nusabali

MUTIARA WEDA : Bagaimana Memilih Pemimpin?

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-bagaimana-memilih-pemimpin

Saringlah amrta meski ada dalam racun, ambillah emas meskipun dalam kotoran, pelajari ilmu kesadaran diri walaupun dari anak kecil, demikian juga nikahilah wanita yang berkelakuan mulia meskipun dari keluarga hina.

Visadapyamrtam grahyam amedhyadapi kancanam,

Nicadapyuttaman vidyam stri ratnam duskuladapi.
(Canakya Nitisastra, I: 16)


MENURUT Hindu, kualitas orang ditentukan oleh pancaran kemuliaan yang ada pada dirinya dan bukan sama sekali oleh penampilannya. Uniknya, kualitas tersebut tidak memerlukan pengakuan, karena dirinya adalah nilai itu sendiri. Segala ekspresi yang dihadirkan apakah dalam bentuk perkataan, tindakan, perilaku, dedikasi, dan yang lainnya tidak meminta pengakuan. Mengapa? Karena dengan kualitas tersebut, diri orang itu telah merasa konten, senantiasa puas (santosa). Ia tidak memerlukan testimony atas semua tindakannya. Ia tidak pernah disibukkan dengan citra atas dirinya. Apapun nilai orang ia tidak peduli. Ia tidak pernah kehilangan rasa puasnya jika dinilai negatif, juga tidak akan bertambah puas jika dinilai positif. Dirinya telah siap dengan sandangan apapun yang diberikan orang kepadanya.

Berbeda halnya dengan orang yang kebaikannya bersifat politis, ia akan senantiasa memasang mata-mata dan bertanya mengenai tanggapan orang lain tentang dirinya. Sekecil apapun yang dilakukannya memerlukan testimony dari orang lain. Harapannya adalah apa yang dinyatakan orang lain adalah baik. Demikian seterusnya kehidupan mereka digantungkan pada tanggapan orang. Masalahnya, sebagian besar orang saat ini mengharapkan testimony atas dirinya. Orang seolah kehilangan rasa percaya dirinya dan takut kalau ada orang lain mengatakan jelek padanya. Dan ini, di antara mereka sudah saling memahami, sehingga mereka akan berlomba untuk memuji walaupun sesuatu itu tidak layak mendapat pujian. Bahkan saat ini, kemampuan untuk memuji orang di atas panggung merupakan sebuah seni. Ada ilmu khusus yang harus dipelajari untuk itu. Bahkan, orang saking mahirnya memuji, meskipun dia ingin menghina, tetapi dengan seni itu, hinaan tersebut terdengar seperti pujian, dan orang yang dihina menyukainya.  

Jadi, karena ingin dipuji dan dimuliakan, mereka sangat memperhatikan citra dirinya di depan orang. Perilaku, penampilan, kata-kata, gesture, dan yang sejenisnya sangat diperhatikan hanya karena masalah citra. Dan, pencitraan ini menjadi sangat vital ketika mereka ingin jadi pemimpin atau mejadi wakil rakyat. Bahkan citra lebih penting ketimbang kebenaran isinya. Orang bilang ‘nggak penting isinya yang penting covernya’. Orang lebih banyak membeli barang oleh karena pembungkusnya, bukan karena isinya. Orang lebih senang dengan pembungkusnya dibandingkan isinya. Inilah pragmatisme yang tidak bisa ditolak oleh siapa pun, bahkan oleh mereka yang menentang pandangan ini.

Namun, jika berkaca pada teks di atas, dalam beberapa hal prinsip, pemikiran pragmatis mestinya dinomorduakan untuk sementara. Seperti misalnya dalam pesta demokrasi ini. Memilih pemimpin itu ibarat memilih pasangan hidup. Jika salah pilih, maka selamanya menderita. Memilih pasangan tidak cukup dari pencitraan. Tampil baik dan cantik di permukaan belum cukup untuk menyatakan bahwa dia cocok, sebab sesaat setelah disahkan semua belangnya akan kelihatan. Maka dari itu, memilih pemimpin juga tidak cukup hanya dari penampilannya. Ada banyak yang harus dipertimbangkan. Mengapa? Keberlangsunan negara bangsa yang besar dan beranekaragam ini akan tetap terjamin jika pemimpin yang terpilih tepat. Jika tidak, tentu mereka yang anti kebhinekaan akan mendapat kesempatan untuk tampil dan memanfaatkan pemimpin yang oportunis ini untuk menyuburkan ideologinya dan, tidak tertutup kemungkinan dapat menamatkan ideologi Pancasila yang selama ini secara susah payah dipertahankan. Apa jadinya jika ideologi Pancasila tamat? Dipastikan kebhinekaan yang terangkai selama ini akan tercerai berai. Oleh karena itu, sangat baik kalau berkaca dari teks di atas.

Emas adalah tetap emas meskipun ada dalam lumpur. Perjuangkan itu dan ambil itu karena menguntungkan bagi semua. Amrita akan tetap menyajikan keberkahan walaupun itu dalam racun. Wanita yang berhati mulia layak diperjuangkan untuk dijadikan istri meskipun ia lahir dari keturunan yang tidak jelas citranya. Sangat baik berpikir idealis sebentar saja dan menaruh untuk sesaat pikiran pragmatis oportunis demi nusantara jaya. Bagaimana caranya? Nurani mengerti itu. *

I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta

Komentar