nusabali

Terinspirasi dari Kelangkaan Bambu

  • www.nusabali.com-terinspirasi-dari-kelangkaan-bambu

'Geseng-Gesing' Juara I Lomba Ogoh-ogoh di Jembrana

NEGARA, NusaBali

Ogoh-ogoh 'Geseng Gesing' karya Sekaa Teruna Teruni (STT) Dharma Dwipa dari Banjar Adat Ketapang, Lingkungan Ketapang, Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara, Jembrana, terpilih sebagai Juara I dalam Lomba Ogoh-ogoh Kabupaten Jembrana serangkaian Nyepi Saka 1941 tahun 2019. Ogoh-ogoh ini dibuat terinspirasi dari kelangkaan pohon gesing (bambu,Red) khususnya di lokasi pembuatan ogoh-ogoh.

Benda seni berbentuk bhuta kala pohon bambu ini merupakan kreasi yang dicetuskan dua pemuda setempat; I Putu Sudarta alias Gaplong,31, dan I Made Pasek Adinata,17. Gaplong dan Adinata, saat ditemui NusaBali, Jumat (8/3), menuturkan ide pembuatan ogoh-ogoh Geseng Gesing ini, tercetus ketika mempersiapkan  rencana pembuatan ogoh-ogoh pada akhir 2018 lalu. Saat itu, Gaplong yang berdiskusi dengan Adinata termasuk sejumlah pemuda setempat, berencana membuat ogoh-ogoh dengan mengutamakan bahan utama dari bahan ramah lingkungan agar memenuhi kriteria calon peserta lomba ogoh-ogoh. "Awalnya, kami bersama-sama sepakat buat ogoh-ogoh agar samasekali tidak memakai styrofoam seperti tahun-tahun sebelumnya. Pas itu, saya kepikiran agar membuat ogoh-ogoh bhuta kala pohon bambu, dan mengutamakan bahan bambu," ujar Adinata, siswa kelas XII di SMAN 1 Mendoyo, pencetus ide ogoh-ogoh Geseng Gesing ini.

Adanya ide membuat ogoh-ogoh berbahan utama bambu, itu pun langsung disetujui Gaplong. Gaplong yang masih berstatus lajang dan tercatat sebagai anggota senior STT Dharma Dwipa, ini menilai ide dari Adinata juga sangat tepat menggambarkan situasi lingkungan sekitar. Dimana, gesing (pohon bambu duri, red) yang dulu banyak tumbuh di sekitar Lingkungan Ketapang maupun daerah-daerah lain, kini semakin langka. "Dulu di sini saya juga ingat banyak pohon gesing. Tetapi sekarang sudah hampir tidak ada. Padahal, banyak kebutuhan upakara membutuhkan bambu, termasuk untuk membuat jegog (alat musik trasional khas Jembrana. Dulu waktu saya kecil, setiap Nyepi biasa membuat jedur-jeduran (mainan meriam tradisional dari gesing, red), dan sekarang hampir sudah tidak ada lagi, karena gesing sudah habis," ujar Gaplong yang berpendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD), dan berkeseharian sebagai sopir truk Jawa-Bali ini.

Begitu merasa pas dengan ide dari Adinata, Goplong yang juga hampir setiap tahun menjadi koordinator pembuatan ogoh-ogoh di STT Dharma Dwipa, ini juga meminta Adinata ikut sebagai koordinator pembuataan ogoh-ogoh. Itu pun disetujui para anggota STT termasuk Ketua STT Dharma Dwipa, Putu Andika Putra Utama, 19. Selain itu, Goplong juga meminta kepada Adinata agar meminta petunjuk dari sang ayah Adinata, I Made Susila, 54, yang juga merupakan salah satu mantan seniman pembuat ogoh-ogoh di Banjar Adat Ketapang. "Pak Dek (I Made Susila, ayah Adinata) ya kami minta sebagai pembina. Karena dulu, Pak Dek ini kebetulan pernah membawa ogoh-ogoh Banjar Adat Ketapang menjadi juara lomba ogoh-ogoh tahun 1989 yang dulu juga pernah diadakan waktu zaman mantan Bupati Pak Ida Bagus Indugosa," ungkap Gaplong, yang saat ditemui juga turut didampingi I Made Susila, 54, dan Ketua STT Dharma Dwipa, Putu Andika Putra Utama, 19.

