nusabali

Memaknai Ritual, Mistis atau Ilmiah?

  • www.nusabali.com-memaknai-ritual-mistis-atau-ilmiah

BALI sering diterpa isu miring, dominan tentang ritual, tiada waktu dan ruang yang bebas ritual.

Krama Bali sering merajut makna ritual dengan menyambung-nyambung agar masuk akal. Tidak ada yang mustahil, semua bisa disinkronkan, meskipun tak masuk akal pada tataran kosmologi fisik, mereka memeroleh kebahagiaan pada tataran kosmologi metafisik, meminjam istilah Christian Wolf (dalam Cartwright,2010). Memang banyak ritual Hindu tidak mencakup keseluruhan teori hasil rasio. Kadang logika dan teori tidak dapat dijadikan dasar argumen yang memadai terhadap eksistensi ritual di Bali. Kadang juga ditemui cerita rakyat yang membahas penciptaan tradisi secara mistis dan kurang bisa diterima nalar manusia. Inilah konsep kosmogoni yang banyak ditemui di Bali maupun daerah lainnya di nusantara.

Eksistensi beberapa ritual agama di atas mirip dengan keberadaan krama Hindu di Bali. Konsep kosmologi yang digunakan berprinsip pada gothak-gathik-gathuk, menurut budayawan yang agamais Emha Ainun Najib (2018). Artinya apapun bisa ‘dibisa-bisakan’, ‘disambung-sambungkan’, dan bisa disesuai-sesuaikan. Maksudnya, tidak ada yang mustahil, semua bisa sinkron, meskipun tak masuk akal tetapi masih dimasuk-akalkan. Contohnya adalah cerita tentang manusia pertama Indonesia. Banyak sekali cerita rakyat yang masih ada dan dijaga kelestariannya tentang manusia pertama itu. Ada yang berkata manusia pertama adalah titisan seorang dewa, ada yang merupakan keturunan dewa dengan manusia, dan masih banyak lagi. Karena begitu jamaknya cerita yang berkembang di masyarakat, sehingga muncul anggapan bahwa konsep ‘kosmologi nusantara tidak bersifat ilmiah dan justru mistis’. Oleh sebab itu kosmologi nusantara sering disebut sebagai kosmogoni. Kosmogoni adalah ‘cerita’ terbentuknya alam semesta (baik itu konsep manusia pertama mau
pun alam lingkungan sekitar tanah, laut, dan sebagainya) berdasarkan mitos masyarakat setempat.

Sains adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan rasionalitas. Pengetahuan modern menggunakan langkah baku yang dikenal sebagai metode ilmiah. Apakah semua upacara agama Hindu di Bali dapat dijelaskan secara ilmiah. Menurut Donder (2017), ilmuwan agamais IHDN Denpasar, bahwa sains dan ritual tidak bertentangan, keduanya bisa disinergikan untuk suatu inovasi. Memang, katanya, petualangan manusia dalam dunia sains berawal dari keragu-raguan. Muaranya, kepercayaan akan adanya ketidakpastian. Sebaliknya, penyerahan diri pada dharma, bermula dari kepercayaan dan mencapai puncaknya pada keyakinan dan keikhlasan. Jika, ritual agama dianggap sebagai keyakinan mewujudkan dharma, maka sains harus dipandang sebagai jalannya, sehingga keduanya merupakan sebuah himpunan yang saling melengkapi.

Mungkin, filsafat Samkhya lebih gayut digunakan untuk membahas kebenaran ilmiah ritual agama Hindu di Bali, yang disebut Tri Pramana. Secara anumana pramana, makna ritual agama Hindu harus diamati berdasarkan atas gejala psikologis yang muncul, seperti rasa bahagia, rasa bhakti pada leluhur, dan sebagainya. Tentang hakikat kosmologisnya, bisa ditelusuri dari sumber pustaka suci. Ini cara berdasarkan atas agama pramana, yang bisa didharmawacanakan. Pembuktian secara langsung atau pratyaksa pramana, secara kosmologi fisik tentang manfaat dan dampak mungkin tidak dibutuhkan segera, cukup dengan keyakinan dan keikhlasan dalam melaksanakan ritual. Seperti nyala api, pengetahuan dan keterampilan hendaknya disebarluaskan kepada yang lainnya (Rigveda 1.12.6).

Sebagai sebuah himpunan, ritual dan ilmu pengetahuan tidak harus didikotomikan, apalagi dipertentangkan. Kosmogoni dan kosmologi merupakan satu himpunan yang perlu dilestarikan sebagai kearifan lokal. Ritual merupakan kultur beragama bagi krama Bali. Ritual dipandang sebagai bagian dari sejarah krama Bali. Krama Bali menggunakan ritual untuk menjelaskan fenomena alam, keberagaman budaya, menahan permusuhan, dan menggalang persahabatan. Pengetahuan tentang ritual sebaiknya digunakan sebagai basis akulturasi antara tradisi dan kemajuan ipteks, bukan dipertentangkan tetapi disanding. Semoga. *

Prof Dewa Komang Tantra MSc, PhD
Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya

Komentar