nusabali

Desa Adat Nongan Hidupkan Tari Rejang Pala

  • www.nusabali.com-desa-adat-nongan-hidupkan-tari-rejang-pala

Di Desa Adat Nongan, Kecamatan Rendang, Karangasem, terdapat salah satu tarian rejang, bernama Tari Rejang Pala.

AMLAPURA, NusaBali

Tarian sakral ini kembali dihidupkan krama setempat, setelah terkubur sejak tahun 1917 atau 102 tahun silam. Melalui kerja keras Bendesa Adat Nongan I Gusti Ngurah Wiranata bersama krama setempat, sejak tahun 2017 melakukan rekonstruksi Tari Rejang Pala. Rekonstruksi dibantu dosen dari ISI (Institut Seni Indonesia) Denpasar, Ida Ayu Ani sebagai penata tari, dan Jro Mangku Yoganata sebagai penata tabuh.

Seratusan remaja putrid desa menjalani latihan. Selanjutnya, pakaian dan gelung tarian direkonstruksi hingga Tari Rejang Pala pertama kali dapat dipentaskan pada puncak Usaba Dalem. Saat itu, Ida Bhatara memasar di Pura Pesamuan Agung di Pasar Desa Nongan, Banjar/Desa Nongan, Kecamatan Rendang, Karangasem, Soma Pon Ugu, Senin (8/4).

Penari yang ikut ngayah berasal dari 13 banjar adat yakni Manggaan, Ambengan, Pande, Bujaga, Nongan Kaler, Bucu, Bukian, Sekar, Sigar, Tengah, Saren Kaler, Saren Tengah, dan Saren Kelod. Tiap banjar diminta Bendesa Adat Nongan I Gusti Ngurah Wiranata, mengeluarkan lima  penari. Namun yang ingin ngayah menari membeludak sehingga seratusan penari bisa berbaris rapi menari di jalan raya.

Busana tarian ini unik, berbeda dengan penari rejang pada umumnya. Terutama di bagian gelung, dihias aneka buah-buah (pala) lokal. Hiasan berupa buah-buahan inilah menjadikan tari rejang ini disebut Rejang Pala. Buah ini melambangkan sarwa prani (ragam kehidupan), anugerah kehidupan dari Sang Maha Pemurah.

Persembahan atau yadnya yang berisi buah-buah lokal itu juga bermakna sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah kemakmuran dari Ida Sanghyang Widhi. Tujuannya, agar di kemudian hari kembali dianugerahi kemakmuran dam kesejahteraan yang berkelanjutan. Sehingga terjadi siklus kehidupan yang harmoni.

Jika selama ini, umat manusia hanya memohon dari Sang Maha Pemurah, tanpa diimbangi dengan yadnya, bertanam, disertai upacara, dan persembahan, hal itu bukanlah merupakan bagian dari siklus kehidupan. Yadnya ini pula sesuai konsep Tri Hita Karana, terutama hubungan antara umat manusia dengan Tuhan. Sebab, Sang Maha Pencipta telah memikirkan, menciptakan kemakmuran alam, yang cukup untuk semua umat manusia di bumi ini.

Gerak tari juga sederhana, namun sarat aura taksu. Meski demikian diupayakan para penarinya selalu ada secara turun temurun.

I Gusti Ngurah Wiranata menambahkan, unsur seni pada tarian rejang ini tak lepas dari konsep, satyam, siwam, dan sundaram (kebenaran, kesucian dan keindahan). Dari tataran Siwam,  tarian ini mencerminkan spirit kesucian, terutama dalam gerak tari agar sepenuh hati, seirama dengan jiwa raga. Sedangkan Sundaram yakni keindahan, agar tari dibawakan selalu terlihat indah, dan mengagumkan untuk setiap yang memandang. "Kami merasa bangga dan terharu, atas keberhasilan rekonstruksi Tari Rejang Pala. Sehingga bisa kami saksikan langsung saat dipentaskan bertepatan puncak Usaba Dalem. Kami akan tetap jaga dan kami lestarikan, ini merupakan aset desa yang tak ternilai," jelas I Gusti Ngurah Wiranata. Ia mengaku, sebelumnya hanya mendengar cerita adanya Tari Rejang Pala yang dipentaskan terakhir tahun 1917.

Selama ini di Bali ini terdapat beberapa jenis tari rejang antara lain Rejang Renteng, Ayodpadi, Galuh, Dewa, Haja, Negara, Palak, Mebingin, dan Mekitut. *nant

Komentar