nusabali

Ketua Umum PPP Ditangkap KPK

  • www.nusabali.com-ketua-umum-ppp-ditangkap-kpk

Romahurmuziy adalah Ketum PPP kedua yang berurusan dengan KPK setelah Suryadharma Ali. OTT diduga terkait pengisian jabatan di Kemenag.

JAKARTA, NusaBali
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Rommy bersama lima orang lainnya, diamankan KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT) di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (15/3) pagi sekitar pukul 09.00 WIB. Diduga OTT tersebut terkait dengan pengisian jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).

“Dari identifikasi yang sudah kami lakukan diduga terkait dengan pengisian jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) baik di pusat ataupun di daerah,”  kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Jumat kemarin.

Dalam OTT itu, KPK juga mengamankan sejumlah uang dalam pecahan rupiah. “Yang bisa disampaikan saat ini ada uang yang diamankan dalam pecahan rupiah, diduga itu terkait dengan pengisian jabatan di Kementerian. Kementerian ini tidak hanya di Jakarta, tetapi juga jaringan atau struktur Kementerian yang ada di daerah juga,” tambah Febri seperti dilansir Antara.

KPK menduga transaksi haram yang menjadi latar OTT terhadap Rommy bukan pertama kalinya. Namun KPK belum menyebut sudah ada berapa kali transaksi. “Kami duga ini bukan pertama kali,” ucap Febri seperti dilansir detikcom.

Status hukum Ketua Fraksi PPP sekaligus anggota Komisi XI DPR Romahurmuziy dan mereka yang ditangkap masih sebagai terperiksa. KPK memiliki waktu 1 x 24 jam sebelum menentukan status hukum Rommy dkk.

Sementara pihak keluarga Rommy masih berkoordinasi secara internal dan belum memutuskan apakah akan menyiapkan pengacara atau tidak. “Tidak sampai seperti itu (menyiapkan pengacara). Keluarga masih berharap, berdoa kepada Allah, adik saya bersih tidak terkena apapun yang dituduhkan oleh KPK,” kata kakak perempuan Rommy, Nisrinun Ni’mah saat ditemui di kediamannya di Tempelsari, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DI Jogjakarta, Jumat kemarin.

Kakak ketiga Rommy dari tujuh bersaudara ini juga belum memastikan apakah akan ke Jakarta atau tidak. “Belum tahu apakah akan ke Jakarta, karena KPK bilang 1x24 jam (penetapan status Rommy),” imbuhnya.

Romahurmuziy adalah Ketum PPP kedua yang berurusan dengan KPK setelah mantan Ketum PPP Suryadharma Ali. Sebelum Rommy, orang yang menjabat Ketum PPP pernah pula berhadapan dengan hukum di KPK, yaitu Suryadharma Ali. Saat itu, Suryadharma dijerat dalam jabatannya sebagai Menteri Agama (Menag).

Suryadharma ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji pada 22 Mei 2014. Pada 11 Januari 2016, Suryadharma dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 1,821 miliar.

Dia dinilai terbukti menyalahgunakan kewenangan sebagai Menag dalam penyelenggaraan haji. Dia menunjuk petugas penyelenggara ibadah haji yang tidak kompeten hingga menyalahgunakan sisa kuota haji.

Di tingkat banding, majelis hakim memperberat hukumannya menjadi 10 tahun penjara, denda Rp 300 juta, dan mencabut hak politiknya selama 5 tahun. Selain itu, Suryadharma dinilai menggunakan dana operasional menteri (DOM) hingga Rp 1,8 miliar untuk kepentingan pribadi, yang dianggap tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM.

Suryadharma kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK). Saat itu upaya hukum luar biasa itu masih berproses.

Dilihat di situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), politikus yang biasa disapa Rommy itu terakhir kali melaporkan jumlah hartanya pada 19 Maret 2010. Ketika itu jabatannya anggota DPR periode 2009-2014.

Berdasarkan LHKPN, Rommy memiliki harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan yang tersebar di sejumlah daerah, seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang Selatan, dan Sleman, totalnya Rp 2.551.827.000.

Rommy juga memiliki sejumlah harta bergerak seperti alat transportasi senilai Rp 775.500.000. Selain itu, ada harta bergerak berupa perusahaan, yakni PT Dugapat Mas, senilai Rp 1.478.496.000.

