nusabali

Ditangkap, Ketua Kadin Cokot Sandoz

  • www.nusabali.com-ditangkap-ketua-kadin-cokot-sandoz

Sebelum dijebloskan ke tahanan Polda Bali, AA Ngurah Alit Wiraputra ungkap 50 persen dari dana Rp 16 miliar mengalir ke Putu Sandoz

Alit Wiraputra Dijuk Terkait Kasus Penipuan Perizinan Proyek di Benoa


DENPASAR, NusaBali
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bali 2015-2020, AA Ngurah Alit Wiraputra, ditangkap Tim Resmob Dit Reskrimum Polda Bali di Jakarta, Kamis (11/4). Pengusaha yang juga caleg DPR RI dari Gerindra Dapil Bali ini ditangkap sebagai tersangka kasus dugaan penipuan perizinan pengembangan kawasan Pelindo III di Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan tahun 2012. Setelah ditangkap, Alit Wiraputra justru cokot nama anak Gubernur Bali (2008-2018) Made Mangku Pastika, Putu Sandoz.

Alit Wiraputra ditangkap Tim Polda Bali di Hotel Belligio Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis dinihari. Selanjutnya, politisi-pengusaha asal Banjar Tuka, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung ini diterbangkan ke Bali menggunakan pesawat City Link, Kamis pagi pukul 07.30 Wita. Setibanya di Mapolda Bali, Jalan WR Supratma Denpasar pukul 11.35 Wita, tersangka dia langsung menjalani pemeriksaan. Sorenya pukul 15.30 Wita, politisi Gerindra ini dijebloskan ke sel tahanan Polda Bali dengan mengenakan baju tahanan warna oranye.

Dir Reskrimum Polda Bali, Kombes Pol Andi Fairan, mengatakan tersangka Alit Wiraputra ditangkap karena ada indikasi hendak melarikan diri. Alit Wiraputra ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan penipuan yang dilaporkan Sutrisno Lukito Disastro, berdasakan hasil pemeriksaan dan bukti-bukti. Penyidik Polda Bali pun kemabali memanggilnya untuk diperiksa selaku tersangka, Selasa (9/4), namun yanng bersangkutan mangkir.

Sehari kemudian, Rabu (10/4), tersangka mengirimkan surat yang intinya meminta waktu pemeriksaan ditunda sampai 18 April 2019 mendatang. Tapi, dalam permohonan itu tersangka tak menyertakan alasan yang masuk akal. “Setelah kami monitor, ternyata dia sudah terbang ke Jakarta, Senin (8/14) malam pukul 21.00 Wita. Kami melihat yang bersangkutan ada indikasi melarikan diri. Akhirnya, saya keluarkan surat perintah penangkapan,” jelas Kombes Andi yang didamping Kabag Humas Polda Bali, Kombes Pol Hengky Widjaja, dalam keterangan pers di Mapolda Bali, Jalan WR Supratman Denpasar, Kamis sore.

Kasus dugaan penipuan perizinan pengembangan Pelindo III Pelabuhan Benoa yang menyeret Ketua Kadin Bali sebagai tersangka ini berawal Januari 2012 silam. Saat itu, tersangka Alit Wiraputra bekerjasama dengan pelapor Sutrisno Lukito Disastro. Keduanya sepakat untuk melakukan lobi kerjasama dengan Pelindo III dalam proyek pengembangan dan pembangunan kawasan Pelabuhan Benoa. Pelapor Sutrisno adalah pengembang selaku pemilik dana, sementara tersangka bekerjasama dalam rangka proses mengurus perizinan di Pemprov Bali.

Keduanya sepakat untuk membuat sebuah perusahaan yang diberi nama PT Bangun Segitiga Mas (BSM). Perusahaan ini rencananya akan kerja sama dengan PT Pelindo III dalam pengembangan Pelabuhan Benoa. Untuk memeluskan kerja sama tersebut, ada langkah-langkah yang dilalui, seperti membuat draft kerja sama, mengurus audiensi dan izin-izin dengan Gubernur, mengurus rekomendasi dari Gubernur, dan mengurus izin prinsip dari Gubernur. Semua ini dilakukan oleh tersangka.

