Kota Denpasar, AA Ngurah Rai Iswara yang juga kehilangan sang ibu sehari sebelum kakak beradik, Jango-Uuk juga kehilangan ibu.

Kakak Beradik Jango Pramartha-Uuk Paramahita


DENPASAR, NusaBali
Kehilangan ibu setelah tiada dari dunia ini mungkin menjadi hal yang paling membekas di hati setiap orang. Tidak terkecuali bagi kakak beradik Jango Pramartha dan Uuk Paramahita. Ibunda mereka, Made Merthi, meninggal pada 27 Desember 2018 lalu. Kartunis dan pelukis Bali ini pun membagikan penggalan-penggalan bathinnya lewat pameran lukisan (fine art) bertajuk ‘Viewpoint’ di Maya Sanur Hotel, selama 7 Mei-15 Juni 2019.

“Viewpoint artinya sudut pandang. Menggambarkan sudut pandang kesenian saya dengan adik saya berbeda. Begitu juga sudut pandang ibu terhadap saya dan Uuk juga berbeda. Pameran berdua ini merupakan a tribute to ibu, ibunda kami yang wafat 27 Desember 2018 lalu,” ujar Kartunis Jango Pramartha, Selasa (7/5).

Pengisi rubrik kartun di NusaBali ini mengungkapkan, setidaknya ada 29 karya lukisan yang ditampilkan yang merupakan karyanya bersama sang adik. Menariknya, pameran ini dibuka oleh Sekda Kota Denpasar, AA Ngurah Rai Iswara. Sekda Rai Iswara juga kehilangan sang ibu sehari sebelum kakak beradik, Jango-Uuk juga kehilangan ibu. “Wafatnya ibu kami sehari setelah wafatnya ibunda bapak Sekda Kota Denpasar. Maka dari itu, bapak Sekda Rai Iswara yang membuka pameran ini. Benang merahnya di situ,” katanya.

Selain berpameran, acara semakin terharu karena diisi dengan pembacaan puisi dari Mas Ruscita Dewi dengan diiringi musik dari Balawan. “Ibunda Mas Ruscita Dewi juga wafat 2 minggu lalu. Jadi beliau buat puisi khusus untuk ibundanya, dan dibacakan malam ini (kemarin, red),” imbuh Jango.

Sekda Rai Iswara mengatakan, kehadiran dan peran ibu tidak akan pernah lekang oleh waktu. Termasuk ibu yang berperan membesarkan Jango dan adiknya. Tidak hanya membesarkan secara fisik, namun peranan ibu juga sangat besar dalam memberikan bimbingan dalam menjalani hidup. Ia sendiri teringat akan pesan sang ibu agar hidup dengan wajar dan tetap berjalan di jalan Dharma.

“Walaupun beliau (Jango dan Uuk) dibesarkan oleh kreativitasnya sebagai kartunis dan pelukis, tapi mereka masih ingat dengan ibunya tercinta. Saya senasib, karena kami sama-sama ditinggalkan ibunda di bulan Desember. Mudah-mudahan ibu kita melihat kita di sini bahwa kita masih menghormati beliau yang telah tiada,” ungkap Sekda Rai Iswara dalam sambutannya.

Sementara itu, pengamat seni sekaligus penulis, Yudha Bantono mengungkapkan, secara pribadi sangat mengenal dekat kakak beradik, Jango-Uuk. Jango Pramartha dan Uuk Paramahita adalah seniman yang memiliki sejarah perjalanan berkesenian yang berbeda. Jango berproses seni melalui karya-karya kartun yang sarat protes dan kaya makna dalam mengkritisi kebudayaan Bali dan dinamika perubahannya. Sedangkan Uuk Paramahita menggeluti seni rupa melalui pemikiran yang lebih mengarah pada penyajian kontemplasi sebagai praktek seni rupa sosial.

Menurut Yudha, ketika kakak beradik ini menempatkan ingatan sosok ibu sebagai bagian pengolahan jiwa, ia melihat lebih pada relasi pada semangat penciptaan. Ia melihat, baik karya Jango dan Uuk sama-sama memiliki kekuatan dan kemampuan dalam menyampaikan persoalan yang mereka miliki. Keduanya memiliki karakter yang berbeda baik dalam goresan, garis, maupun warna.

“Justru yang menarik bagi saya ketika melihat karya-karya mereka dalam pameran kali ini adalah ingatan kebersamaan sebagai adik kakak dalam keluarga yang berkarya di studio masing-masing dalam satu halaman rumah. Ini membuktikan mereka berhasil membangun konstruksi pemikiran yang berbeda dalam merespon beragam persoalan,” katanya. *ind

Komentar