Rommy juga memiliki harta bergerak lain berupa batu dan logam mulia senilai Rp 425.000.000, surat berharga senilai Rp 1.154.616.819, giro setara kas sebesar Rp 5.284.832.837, serta piutang Rp 164.700.000. Dia tercatat tidak memiliki utang.

Rommy adalah politikus kelahiran Sleman, 10 September 1974. Dalam politik, Rommy menjabat Ketua Umum DPP PPP periode 2014-2019. Dia terpilih pada Oktober 2014 dan menggantikan Suryadharma Ali dalam Muktamar VIII PPP tahun 2014 di Surabaya. Suryadharma Ali sendiri sebelumnya juga berurusan dengan KPK.

Sebelumnya, dia menjabat sebagai Sekjen DPP PPP periode 2011-2015 yang terpilih dalam Muktamar VII PPP tahun 2011. Rommy juga tercatat pernah menjadi Sekretaris F-PPP DPR RI tahun 2009-2014. Pada 2007-2014, Rommy sempat menjaba Wakil Sekjen DPP PPP.

Rommy merupakan anggota DPR periode 2014-2019 dari PPP. Dia melenggang via daerah pemilihan Jawa Tengah VII. Pada 30 Mei 2011 duduk sebagai Ketua Komisi IV DPR mewakili Fraksi PPP yang membidangi masalah pertanian, perkebunan, kehutanan, pangan, kelautan, dan perikanan. Saat ini, Rommy duduk sebagai anggota Komisi XI DPR.

Di situs DPR RI, Rommy tercatat sebagai Ketua Fraksi PPP DPR RI tahun 2018-2019.

Di bidang profesional, Rommy pernah menjabat Staf Khusus Menkop dan UKM Bidang Perencanaan Strategis tahun 2004-2009. Rommy yang merupakan lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) itu pernah bekerja di sejumlah perusahaan di berbagai bidang.

Di situs romahurmuziy.com, Rommy disebut sebagai ketua umum parpol di parlemen termuda. Rommy saat ini memasuki usia 45 tahun.

Selain Rommy, berikut ketua umum partai yang yang dijerat KPK dalam kasus korupsi, dan tengah menjalani hukumannya seperti dilansir kompas.com.

Mereka adalah Anas Urbaningrum (mantan Ketua Umum Partai Demokrat), Lutfi Hasan Ishaaq (mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera), dan Suryadharma Ali (mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan).

KPK menetapkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus korupsi proyek Hambalang. KPK menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penetapan Anas sebagai tersangka ini melalui surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 22 Februari 2013.

Dalam dakwaan, Anas disebut mengeluarkan dana Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dolar AS untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat saat Kongres Demokrat tahun 2010.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta terhadap mantan Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

KPK menetapkan Luthfi Hasan Ishaaq, anggota DPR yang juga Presiden PKS, sebagai tersangka kasus suap terkait pemberian rekomendasi kuota impor daging kepada Kementerian Pertanian.

Jaksa Penuntut Umum KPK menilai Luthfi bersama rekannya, Ahmad Fathanah, terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari Direktur Utama PT Indoguna Utama, Maria Elizabeth Liman, terkait kepengurusan penambahan kuota impor daging sapi.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan, Luthfi terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

KPK menetapkan Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penyelenggaraan haji di Kementerian Agama tahun anggaran 2012-2013.

Atas penyalahgunaan wewenangnya, Suryadharma dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Saudi.

Suryadharma juga dianggap menggunakan dana operasional menteri (DOM) untuk kepentingan pribadinya. DOM yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diterima Suryadharma berjumlah Rp 100 juta per bulan.

Suryadharma menggunakan DOM untuk biaya pengobatan anaknya sebesar Rp 12,4 juta. Selain itu, ia juga membayar ongkos transportasinya beserta keluarga dan ajudan ke Singapura untuk liburan sebesar Rp 95.375.830.

Ia juga menggunakan dana tersebut dalam membayar biaya pengurusan visa, membeli tiket pesawat, pelayanan di bandara, transportasi, dan akomodasi untuk dia beserta keluarga dan ajudan ke Australia sebesar Rp 226.833.050.

KPK menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka. Ketua Umum Partai Golkar itu diduga terlibat dalam korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Novanto diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun. Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. *

Komentar