nusabali

Kejari Denpasar Ambil Alih Kasus

  • www.nusabali.com-kejari-denpasar-ambil-alih-kasus

Dugaan Korupsi APBDes Dauh Puri Kelod

DENPASAR, NusaBali

Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Denpasar mengambil alih dan mulai melakukan Puldata (Pengumpulan Data) dan Pulbaket (Pemgumpulan Data) terkait kasus dugaan korupsi dana APBDes Desa Dauh Puri Kelod, Denpasar Barat senilai Rp 900 juta.

“Kasus ini sudah resmi dilimpahkan dari Pidsus Kejati Bali ke Pidsus Kejari Denpasar. Sekarang masih proses Pulbaket dan Puldata,” tegas Kasi Intel dan Humas Kejari Denpasar, Agus Sastrawan, Senin (15/4). Dijelaskannya, saat ini pihaknya masih fokus melakukan Pulbaket dan Puldata di instansi terkait. Selain itu juga mempelajari hasil LHP dari Inspektorat Kota Denpasar. Namun Agus tidak bisa memastikan kapan Pulbaket dan Puldata ini selesai. “Nanti akan kami informasi lagi perkembangannya,” tegas Agus.

Kasus dugaan korupsi ini pertama kali dibongkar seorang warga yang juga aktivis, I Nyoman Mardika. Dugaan kasus yang sudah ditangani Kejati Bali ini diduga ada penyelewengan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) sebesar Rp 1 miliar lebih.

Dugaan penyelewengan muncul ketika selisihnya antara SILPA APBDes Dauh Puri Kelod tahun 2017 sebesar Rp 1,95 miliar berbeda dengan dana yang masih dipegang oleh mantan Perbekel, I Gusti Made WN dan bendahara serta kaur keuangan.

Dari jumlah tersebut uang yang masih berada di tangan bendahara desa sebesar Rp 877 juta, dipegang I Gusti Made WN Rp 8,5 juta dan di tangan kaur keuangan sebesar Rp 102,82 juta. "Dari Silpa tersebut ada uang Rp 1 miliar lebih yang tidak jelas keberadaannya,” ujar Mardika yang didampingi tim hukumnya dari Yayasan Manikaya Kauci yang dikoordinir Ketut Bakuh.

Dugaan penyelewenangan ini sudah sempat dilaporkan ke Wakil Walikota Denpasar, IGN Jaya Negara pada Agustus 2017 lalu. Oleh Jaya Negara, laporan ini diserahkan ke Inspektorat Kota Denpasar yang langsung melakukan penelusuran. Hasilnya, ditemukan adanya  selisih Antara SILPA dan uang yang berada di tangan bendahara. Temuan ini lalu dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

“Jadi sudah ada hasil resmi dari Inspektorat,” tegasnya. Sesuai ketentuan perundang-undangan paling lama dua bulan atau 60 hari kerja Inspektorat wajib melaporkan temuan tersebut kepada penegak hukum. Namun, setelah 5 bulan berlalu tidak ada tindak lanjut dari Inspektorat Kota Denpasar. “Karena tidak ada tindak lanjut dari Inspektorat maka kami berinisiatif melaporkannya ke Kejati Bali,” jelas Mardika saat itu. *rez

Komentar