nusabali

'Lost Paradise' Angkat Budaya Swiss dan Bali

  • www.nusabali.com-lost-paradise-angkat-budaya-swiss-dan-bali

Melalui film ini, Swis belajar banyak dari orang Bali bagaimana cara menjalani hidup dan menghadapi kematian.

Film Maker Swiss Bikin Film di Buleleng


SINGARAJA, NusaBali
Film maker asal Swiss yang bekerja dengan sejumlah produser film di Bali saat ini sedang menggarap sebuah film di Buleleng. Kru film disebut sudah melakukan proses pengambilan gambar sejak 24 hari yang lalu di sejumlah daerah di Buleleng. Dalam film yang berjudul Lost Paradise itu, sutradara Markus Kobeli mengangkat soal budaya dan pola pikir pensiunan asal Swiss dengan orang Bali.

Proses syuting yang sebagian besar dilakukan di kawasan Lovina ini disebut Kobeli melibatkan empat orang artis utama. Ide pembuatan film yang ditarget sudah rilis pertengahan tahun 2020 mendatang menurut Kobeli berawal dari budaya pensiunan orang Swiss yang sanagt berbeda dengan orang Bali dengan kekayaan budaya, adat istiadat dan upacaranya yang berlangsung setiap hari.

Rata-rata pensiunan di Swiss merasa ketakutan menghadapi kematian setelah memasuki usia pensiun. Kondisi itu sangat berbeda dengan iklim budaya orang Bali yang lebih menerima jalan hidup mereka dengan belajar dari alam sehingga lebih siap menghadapi kematian. “Kami menyadari itu saat pertamakali datang ke Bali 35 tahun lalu, dengan film ini kami berharap orang Swiss bisa belajar banyak dari orang Bali. Kami juga sebelumnya melakukan riset dibantu produser di Bali selama sebulan sebelum melakukan syuting,” kata Kobeli yang didampingi dua aktornya Manfred Liechti dan Andrea Zogg dan dipandu Joseph Tailor seorang produser di Bali saat ditemui di Dinas Pariwisata Buleleng, Rabu (1/5).

Dalam karya film yang rencananya akan berdurasi 90-100 menit juga melibatkan sejumlah masyarakat Buleleng dan artis lokal Bali. Sehingga perpaduan budaya dalam film yang mereka garap benar-benar terpampang nyata. Kobeli pun mengaku memilih Buleleng sebaga lokasi syuting film mereka karena dinilai Buleleng masih memiliki budaya Bali yang sangat asli dan jauh dari hiruk pikuk di ibu Kota. “Kami memilih Buleleng karena masih menunjukkan orang Bali asli, tidak terlalu ramai sehingga sedikit gangguan syuting,” ungkap dia.

Sementara itu Kepala Dinas Pariwisata Buleleng, Nyoman Sutrisna mengapresiasi film maker Swiss memilih Buleleng sebagai tempat lokas syuting. Buleleng secara tidak langsung mendapatkan manfaat promosi wisata. “Kami harapkan hal ini tidak berhenti sampai di sini, sehingga Buleleng melalui film ini kami harapkan bisa lebih diketahui dunia, terutama Swiss yang merupakan target wisatawan di Buleleng yang sebagian besar memang dari Eropa,” kata Sutrisna. *k23

Komentar