nusabali

Krama Dharmajati Datangi PN Singaraja

  • www.nusabali.com-krama-dharmajati-datangi-pn-singaraja

Sengketa Tanah di Desa Tukadmungga

SINGARAJA, NusaBali

Sekitar 100 krama dari Desa Pakraman Dharmajati, Desa Tukadmungga, Kecamatan Buleleng, Buleleng, mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Singaraja. Kedatangan mereka menyusul pelaksanaan sidang mediasi sengketa tanah antara Desa Adat Dharmajati dengan salah seorang warga, Wayan Angker, Selasa (7/5) pagi.

Tanah objek sengketa berada di kawasan Pantai Hepi, Desa Tukadmungga, seluas 13,5 are. Krama Dharmajati mengklaim lahan tersebut adalah tanah pelaba pura. Sedangkan Wayan Angker mengklaim lahan itu miliknya berdasarkan sertifikat hak milik. Sengketa ini muncul sejak tahun 2001 dan sempat dimediasi di tingkat desa dan kecamatan, namun selalu gagal. Karena tidak menemukan titik temu, sengketa bergulir di PN Singaraja. Pihak Desa Adat Dharmajati melayangkan gugatan, karena menilai sertifikat hak milik atas tanah sengekta itu cacat hukum.

Krama Dharmajati tiba di Kantor PN Singaraja, Jalan Kartini Singaraja sekitar pukul 10.00 Wita. Dengan berpakaian adat madya, beberapa di antaranya membawa spanduk sambil berorasi. Krama juga membawa gong Baleganjur yang diangkut truk. Dalam aksinya, krama keberatan tanah yang diklaim sebagai pelaba pura dikuasai orang lain. Mereka pun akan mempertahankan tanah tersebut karena merasa diberikan oleh leluhurnya. Saat mediasi, hanya perwakilan warga yang diizinkan masuk ke dalam gedung. Sedangkan warga lain menunggu di halaman depan gedung PN.  

Bendesa Pakraman Dharmajati Jro Ketut Wicana mengatakan, posisi tanah antara tanah pelaba pura Desa Pakraman Dharmajati dengan tanah milik Wayan Angker, hanya berpembatas garis. Di sisi utara  adalah tanah pelaba pura, di sisi selatan adalah tanah milik Wayan Angker. Versi Winaca, malah terbit sertifikat hak milik warga di atas tanah laba pura ini.

“Tanah itu warisan turun temurun pendahulu kami. Dulu ada warga kami yang diizinkan tinggal di sana, tetapi karena Pak Wayan Angker punya tanah di belakanggnya,  warga digusur. Kami sepakat untuk mempertahankan tanah itu karena difungsikan ketika ada upacara melasti atau upacara agama lain,” katanya.

Jero Ketut Wicana mengakui, secara bukti hukum yang menyebut tanah itu milik desa pakraman sampai sekarang belum ada. Namun, berdasarkan dokumen peta Desa Tukadmungga, menyebutkan tanah itu adalah palaba pura. Selain itu, bukti para tokoh masyarakat yang mengetahui kalau tanah itu daratan pasir yang dari dahulu digunakan untuk upacara agama. Ia menegaskan, permohonan sertifikat oleh Wayan Angker ada beberapa kejanggalan. Pada saat pensertifikatan, penentuan batas antara tanah milik Wayan Angker dengan tanah yang sekarang disengketakan itu, belum jelas. Selain itu, permohonan sertifikat itu berdasarkan konversi dari tanah warisan. Faktanya yang bersangkutan tidak ada hubungan ahli waris dengan pemilik tanah yang sekarang disengketakan. “Proses pensertifikatan ini tidak pas, sehingga kami menggugat dan mudah-mudahan Pak Wayan Angker mengembalikan tanah itu untuk dimanfaatan bersama,” jelasnya.

Tergugat Wayan Angker sebelum sidang mediasi mengatakan, pada Januari 1979 dirinya membeli tanah dari almarhum Wayan Saria asal Desa Pemaron, namun kesehariannya yang tinggal di Desa Tukadmungga. Dalam akte jual beli tercantum dua bidang tanah masing-masing seluas 2.650 meter persegi 8.050 meter persegi. Dia kemudian mengajukan permohonan sertifikat ke Badan Pertanahanan Nasional (BPN) dan karena berkasnya lengkap shingga Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dimohon itu terbit. Terkait gugatan oleh warga, Wayan Angker menyerahkan kepada PN. Terkait legalitas serrtifikat yang dimohon itu, dirinya juga menyerahkan kepada BPN.

Termasuk tuntutan warga harus mengembalikan tanah seluas 13.5 are kepada desa pakraman, Angker menyebut keputusan itu diserahkan kepada aparat pemerintah yang terkait dalam persoalan ini. “Sah-sah saja kalau ada pengakuan seperti itu dan ini maish tahap sengketa dan menunggu pembuktian dan saya menyerahkan proses ini kepada PN dan soal sertifikat atau keputusan mengembalikan tanah itu saya serahan kepada BPN,” jelasnya.

Setelah sidang mediasi berlangsung, diputuskan bahwa sengketa ini berlanjut untuk persidangan yang masuk dalam materi gugatan dengan Perkara No. 187/Pdt.G/2019 PN Sgr. Atas hasil mediasi itu, warga kemudian meninggalkan gedung PN dengan tertib. Aksi ini dijaga ketat personel Polsek Kota Singaraja dan Polres Buleleng.*k19

Komentar