nusabali

Sasar Tambak, Jaring 15 Duktang Tanpa SKTS

  • www.nusabali.com-sasar-tambak-jaring-15-duktang-tanpa-skts

Satpol PP Jembrana menggelar razia di sebuah tempat usaha tambak udang di Banjar Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Rabu (13/3) pagi.

NEGARA, NusaBali

Petugas menjaring sebanyak 15 orang penduduk pendatang (duktang) tanpa surat keterangan tinggal sementara (SKTS).

Razia yang dipimpin Kabid Penegakan Perundang-Undangan Satpol PP Jembrana  I Made Tarma, itu dilaksanakan sekitar pukul 09.00 Wita. Satu per satu pekerja yang sedang bekerja maupun yang sedang ada di mess, diminta menunjukkan KTP. Sedangkan pekerja duktang, diminta menunjukkan SKTS. “Kalau untuk izin usaha tambak sudah ada. Tetapi pekerja di sana, yang kebanyakan dari luar Jembrana, semuanya tidak memiliki SKTS,” ujar Tarma.

Menurut Tarma, 15 duktang yang salah satunya perempuan, itu merupakan warga dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan beberapa daerah di Jawa. Beberapa mengaku baru kerja sekitar 1 bulan, dan ada yang sudah 6 tahun. “Kami razia tambak di Pebuahan itu karena mendapat informasi banyak duktang kerja di sana. Setelah dicek, ternyata benar, dan mereka tidak ada memiliki SKTS,” ungkapnya.

Para duktang tanpa SKTS yang terjaring dalam razia itu melanggar Perda Jembrana Nomor 3 Tahun 2015 tentang perubahan atas Perda Jembrana Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, dan Perbup Jembrana Nomor 18 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pendaftaran Penduduk Warga Negara Indonesia Tinggal Sementara di Kabupaten Jembrana. Selain diberikan pembinaan, para duktang tanpa SKTS itu juga dibuatkan surat pernyataan kesanggupan segera mengurus SKTS, dan diberikan sanksi administrasi berupa denda Rp 50 ribu per orang.

Saat dibawa ke kantor Satpol PP Jembrana, belasan duktang itu didampingi pemilik tambak, Ali, 53. Pemilik tambak asal Jawa Tengah yang juga memiliki usaha tambak di Buleleng ini, mengaku sudah mengetahui kewajiban duktang memiliki SKTS di Jembrana. Sebelumnya, beberapa karyawannya yang sudah bertahun-tahun kerja di tempatnya itu sempat dibuatkan SKTS. Namun SKTS yang berlaku satu tahun itu, tidak diurus kembali karena surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) termasuk surat pengantar dari daerah asal yang menjadi syarat mengurus SKTS sudah tidak berlaku lagi.

“Ada yang sudah lama, dan ada yang baru. Karena sering gonta-ganti karyawan, saya juga kadang merasa repot kalau harus terus membuatkan SKTS. Sekarang ada 25 karyawan di tempat saya, dan 15 orang dari luar Jembrana. Saya sebenarnya ingin semua biar orang Jembrana, tetapi sulit terpenuhi. Mungkin karena merasa gengsi atau gimana. Beda dengan usaha tambak saya yang di Singaraja (Buleleng), 90 persen pekerja warga lokal. Hanya beberapa orang dari luar, dan itu khusus yang tenaga-tenaga teknis saja,” ungkap Ali.

Meski demikian, dia mengaku salah karena tidak mengarahkan ataupun memfasilitasi karyawannya yang sebagian besar duktang untuk membuat SKTS. Dia berjanji agar semua karyawannya yang dari luar Jembrana, bisa punya SKTS, sehingga tidak memicu permasalahan kependudukan. “Tetapi kalau KTP, saya wajibkan harus ada. Namun SKTS yang tidak ada. Nanti akan segera kami fasilitasi mengurus lewat aparat desa,” tuturnya. *ode

Komentar