nusabali

Kidang yang Tertangkap Dipendak dengan Gong dan Tarian

  • www.nusabali.com-kidang-yang-tertangkap-dipendak-dengan-gong-dan-tarian

Krama maboros kidang untuk dipakai sarana upacara dalam Karya Ida Batara Turun Kabeh di Pura Puseh Desa Pakraman Padangan pada pada Buda Wage Menail, Rabu lusa

Krama Desa Padangan, Kecamatan Pupuan Gelar Tradisi Maboros Kidang

TABANAN, NusaBali
Krama Desa Pakraman Padangan, Kecamatan Pupuan, Tabanan melaksanakan tradisi maboros kidang (berburu kijang) di Subak Abian Batu Cepaka, Desa Padangan pada Radite Umanis Menail, Minggu (17/3) siang. Kidang yang berhasil ditangkap selanjutnya dibawa ke Pura Puseh Desa Pakraman Padangan, dengan dipendak (disambut) tabuh baleganjur dan tarian.

Ritual maboros kidang ini dilaksanakan sebagai serangkian Karya Ida Batara Turun Kabeh di Pura Puseh Desa Pakraman Padangan, yang puncaknya jatuh tepat Purnamaning Kadasa pada Buda Wage Menail, Rabu (20/3) lusa. Kidang hasil buruan nantinya akan digunakan sebagai sarana kurban.

Anggota Kerta Desa, Desa Pakraman Padangan, I Wayan Wardita, menjelaskan kidang yang diburu dalam ritual maboros ini cukup satu ekor saja, dengan ukuran sedang. Begitu seekor kidang didapatkan, ritual maboros langsung dihentikan, di mana puluhan krama yang ikut serta balik ke Pura Puseh.

Menurut Wayan Wardita, sebelum maboros kidang, krama yang semuanya lanang (laki-laki) lebih dulu matur piunimh sebagai simbolik mohon izin secara niskala di Pura Puseh Desa Pakraman Padangan. Kemudian, krama kembali matur piuning di Pura Subak Abian Batu Cepaka, Desa Padangan. 

Usai matur piuning di Pura Subak Abian Batu Cepaka, barulah dilakukan prosesi maboros kidang yang melibatkan puluhan krama lanang. Mereka lebih dulu membentangkan jaring sepanjang 15 meter dan tinggi 10 meter untuk menjebak kidang. Setelah jaring terpasang, seekor kidang yang menjadi sasaran buruan langsung diarahkan secara beramai-ramai ke lokasi jaring. Proses menjebak kidang ini disebut jaragin. 

"Tadi kami memerlukan waktu sekitar 1,5 jam dari mulai memasang jaring hingga proses jaragin," ungkap Wayan Wardita, yang juga menjabat sebagai Kepala Desa (Perbekel) Padangan.

Wardita mnambahkan, setelah kidang terjebak jaring, hewan tersebut langsung digotong krama beramai-ramai. Sebagai bentuk luapan kegembiraan, kidang yang telah berhasil ditangkap kemudian dipendak oleh krama Desa Pakraman Padangan dengan tabuh baleganjur dan tarian.

Mereka yang menari untuk menyambut kedatangan kidang adalah krama istri (perempuan) yang ngayah majejaitan di Pura Puseh. "Pamendak menggunakan gong dan tarian ini merupakan bentuk luapan kegembiraan, karena ritual meboros kidang membuahkan hasil," jelas Wardita.

Menurut Wardita, kidang yang ditangkap dalam prosesi maboros kemarin nantinya akan disembelih untuk melengkapi sarana upacara dalam pelakanaan Karya Ida Batara Turun Kabeh di Pura Puseh Desa Pakraman Padangan. Sedangkan bagian kepala kidang akan dipakai sarana menari Kincang Kincung sehari setelah Karya Ida Batara Turun Kabeh, yang disebut Lebar Karya, pada Wraspati Kliwon Menail, Kamis (21/3). "Ini kami haturkan sebagai bentuk rasa syukur kepada Ida Batara Sesuhunan yang ada di Desa Pakraman Padangan," tandas Wardita. 

Wardita menyebutkan, persembahan dengan sarana daging kidang hanya dilakukan setiap Karya Ida Batara Turun Kabeh dan Karya Negtegan di Pura Puseh Desa Pakraman Padangan. Jika tidak dapat kidang, bisa diganti daging bebek. Namun, krama setempat tetap berusaha mendapatkan kidang melalui prosesi maboros, karena memang ingin bersungguh-sungguh menghaturkan bakti kepada Ida Batara Sesuhunan. "Kalau mau gampang, kan bisa saja pesan kidang ke pihak tertentu. Tapi, kami tidak mau begitu, tetap memilih melestarikan tradisi maboros kidang ini," papar Wardita.

Disebutkan, tidaklah tertalu sulit mendapatkan kidang dalam prosesi maboros ini. Sebab, populasi kidang cukup banyak di wilayah Kecamatan Pupuan bagian utara, terutama di Desa Padangan, Desa Munduktemu, dan Desa Batungsel. Secara geografis, Kecamatan Pupuanm bagian utara merupakan kawasan pegunungan yang berdekatan dengan Gunung Batukaru. 

Menurut Wardita, biasanya kidang turun dari Gunung Batukaru ke abian (tegalan) milik warga untuk mencari makan. Bahkan, kidang kerap merusak tanaman milik warga, seperti kebun salak. Bukan hanya itu, ada pula kidang kelaparan yang sampai masuk ke rumah warga. "Sekarang lagi musim salak, kidang-kidang itu pasti sedang berburu makanan," papar Wardita. *de

Komentar