nusabali

Dibuat di Zaman Raja Jayapangus, Prasasti Kelandis Sempat Hilang

  • www.nusabali.com-dibuat-di-zaman-raja-jayapangus-prasasti-kelandis-sempat-hilang

Berdasarkan hasil bedah kemarin, Prasasti Kelandis berisi hal yang berkaitan dengan kewajiban bayar pajak. Disebutkan, (Desa) Pakuan wajib membayar satu bagian, sementara (Desa) Bengkala membayar dua bagian

Prasasti Desa Pakraman Kelandis, Kecamatan Kubutambahan Dibedah Tim Arkeologi dan Peneliti Unud

SINGARAJA, NusaBali
Prasasti milik krama Desa Pakraman Kelandis, Desa Pakisan, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng dibedah oleh tim Balai Arkeologi Denpasar bersama peneliti dari Universitas Udayana (Unud), Sealsa (26/3). Prasasti beraksara Jawa Kuno yang terbuat dari lempengan tembaga ini sebelumnya sempat dicuri bromocorah, hingga ditemukan kembali di kawasan Bondowoso, Jawa Timur.

Selama ini, Prasasti Kelandis yang amat dikeramatkan oleh krama Desa Pakraman Kelandis tersebut belum diketahui secara pasti apa isinya. Menurut Kelian Desa Pakraman Kelandis, Wayan Sadra, 56, krama setempat sejauh ini hanya tahu prasasti yang diwarisi dari leluhur ini ini harus dikeramatkan secara turun temurun.

Wayan Sadra menyatakan, tidak ada catatan kapan pastinya prasasti berbahan  tembaga dengan ukuran panjang 40,5 cm dan lebar 7,5 cm ini ditemukan oleh leluhurnya. Namun, berdasarkan cerita yang diwarisi secara turun temurun, prasati yang kini berjumlah tiga lempengan logan tersebut dulunya ditemukan di tengah hutan kawasan Desa Pakraman Kelandis.

“Katanya dulu prasasti ini ditemukan di tengah hutan, kemudian disimpan di gook batu (goa batu) kawasan Pura Maspait. Tapi, saat piodalan di Pura Desa pada

Purnamaning Kapat, prasasti tersebut dibawa ke sini (Pura Desa) untuk ditunas  wangsuhannya. Beberapa lama kemudian, barulah dibuatkan gedong penyimpenan di sini,” ungkap Wayan Sadra di sela acara bedah prasasti yang digelar di Pura Desa Pakraman Kelandis, Selasa kemarin.

Wayan Sadra menyebutkan, selama ini krama Desa Pakraman Kelandis  memperlakukan tiga lempengan prasasti tersebut layaknya pusaka keramat. Prasasti Kedlandis disimpan di Gedong Simpen Pura Desa. Prasatsi diturunkan untuk dibersihkan setahun sekali saat piodalan di Pura Desa Pakraman Kelandis pada Purnamaning Kapat. “Air wangsuhan prasasti kemudian dipercikkan kepada seluruh krama desa, sebagai penganugerahan,” tandas Sadra.

Menurut Sadra, Prasasti Kelandis pernah hilang dicuri bromocorah sekitar tahun 2002. Yang mencuri seorang bromocorah asal Desa Satra, Kecamatan Kintamani, Bangli yang biasa jualan es di Desa Pakraman Kelandis. Setelah menghilang  selama 6 bulan, prasasti yang dikeramatkan ini akhirnya ditemukan di Bondowoso, Jawa Timur. “Syukurlah, prasasti yang hilang aklhirnya ditemukan di Situbondo,” beber Sadra.

Disebutkan, setelah prasasti hilang, krama Desa Pakraman Kelandis mendapat  petunjuk niskala melalui prosesi ritual nunas raos. Sesuai petunjuk niskala yang diperoleh melalui perantara jero balian tersebut, seluruh krama harus meyakini prasasti tersebut sebagai milik desa dan dipercaya akan kembali dengan sendirinya.

Ajaib, tak lama berselang, keberadaan prasasti milik Desa Pakraman Kelandis  tersebut terdeteksi di kawasan Bondowoso. Prasasti keramat ini pun dijemput ke Bondowso dan berhasil dibawa pulang tanpa melalui perlawanan dari orang yang menyimpannya. “Tidak tahu juga, kenapa langsung dikasi kembali oleh orang yang menyimpannya. Entah karena orangnya kesakitan atau bagaimana?” katanya.

