nusabali

KPK Gelar Aksi Diam

  • www.nusabali.com-kpk-gelar-aksi-diam

Sudah 700 hari  berlalu, tim kasus Novel belum terlihat hasil kerjanya

JAKARTA, NusaBali

Lampu di pelataran gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiba-tiba dipadamkan sekitar pukul 19.00 WIB, Selasa (12/3). Bersamaan dengan itu, sejumlah pegawai KPK kompak duduk persis di depan pintu utama Gedung Merah Putih KPK.

Di belakang mereka terdapat sebuah monitor berukuran 29 inci bertuliskan angka 700. Angka itu melambangkan 700 hari kasus penyerangan terhadap Penyidik KPK Novel Baswedan.

Sekumpulan orang yang tergabung dalam Wadah Pegawai KPK itu hendak melaksanakan aksi diam, memperingati 700 hari penyerangan yang menimpa kawan sejawatnya itu.

Sebelum aksi diam itu dimulai, beberapa pegawai KPK membagikan stik lampu (light stick) warna warni kepada hadirin dan awak media di sana.

Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo mengatakan nuansa gelap di pelataran KPK itu melambangkan gelapnya penyelesaian kasus Novel Baswedan selama 700 hari.

"Berbagai aksi sudah dilakukan, akhirnya tiba masanya kami menyuarakan suara qolbu kami saat kami diam, diam adalah bahasa tanpa sandiwara diam adalah bahasa terakhir," kata Yudi Purnomo sesaat sebelum aksi diam dimulai seperti dilansir cnnindonesia.

Setelah pidato dari Yudi, aksi diam pun dimulai. Mereka diam kurang lebih selama 700 detik, sesuai dengan penunjuk waktu yang ada di monitor di belakang mereka.

Penyidik senior KPK, Novel Baswedan sendiri menyayangkan sikap pemerintah yang tetap diam dan tidak peduli terhadap kasus teror penyiraman air keras terhadapnya. Sudah 700 hari berlalu kasus penyiraman air keras, namun belum terungkap pelaku penyerangan.

"Seperti yang kita ketahui, sampai sekarang 700 hari penyerangan saya atau hampir dua tahun, tidak ada kejelasan pengungkapan pelaku penyerangan. Juga sikap pemerintah yang tetap diam seolah membiarkan atau tidak peduli. Seperti kebanyakan kasus kekerasan terhadap pejuang anti-korupsi dan HAM lainnya," kata Novel, Selasa (12/3) seperti dilansir vivanews.

Novel mendesak Presiden RI, Joko Widodo membuka jalan dengan membentuk Tim Pencari Fakta Gabungan (TGPF) yang independen. Tim yang diinginkan Novel adalah tim yang tak tersandera kepentingan politik.

"Oleh karena itu, saya mendesak Presiden Jokowi mau membuka jalan pengungkapan dengan membentuk TGPF yang independen dan tidak tersandera dengan kepentingan politik," ujarnya.

Novel menjelaskan, TGPF yang dibentuk Polri, hingga saat ini belum terlihat kerjanya. Bukan hanya itu, dia menilai TGPF ini tidak menunjukkan sikap kesungguhan.

"Tim gabungan yang dibentuk kapolri, belum terlihat hasil kerjanya dan tidak mau menunjukkan kesungguhannya mengungkap semua serangan terhadap insan KPK lainnya," katanya.

Seharusnya, kata Novel, Polri membuka diri dengan merekrut orang-orang dari luar. "Karena dengan itu (membuka diri) kita akan melihat kepercayaan dan saya melihat ada bentuk kepekaan. Tapi saya melihat tak ada kepekaan di sana," ujar Novel.

Keraguan Novel patut mendapat perhatian. Sebab, setelah hampir dua bulan terbentuk tim khusus itu tak juga merilis perkembangan kasus penyiraman air keras. Novel sendiri sudah mewanti soal kemungkinan kasusnya mandek.

"Mestinya bisa menjadi perhatian. Saya berharap semoga Pak Presiden mau mendesak Polri untuk mengungkap ini semua. Tidak sampai kemudian seperti yang lain-lain, jadi tidak terungkap sama sekali," kata Novel.

Novel diteror dengan penyiraman air keras ke wajahnya pada 11 April 2017. Saat itu, Novel diteror usai salat Subuh di kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.*

Komentar