nusabali

Terobsesi Digigit dan Minum Racun Semua Ular Berbisa

  • www.nusabali.com-terobsesi-digigit-dan-minum-racun-semua-ular-berbisa

I Made Sudarmon, warga Desa Padangkerta, Karangasem, belum berani digigit king kobra dan ular poleng. Kebiasaannya itu juga ditularkan kepada anaknya yang baru berumur 2 tahun.

Kebiasaan Aneh I Made Sudarmon, Staf Instalasi Humas dan Promkes RSUD Karangasem


AMLAPURA, NusaBali
I Made Sudarmon, 30, staf Instalasi Humas dan Promosi Kesehatan (Promkes) RSUD Karangasem, ini memiliki kebiasaan aneh. Bapak satu anak tersebut memiliki obsesi digigit dan meminum racun semua jenis ular berbisa. Sementara ini baru 10 ular berbisa yang sudah dicobanya, sengaja digigitkan ke anggota badannya. Meski terobsesi mencoba gigitan semua ular berbisa, tetapi ada dua jenis ular paling ditakuti yang belum berani dia coba, yakni king kobra dan ular poleng (loreng).

Beragam jenis ular berbisa telah ditangkap, kemudian sengaja digigitkan di anggota badannya. Setelah tubuhnya bereaksi atas gigitan ular, yakni merasakan bengkak dan panas dingin/demam, ular itu dipelihara sebentar kemudian dilepas. Setelah efek gigitan ular berbisa mereda, Sudarmon menangkap ular berbisa jenis lain, digigitkan ke badannya, dipelihara sebentar, kemudian ular dilepas, begitu seterusnya.

Ditemui di kediamannya di Lingkungan Dukuh Meranggi, Kelurahan Padangkerta, Kecamatan/Kabupaten Karangasem, Sabtu (27/4), lelaki kelahiran 12 Oktober 1988, ini menceritakan awal mulanya dapat ilmu sebagai pawang ular. Menurut dia, ilmu itu diperolehnya saat kuliah di Poltekes Jakarta Selatan tahun 2008-2009. Namun aksi nekat menggigitkan ular berbisa dilakukannya sejak 2009, dan meminum racun ular sejak 2017.

Diceritakannya, awal 2008 saat kuliah di Jakarta dirinya ikut Perguruan Olahraga Tenaga Dalam Cakra Murti. Pengasuh Cakra Murti memiliki teman yang mampu menangkap ular berbisa. Pengasuh Perguruan Cakra Murti ini meminta ilmu cara menundukkan ular kepada temannya tersebut. Setelah ilmu menjinakkan atau menangkap ular berbisa diperolehnya, ilmu tersebut diwariskan kepada pengikut Perguruan Cakra Murti termasuk kepada Sudarmon.

Ilmu menundukkan ular berbisa itu, menurut Sudarmon, berupa mantra yang ‘dimasukkan’ ke dalam jiwa raga. Setelah ilmu tersebut dinyatakan telah ‘masuk’ ke tubuh, para murid yang menerima ilmu tersebut diminta mempraktikkan.

Setamat dari Poltekes Jakarta Selatan tahun 2009, Sudarmon pulang kampung ke Bali, dan mulai mempraktikkan ilmu menjinakkan ular yang didapatnya. Diawali mengambil ular yang tidak berbisa, yakni ular jangling (ular jali), ular kecil bergaris kuning yang hidup di pohon kelapa.  

Selanjutnya Sudarmon menangkap ular berbisa yakni ular hijau dengan ekor abu-abu yang hidup di pohon kelapa. Ular hijau dengan ekor abu-abu itu mulai digigitkan di tangannya, hingga badannya terasa sakit dan bengkak.

Selama anggota badannya bengkak dan terasa sakit, kondisi tersebut sengaja dibiarkan hingga Sudarmon merasakan sakitnya hilang, dan tubuhnya kembali normal dengan sendirinya tanpa bantuan obat-obatan medis.

‘Percobaannya’ ditingkatkan. Kali ini Sudarmon menangkap ular hijau kepala merah. Setelah digigit ular hijau kepala merah, ‘penderitaan’ Sudarmon pun berulang, dia merasakan sakit dan bengkak di anggota badannya. Hingga akhirnya dia menangkap ular cokelat. Setelah digigitkan di anggota badannya, dampaknya selama 3 hari dan 3 malam dia merasakan badannya demam bahkan kulitnya menghitam. Kali ini, sakitnya dirasakan selama dua pekan. Sudarmon berupaya menahan rasa sakit hingga tidak bisa tidur, dan bahkan tubuhnya gatal-gatal. Setelah masa kritis itu berlalu, rasa sakitnya berhenti.

Selama mempraktikkan ilmu yang diperolehnya itu, Sudarmon tidak pernah merasa khawatir dirinya akan mati digigit ular. Dia juga tidak mengonsumsi obat penawar racun.

Dalam setiap aksinya, setelah ular yang ditangkap digigitkan ke anggota badannya, ular tersebut kemudian dipeliharanya selama beberapa saat. Setelah Sudarmon sembuh dari efek gigitan, ular kemudian dilepas. Sudarmon sempat memelihara puluhan ular berbisa hasil tangkapannya, setelah selesai digunakan percobaan yakni dengan digigitkan ke anggota badannya sendiri, ular-ular tersebut dilepas, begitu seterusnya. Tetapi ada juga ular yang dipeliharanya, namun ular itu dipelihara paling lama hanya sekitar empat pekan. Selama memelihara ular, tidak pernah memberikan makan. Hanya setiap hari ular peliharaannya wajib diberikan sinar agar tidak lemas. Sebab, menurut pengalamannya, ular bisa tahan tidak makan 3–4 bulan.

“Usai digigit ular, sengaja saya tidak mencari obat penawar racun. Percuma ke rumah sakit diberi penawar racun. Sengaja saya biarkan, agar imun tubuh bekerja mengatasi racun/bisa. Tujuannya kan agar tubuh kebal pada racun/bisa ular,” kata Sudarmon.

Setelah merasakan kekebalan digigit ular, sejak 2017 Sudarmon bahkan mulai meminum bisa ular yang ditangkapnya.

“Soal minum racun ular, mulanya pernah menyaksikan di Tabanan, seorang wanita berani minum racun ular mentah. Makanya saya coba sejak dua tahun lalu, kenyataannya tetap segar bugar,” kata Sudarmon.

Dari sekian banyak jenis ular berbisa, yang paling ditakuti adalah dua jenis, yakni ular king kobra dan ular loreng hitam putih (poleng). Sejak dua tahun lalu Sudarmon telah memelihara king kobra dan ular poleng di rumahnya. Dua jenis ular berbisa itu diperolehnya dengan cara membeli secara online. Tetapi hingga kini, Sudarmon belum berani mencoba menggigitkan kedua ular tersebut ke anggota badannya.

Sementara ini Sudarmon baru tahap meneteskan bisa ular king kobra dan ular loreng ke anggota badannya. Tujuannya untuk penyesuaian atau adaptasi.*

Komentar