nusabali

Memimpin dengan Melayani dan Berkomitmen

  • www.nusabali.com-memimpin-dengan-melayani-dan-berkomitmen

Prof Dr Putu Kerti Nitiasih, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Undiksha

SINGARAJA, NusaBali

Sosok Prof Dr Putu Kerti Nitiasih, 57, yang saat ini menjabat sebagai Dekan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Undiksha Singaraja memang banyak menginspirasi. Tak hanya menjadi idola mahasiswa di kampus terbesar di Buleleng itu, tetapi tetap menjadi primadona suami dan anak-anaknya. Dekan wanita satu-satunya di Undiksha itu hingga saat ini memiliki visi memimpin dengan pelayanan dan komitmen.

Ditemui Minggu (21/4) tepat di Hari Kartini, Prof Titik begitu ia akrab disapa mengawali kariernya sebagai pengajar di tahun 1986. Ia yang awalnya bercita-cita sebagai dokter, berlabuh dan jatuh hati menjadi pengajar saat mendapatkan guru les Bahas Inggris yang memberikan contoh kemuliaan sebagai seorang guru.

Kartini asal Desa Mayong, Kecamatan Seririt, Buleleng itu kemudian mengambil kesempatannya begitu ada peluang menjadi dosen di Undiksha masa itu. Peluang itu diambilnya, atas saran dari guru les Bahasa Inggrisnya saat itu, Prof Dewa Komang Tantra. “Saat saya melihat Prof Dewa mengajar dengan baik saya tertarik karena waktu itu saya ikut les karena saya suka Bahasa Inggris dan ingin jadi dokter. Setelah saya tertarik ada peluang jadi pengajar dan langsung saya ambil,” ucap Prof Titik.

Seiring berjalannya waktu ia pun melupakan cita-cita pertamanya menjadi dokter dan menikmati menjadi seorang dosen. Berkat prestasinya, wanita kelahiran Singaraja, 26 Juni 1962 itu kemudian diangkat menjadi Ketua Prodi Bahasa Inggris Undiksha di tahun 2009. Sempat pula menjabat sebagai Sekretaris Pusat Penjaminan Mutu Undiksha hingga di tahun 2012 lalu ia diangkat menjadi Dekan FBS, pasca didapatnya gelar Profesor di tahun 2010 silam. Saat ini anak sulung pasnagan Wayan Sumadra dengan Made Darima sudah menjabat dua periode dan memasuki tahun kedelapan sebagai Dekan.

Keberhasilannya mencapai karier yang cemerlang, bukanlah perjalanan yang mudah. Di balik gemilangnya karier yang diraih lulusan S2 Sydney University Australia tahun 1998 itu terdapat usaha dan kerja keras. Lulusan S1 FKIP Unud Jurusan Bahasa Inggris itu menyebutkan jika selama ini ia memimpin dengan pelayanan dan komitmen kuat.

“Kalau jadi pemimpin selalu dituntut banyak hal, tetapi sejauh ini saya punya jiwa melayani yang tinggi itu yang selalu saya pegang teguh dan berbuat yang terbaik untuk prodi. Sehingga selama ini prodi banyak dapat hibah dan banyak sekali prestasi.  Dengan hibah itu bisa sekolahkan orang ke luar negeri, bisa datangkan pembicara luar negeri semua itu atas jiwa melayani dan komitmen,” tegas dia yang juga Alumni SMAN 1 Singaraja itu.

Penghobi memasak ini mengaku tak memiliki target karier khusus. Namun ia mengaku selalu siap jika ditunjuk lembaga untuk perbaikan kampus. Kesibukannya menjadi Dekan tentu tak tanggung-tanggung, meski sukses di bidang karier, istri Gede Harja Subrata yang juga merupakan seorang dosen, tetap masih menjalani kodratnya sebagai seorang wanita saat berada di rumah. Ibu tiga anak ini mengaku tetap melakukan tugas rumah tangganya setiap hari saat sampai di rumah dan menanggalkan jabatan dan gelar profesornya.

“Saat bangun pagi saya tetap urusin rumah, setelah ke kampus kembali ke rumah lupakan yang di kampus dan fokus kepada suami dan anak-anak. Bahkan kalau mau pergi ke luar kota atau ke luar negeri urusan pekerjaan, sebelum saya tinggal saya tinggalkan resep dan persediaan di rumah, sehingga suami tidak komplin dan anak-anak tidak mengeluh,” jelasnya.

Sementara itu sebagai public figure, Prof Titik menilai menjadi Kartini di masa kini lebih sulit dibandingkan dengan Kartini di masa lalu. Meski saat ini alat komunikasi dan teknologi semakin canggih, namun hal itu yang sering kali membunuh karakter Kartini masa kini. Tantangan menyiapkan mental dalam arus perkembangan teknologi yang dinilainya memerlukan persiapan yang tak mudah.

Saah satu ibu teladan Provinsi Bali itu juga menyebutkan Kartini saat ini perlu meningkatkan wawasan intelektualnya. Sehingga Kartini yang tampil dalam upaya penyerataan gender ini benar-benar wanita yang berkualitas bukan Kartini ‘penggenep’ (pelengkap,red). “Ini yang jelek sekali, saat wanita memenuhi kuota tapi tak disertai wawasan yang memadai, disini suara wanita akan dikesampingkan karena dianggap tak bermutu,” imbuh Prof Titik yang sempat ikut proyek pementasan monolog 11 ibu 11 panggung 11 kisah.

Ia pun menyarankan kepada Kartini saat ini agar selalu meng-update pengetahuannya dengan bergaul, membaca dan berpikir lebih luas. Berupaya mencapai prestasi untuk membuka pintu masuk kesuksesan dalam karier. Hanya saja ia tetap menegaskan Kartini sejati itu, hanya sama di masyarakat saja, saat kembali ke rumah, tetap harus menjalani kodratnya sebagai seorang ibu dan istri.

“Kalau soal genre menurut saya sudah setara sekali, seluruh pekerjaan saat ini sudah bisa dilakukan oleh wanita. Hanya saja Kartini saat ini menurut saya adalah yang melek teknologi, bisa mendatangkan income tetapi tidak lupa akan kodratnya,” ungkap pengagum Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti itu.*k23

Komentar