nusabali

Jika Dilanggar, Kena Sanksi Adat

  • www.nusabali.com-jika-dilanggar-kena-sanksi-adat

Beredar Hasil Paruman Memenangkan Satu Jalur

GIANYAR, NusaBali

Bersamaan dengan coblosan Pemilu 2019 di kawasan Gianyar, Rabu (17/4), beredar hasil paruman Desa Pakraman Badung, Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, yang isinya sepakat memenangkan partai satu jalur. Hasil paruman tertulis yang beredar melalui facebook dan WhatsApp tersebut berisi ancaman di mana bagi krama yang melanggar kesepakatan, akan dikenakan sanksi adat berupa bayar peturunan (iuran) pembangunn sebesar Rp 7,5 juta.

Dalam paruman yang digelar di Bale Banjar Bandung, 4 April 2019, dituangkan kesepakatan untuk memenangkan Capres-Cawapres nomor urut 1, serta tiga orang caleg PDIP asal Gianyar untuk level berbeda (DPRD Gianyar, DPRD Bali, DPR RI Dapil Bali). Hasil paruman tersebut ditandatangani oleh Penyarikan Dersa Pakraman Bandung AA G Putra Suweta SPd, Kelihan Dinas I Made Suyantara, Kelihan Adat I Ketut Murkiasa, dan Bendesa I Wayan Darmika.

Betulkah? Saat dikonfirmasi NusaBali, Rabu kemarin, Kelian Dinas Banjar Badung, Desa Melinggih, I Made Suyantara, mengakui bahwa ada kesepakatan untuk mendukung satu warna dalam Pemilu 2019. Namun, kata Suyantara, tidak ada denda dan tekanan berupa ancaman sanksi Rp 7,5 juta bagi krama yang melanggar kesepakatan.

Menurut Suyantara, nominal Rp 7,5 juta tersebut hanya sebagai perbandingan terkait biaya pembangunan Pura Prajapati, Desa Pakraman Badung yang jebol, 12 Januari 2019 lalu. "Kalau dihitung biaya, jika kena peturunan, per krama adat bayar Rp 7,5 juta," ujar Suyantara.

Pura Prajapati yang merupakan bagian dari Pura Dalem, Desa Pakraman Badung sebelumnya jebol ke jurang, 12 Januari 2019 lalu. Seluruh palinggih hingga tembok penyengker pura ambruk tak tersisa.

Sebulan kemudian, 17 Februari 2019, Pemkab Gianyar gelontor dana bansos sebesar Rp 1 miliar untuk rehab Pura Prajapati tersebut. Bantuan diserahkan langsung oleh Bupati Gianyar Made Agus Mahayastra kepada Bendesa Pakraman Badung, I Wayan Darmika, di lokasi Pura Prajapati yang ambruk dengan disaksikan oleh tokoh masyarakat setempat.

Sementara itu, Bupati Gianyar Made Agus Mahayastra mengatakan bahwa kesepakatan mendukung satu jalur itu merupakan bagian dari demokrasi. "Itu memang harus dihormati. Namun, tidak boleh ada penekanan," jelas Bupati Ahus Mahayastra saat nyoblos Pemilu 2019 di kampung halamannya di Desa Melinggih, Rabu kemarin.

Menurut Agus Mahayastra, kesepakatan mendukung warna (parpol) tertentu wajar-wajar saja. "Yang tidak boleh itu memaksa dan menekan," ujar Bupati yang juga menjabat Ketua DPC PDIP Gianyar ini.

Terkait hasil paruman Desa Pakraman Badung yang jelas-jelas secara tertulis berisi tekanan berupa sanksi adat, menurut Mahayastra, itu hoax. "Hoax itu, tidak ada itu. Di semua banjar ada kesepakatan. Saat simakrama, caleg datang, mereka sepakat. Kesepakatan itu hal wajar terjadi di mana-mana," tandas Mahayastra.

Dia kembali menegaskan, tak ada sanksi adat berupa denda Rp 7,5 juta bagi krama Desa Pakraman Badung yang langgar kesepakatan. "Tidak ada denda, itu hoax. Denda diatur di awig-awig, yakni Rp 10.000, Rp 30.000. Nggak ada denda diatur Rp 7,5 juta," tegas Bupati yang juga mantan Ketua DPRD Gianyar 2004-2009, 2009-2013 ini.

Dikonfirmasi NusaBali terpisah, Rabu kemarin, Ketua Bawaslu Gianyar I Wayan Hartawan mengaku sudah mendengar informasi soal beredarnya hasilo paruman berisi sanksi adat Rp 7,5 juta ini. "Sedang kita tanya tokoh-tokoh setempat (Desa Pakraman Badung) untuk memastikan kebenaran surat tersebut," jelas Wayan Hartawan. *nvi

Komentar