nusabali

Puluhan Ogoh-Ogoh Tak Dipralina

  • www.nusabali.com-puluhan-ogoh-ogoh-tak-dipralina

MMDP Segera Lakukan Evaluasi

SINGARAJA, NusaBali

Sepekan pasca Hari Raya Nyepi tahun baru saka 1941, sejumlah ogoh-ogoh masih berdiri kokoh. Puluhan ogoh-ogoh itu tidak dipralina sesuai dengan fungsinya. Ogoh-ogoh yang masih dipertahankan oleh sekaa truna dan kelompok pemuda yang membuatnya malah masih disimpan di sejumlah balai banjar dan pinggir jalan.

Ogoh-ogoh yang dipralina itu pun masih tampak ramai di sejumlah sudut wilayah kota hingga ke pinggir desa di Kabupaten Buleleng. Keberadaan ogoh-ogoh yang belum dipralina tersebut akhirnya memakan tempat yang cukup banyak yang dapat mengganggu pemandangan dan fasilitas umum lainnya.

Ketua Majelis Madya (MMDP) Buleleng, Dewa Putu Budarsa dikonfirmasi Rabu (13/3) kemarin tidak menampik hal tersebut. Ia pun mengakui sejumlah ogoh-ogoh masih dipertahankan oleh pembuatnya dan tidak dipralina usai pengarakan saat pangrupukan Rabu (6/3) lalu. Padahal setiap tahunnya pihaknya mengaku sudah melakukan sosialisasi dan imbauan kepada seluruh desa pakraman yang ada agar melaksanakan rangkaian Nyepi dengan ketentuan yang ada. Termasuk ketentuan pembuatan, pengarakan hingga pralina ogoh-ogoh.

“Dari tahun ke tahun ini yang memang selalu menjadi kendala usai nyepi. Kami kembali akan berikan imbauan kepada masing-masing desa pakraman untuk menindak lanjuti ogoh-ogoh yang tidak dipralina,” ungkap dia.

Menurutnya pembuatan ogoh-ogoh sebagai kreativitas pemuda Hindu dalam menyambut tahun baru Saka melalui ogoh-ogoh sangat baik. Apalagi pada hakekatnya ogoh-ogoh menyimbolkan buta kala. “Kadang memang sekaa atau pemuda yang membuatnya sayang untuk membakar karena masih bagus dilihat dan biaya pembuatannya mahal,” imbuh Budarsa.

Buta Kala yang diwujudkan dalam ogoh-ogoh sudah sepantasnya untuk dipralina serangkaian dengan pangrupukan dna pacaruan untuk nyomia butha kala. Budarsa pun mengatakan jika tidak dibakar selain dapat menghambat kegiatan umum karena disimpan di balai banjar, juga bisa mendatangkan kemalangan dari segi niskala.

“Kalau simbol buta ini dibiarkan dalam artian tidak disomia, bisa-bisa dimasuki roh-roh yang tidak kita inginkan. Oleh sebab itu ogoh-ogoh memang harus dipralina,” imbuh dia. Pihaknya pun berharap kepada seluruh desa pakraman dan pemuda yang masih mempertahankan ogoh-ogohnya sampai saat ini untuk segera menindaklanjuti hal tersebut untuk kebaikan bersama.*k23

Komentar