nusabali

Sejumlah Rumah Hancur, Badan Jalan Putus Tergerus Air Laut

  • www.nusabali.com-sejumlah-rumah-hancur-badan-jalan-putus-tergerus-air-laut

Dua rumah terakhir yang hancur diterjang ombak besar di pesisir Pantai Pebuahan, masing-masing milik keluarga Mujayani, 50, dan keluarga Balilah, 40. Beruntung, pemilik rumah selamat dari maut karena sudah lebih dulu mengosongkan rumahnya

Pesisir Pantai Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara Kembali Diamuk Ombak Besar


NEGARA, NusaBali
Bencana ombak besar kembali mengamuk di pesisir Pantai Pebuahan, Banjar Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Jembrana, sejak Jumat (22/3) hingga Minggu (24/3). Akibatnya, sejumlah rumah milik warga hancur, hingga pemiliknya harus mengungsi ke tempat aman. Selain itu, badan jalan juga putus karena tergerus air laut.

Kawasan pesisir Pantai Pebuahan, desa Banyubiru sebetulnya sudah sejak lama mengalami abrasi parah, karena terus menerus dihantam gelombang pasang. Sejumlah rumah di sisi selatan jalan yang sudah mepet dengan titik abrasi, pun sengaja dibongkar pemiliknya untuk dipindahkan ke tempat lain. Begitu juga rumah makan lesehan khas ikan bakar Pebuahan yang dulunya berjejer di sisi selatan jalan, kini sudah hancur terkena abrasi hingga terpaksa ditutup.

Kondisi di pesisir Pantai Pebuahan semakin porakporanda setelah kembali diamuk ombak besar dalam kurun tiga hari terakhir. Selain sejumlah rumah hancur, badan jalan di seblah timur kawasan pemukiman warga juga sudah putus total sepanjang 10 meter. Padahal, beberapa bulan sebelumnya badan jalan ini masih tampak tersisa setengahnya.

Pantauan NusaBali, Minggu kemarin, sejumlah pengendara motor terpaksa harus melintas di sela-sela pekarangan rumah warga. Itu pun, mereka harus melintas ekstra hati-hati agar tidak terperosok di titik jalan yang putus total tersebut. “Sebenarnya memang lebih aman lewat jalan di barat. Cuma, karena harus memutar, ya terpaksa lewat sini (sela-sela pekarangan rumah warga, Red),” ujar salah seorang pengendara kepada NusaBali di Pantai Pebuahan kemarin.

Menurut kesaksian sejumlah warga, ombak besar yang semakin memporakporandakan kawasan pesisir Pantai Pebuahan mengamuk lagi sejak Jumat lalu. Warga setempat pun cemas, apalagi jika terjadi ombak besar di malam hari. Itu sebabnya, warga tak berani tidur malam. Mereka yang bergegas mengamankan barang-barang di dalam rumah, agar tidak terendam air laut.

“Sabtu malam ombak sempat kembali besar. Ya, kami tidak bisa tidur. Terus, tadi siang (kemarin) yang paling parah. Ombak besar berkecamuk sejak pukul 12.00 Wita sampai pukul 13.00 Wita, hingga nyaris menerjang rumah-rumah yang ada di sebelah timur jalan,” ungkap seorang warga pesisir Pantai Pebuahan, Suwarno, 51.

Sementara itu, Kelian Banjar Pebuahan, Kanzan, mengatakan ombak besar yang kembali mengamuk sejak tiga hari terakhir, membuat dua rumah warga pesisir hancur. Kedua rumah tersebut dipastikan tidak bisa ditempati lagi itu, hingga pemiliknya harus mengungsi.

Kedua rumah yang hancur diterjang ombak besar itu, masing-masing milik keluarga Mujayani, 50, dan keluarga Balilah, 40. Beruntung, pemilik rumah selamat dari maut karena sudah lebih dulu mengosongkan rumahnya di pesisir sebelum benar-benar hancur diterjang ombak. Mereka telah mengungsi ke rumah lainnya yang dalam posisi aman di sebelah utara.

“Kalau secara keseluruhan, ada 14 rumah yang terkena dampak ombak besar beberapa hari terakhir. Dari jumlah itu, 2 rumah di antaranya benar-benar hancur. Selain rumah, jalan yang di sebelah timur juga sudah habis tergerus ombak,” papar Kanzan, Minggu kemarin.

Selain menghancurkan rumah warga, beberapa watung makan lesehan di sisi selatan jalan juga porakporanda. Warung-warung makan lesehan di Pantai Pebuahan itu sudah mulai ditinggalkan pemiliknya, yang merasa tidak kuat lagi mengandalkan biaya pribadi untuk menahan gempuran ombak. Sebagian dari mereka memilih pindah membuka usaha di tempat lain.

“Dulu ada sekitar 11 rumah makan lesehan di sini. Tapi, sekarang tinggal hanya 5 warung makan yang masih bertahan. Itu pun, mereka bertahan dengan kondisi tempatnya juga sudah hancur terkena abrasi,” jelas Kanzan.

Menurut Kazan, abrasi di pesisir Pantai Pebuahan semakin parah mulai tahun 2013 lalu, tepatnya sejak reklamasi dan pembangunan revetment di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Desa Pengambengan. Selama itu pula, belum ada penanganan secara maksimal dari pemerintah atas abrasi di pesisir Pantai Pebuahan ini.

Hanya saja, kata dia, pada 2018 lalu sempat dipasang geotextile woven atau semacam karung penahan ombak sepanjang 80 meter yang diujicobakan Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida. “Cuma baru ada uji coba itu saja, sepanjang 80 meter. Sedangkan panjang pantai yang tergerus abrasi di wilayah ini mencapai sekitar 1,5 kilometer. Belum tahu, apakah nanti semua akan dipasangi geotextile woven atau bagaimana,” katanya.

Sebetulnya, menurut Kanzan, sudah ada rencana pemerintah pusat selaku pihak yang berwenang terhadap penangan abrasi pantai, untuk melakukan penanganan abrasi di pesisir Pantai Pebuahan. Hanya saja, sejauh ini masih dipikirkan apakah dilakukan revetment atau menggunakan geotextile woven?

Ketika dilakukan revetment, maka warga yang memiliki bangunan di sisi selatan jalan, harus siap dipindahkan. Sedangkan ketika menggunakan geotextile woven yang pemasangannya di perairan pinggir pantai, tidak harus menggusur warga.

“Beberapa waktu lalu sudah ada rapat koordinasi, setelah peninjauan rombongan Komisi IV DPR RI tahun 2018. Kami berharap nanti ada solusi terbaik, agar abrasi di sini tertangani. Kalau memang warga harus pindah, nanti kami berusaha komunikasikan ke mereka. Intinya, kami masih menunggu kepastian dari pemerintah,” tegas Kanzan. *ode

Komentar