Dalam kerja sama ini, antara korban (pelapor) dan tersangka bikin kesepakatan, di mana korban mengeluarkan biaya operasional sebesar Rp 30 miliar. Dana itu direncanakan untuk pengurusan sampai izin persetujuan prinsip dari Gubernur Bali keluar. Dari dana Rp 30 miliar itu, sebesar Rp 16 miliar telah dicairkan dalam dua kali tahapan. Pertama, sebesar Rp 6 miliar yang rencananya digunakan tersangka untuk audiensi dengan Gubernur dan Wagub. Tahap kedua, pelapor kembali mengucurkan dana sebesar Rp 10 miliar. Uang itu, sesuai kesepakatan, rencananya digunakan untuk mendapatkan rekomendasi dari Gubernur.

"Yang jadi masalah, setelah (tersangka) menerima dana Rp 16 miliar, izin rekomendasi dari Gubernur Bali tidak keluar,” ujar Kombes Andi. Kasus ini pun akhirnya dilaporkan korban Sutrisno ke polisi, 28 April 2018.

Selain memeriksa saksi-saksi, penyidik Polda Bali juga meminta keterangan pihak Pelindo III. Ternyata, Pelindo III tidak pernah bekerja sama dengan pe-ngembang. Pelindo III tidak pernah mengeluarkan tender apa pun, karena mereka hanya menjadi tempat pengembangan, sementara proyeknya ada di Kementrian Perhubungan RI.

Jadi, kami melihat di situlah proses penipuannya. Seakan-akan bisa bekerja sama dengan Pelindo III. Padahal, Pelindo III tidak mau bekerja sama dengan pihak ketiga. Buktinya, pengembangan Pelabuhan Benoa kini telah berjalan,” beber Kombes Andi.

Dari hasil pemeriksaan, lanjut Kombes Andi, tersangka Alit Wiraputra mengakui dana sebesar Rp 16 miliar itu mengalir kepada tiga orang lainnya. Mereka masing-masing berinisial S, J, dan C, ketiganya merupakan saksi dalam perkara ini. Dari uang sebesar Rp 16 miliar itu, tersangka mengaku hanya mendapatkan Rp 2 miliar saja.

Sedangkan saksi S disebut mendapat aliran dana Rp 7,5 miliar plus 80.000 dolar AS. Uang sebesar itu untuk memberikan saran, petunjuk, dan arahan tentang pihak mana saja yang berkompeten dalam pengurusan perizinan. Sedangkan saksi C mendapat menadapat aliran dana Rp 4,6 miliar, sementara saksi J kecipratan Rp 1,1 miliar.

Saksi C disebut berperan untuk menyiapkan semua gambar dalam pelebaran Pelabuahn Benoa. Sebaliknya, saksi J berperan menyiapkan segala legalitas. Misalnya, mengajukan surat ke Pemprov Bali, Bappeda Bali, dan DPRD Bali Bahkan, DPRD Bali sudah mengeluarkan surat persetujuan. Namun, rekomendasi Gubernur yang tidak keluar. “Itu pengakuan tersangka, kami akan terus dalami,” tandas Kombes Andi.

Sementara itu, tersangka AA Ngurah Alit Wiraputra bersuara lantang sesaat sebelum dijebloskan ke sel tahanan Polda Bali, Kamis sore pukul 15.30 Wita. Alit Wiraputra mengaku perkara ini sebenarnya diatur oleh anak Gubernur Mangku Pastika, Putu Sandoz (saksi yang disebut berinisial S), Made Jayantara (saksi beriinisial J), dan Candra Wijaya (saksi berinisial C).

Menurut tersangka, 50 persen dari uang Rp 16 miliar yang diterimanya diberikan untuk Sandos. “Ya, 50 persen dari uang itu untuk Sandoz yang saya kenal saat itu adalah putra Gubernur Bali. Sisanya untuk kami bertiga (Alit Wiraputra, Jayantara, dan Candra Wijaya, Red),” tegas Alit Wiraputra sembari meminta petugas yang menggiringnya ke sel tahanan untuk berhenti sejenak.

Alit Wiraputra mengakui, awalnya perjanjian itu antara korban Sutrisno Lukito Disastro dan Sandoz. “Kemudian, saya diminta untuk menggantikan Sandoz. Dia saat itu adalah putra gubernur yang berkuasa,” papar Alit Wiraputra.

Pada bagian lain, Alit Wiraputra membantah dirinya ke Jakarta hendak melarikan diri. Dia mengaku ke Jakarta ada urusan pribadinya. “Saya berencana pulang besok (hari ini) guna menghadiri pemeriksaan di Polda Bali. Siapa bilang saya hendak melarikan diri?” katanya. *pol

Komentar