Prasasti Kelandis, kata Sadra, dibawa pulang dari Bondowoso berselang 6 bulan pasca hilang. Setelah 17 tahun berlalu pasca kembali, tim Balai Arkeologi

Denpasar dan peneliti Unud terjun untuk membedah Prasasti Kelandis ini di Pura Desa Pakraman Kelandis. Sadra mengatakan, dengan diketahuinya isi pasti prasasti yang disungsung selama ini, maka krama setempat akan lebih termotivasi untuk menjaga dan melestarikan warisan leluhur.

Proses bedah (pembacaan) isi prasasti di Pura Desa Pakraman Kelandis, Selasa  kemarin, berlangsung sejak pagi pukul 09.00 Wita hingga siang sekitar pukul 14.00 Wita. Diawali dengan upacara atur piuning dan persembahyangan yang dipimpin langsung Bendesa Pakraman Kelandis, Wayan Sadra, didampingi sejumlah pamangku Kahyangan Desa.

Proses pembacaan prasasti kemarin dihadiri pula Penyarikan Desa Pakraman  Bengkala, Kecamatan Kubutambahan, Ketut Darpa. Kehadiran Bendesa Bengkala ini untuk mengetahui sejauh mana kaitan prasasti milik Desa Pakraman Kelandis secara historis dengan Desa Bengkala. Selain Bendesa Bengkala, kagiatan baca prasasti kemarin juga disaksikan Kasi Permuseuman dan Kepurbakalaan Dinas Kebudayaan Buleleng, Kadek Widiastra. Saat dikeluarkan dari Gedong Simpen di Utama Mandala Pura Desa Pakraman

Kelandis, tiga lempengan prasasti berbahan tembaga ini terbungkus kain putih kuning dan beralaskan sebuah nampan kuno, yang juga terbuat dari tembaga  sebagai dasar. Sebelum dibaca, prasasti lebih dulu dipersihkan dengan jeruk nipis, karena sudah dalam kondisi berjamur. Koordinator Peneliti Balai Arkeologi Denpasar, Nyoman Sunarya, mengatakan  setelah dibaca sepintas, prasasti beraksara Jawa Kuno itu dipastikan dibuat pada masa Kerajaan Bali Dwipa dipimpin Raja Sri Aji Jaya Pangus 1178-1181 Masehi. Hanya saja, tiga lempengan prasasti yang dibaca kemarin sudah dalam kondisi  tidak lengkap. Tiga lempengen prasasti itu disebut halaman 5, 6, 7 dari sebuah rangkaian prasasti.

Tiga bagian prasasti itu kemudian ditimbang. Prasasti halaman 5 memiliki berat 450 gram, halaman 6 dengan berat 470 gram, dan halaman 7 dengan berat 455 gram. Menurut Nyoman Sunarya, secara umum dalam prasasti yang tidak lengkap itu menjelaskan tentang sistem pembayaran pajak untuk Desa Bengkala dan Desa Pakuan yang kini bernama Desa Pakisan.

“Desa Pakuan itu memekarkan diri dari Desa Bengkala, yang dulunya bersatu. Isi prasati berkaitan dengan kewajiban pajak yang dibayar. Di sana disebutkan Pakuan membayar satu bagian, Bengkala membayar dua bagian. Namun, atas dasar pertimbangan luas wilayah atau apa, tidak dijelaskan. Hany tertera kewajiban mereka seperti itu,” papar Sunarya.

Selain itu, kata Sunarya, juga tersurat jelas tentang batas wilayah Pakuan, serta pembagian waris yang menyangkut tatanan kehidupan masyarakat Kelandis di Pakisan. Jika mengacu penelitian yang dilakukan Dr Brandes, peneliti asal Belanda tahun 1885 atas Prasasti Kelandis, Sunarya menyakini ada bagian yang hilang. Berdasar hasil penelitian Dr Brander saat itu, masih ada penjelasan soal halaman kedua Prasati Kelandis. Juga masih ada halaman 1, 3, dan 4 yang hingga kini belum ditemukan keberadaannya. *k23

Komentar