Sebelum masuk penggarapan ogoh-ogoh, sang ayah Adinata, I Made Susila, yang  merupakan tamatan Sekolah Teknik Ukur (STU) di Kapal, Mengwi, Badung, banyak memberikan masukan. Susila yang juga berkeseharian sebagai sopir truk Jawa-Bali, ini rutin memantau penggarapan ogoh-ogoh di Bale Banjar Adat Ketapang, termasuk memberikan arahan ketika bentuk ogoh-ogoh dinilai kurang bagus. "Waktu masuk penggarapan, Pak Dek juga yang memberikan ide agar tubuh ogoh-ogoh dibuat dari susunan kepingan kulit bambu, agar lebih menarik dan menyatu dengan konsep ogoh-ogoh kami. Untuk kulitnya, agar lebih bagus, pakai kulit tiing tutul (bambu tutul, red) karena memiliki corak yang menarik," ungkap Gaplong.

Sebenarnya, sambung Gaplong, ketika disarankan membalut ogoh-ogoh dengan kepingan kulit bambu tutul, ia sempat cemas terhadap dana yang dibutuhkan. Mengingat, dipastikan cukup banyak membutuhkan bambu tutul, yang harus dipotong kecil-kecil dan setipis mungkin agar lebih mudah terpasang mengikuti lekukan tubuh ogoh-ogoh. Untungnya, dari pihak Banjar Adat Ketapang memastika siap mendanai pembuatan rancangan ogoh-ogoh yang memang sengaja dipersiapkan untuk mengikuti lomba ogoh-ogoh tahun ini. "Kami tidak ada mungut biaya ke warga. Tetapi disponsori langsung dari Banjar dan Desa Adat," ungkapnya.

Ogoh-ogoh Geseng-Gesing yang juga memiliki tingkat kerumitan cukup tinggi, terutama berkenaan dengan menyusun sekitar 100.000 lebih kepingan kulit bambu tutul untuk melapisi badan ogoh-ogoh, digarap mulai awal bulan Januari lalu. Saat dilakukan seleksi dari Panitia Lomba memasuki akhir Februari lalu, ogoh-ogoh sudah rampung 100 persen. Waktu itu, tinggal melengkapi sejumlah hiasan pada sanan (penyangga, Red) untuk ogoh-ogoh setinggi 2,7 meter, termasuk membuat ogoh-ogoh berupa dua orang manusia yang berusaha kabur melihat ogoh-ogoh Geseng Gesing dari pohon bambu yang dibakar.

Untuk mempersiapkan ratusan ribu kepingan kulit bambu tutul sebagai bahan kulit tubuh ogoh-ogoh itu, ia bersama sejumlah angota STT setmepat, membutuhkan waktu sekitar dua pekan. Sedangkan untuk menempel kepingan bambu tersebut, memakan waktu hampir sekitar tiga pekan. Penggarapan ogoh-ogoh, ini dilakukan setiap hari mulai sekitar pukul 13.00 Wita sampai memasuki dini hari sekitar pukul 03.00 Wita. "Waktu penggarapan, hampir semua STT ikut terlibat. Tetapi kalau yang benar-benar serius, hampir setiap hari selalu membantu hanya sekitar 10 orang. Tetapi waktu lolos seleksi, dan dipastikan ikut lomba, akhirnya semua anggota terlibat, termasuk anggota-anggota yang perempuan kami libatkan sebagai penari untuk membawakan tari kreasi waktu tampil ikut lomba. Yang laki-laki, jadi tukang pikul ogoh-ogoh dan membawa tetabuhan," sungut Goplong.

Dalam pembuatan ogoh-ogoh dengan bahan utama bambu itu, menghabiskan dana sekitar Rp 15 juta. Dana itu pun masih di luar biaya rias, pakaian termasuk properti saat tampil mengikuti lomba di Catus Pata Kabupaten Jembrana, Rabu (6/3) lalu.

Dimana saat pentas mengikuti lomba itu, STT Dharma Dwipa juga berusaha membawakan penampilan yang menarik, dengan melengkali hiasan mahkota, kalung dan sesaputan para tukang pikul ogoh-ogoh dengan menggunakan susunan daun bambu. Begitu juga untuk tetabuhannya, dibawakan tabuh kolaborasi baleganjur dengan jegog. Sedangkan dalam mengikuti lomba ogoh-ogoh, STT-nya yang telah dipastikan meraih juara I, berhak atas hadiah uang sebesar Rp 6 juta, di samping biaya operasional yang juga diberikan Pantia sebesar Rp 5 juta. "Kalau hadiahnya, memang masih sangat jauh dari biaya pembuatan maupun persiapan tampil waktu ini. Tetapi paling tidak ada kebanggan. Karena sejak kembali ada lomba ogoh-ogoh mulai tahun 2016 lalu, Desa Pakraman Lelateng tidak pernah samasekali tembus sampai ikut lomba, dan sekaranh baru ikut dapat juara I. Ini jadi kebanggaan tersendiri, dan kami harap dari aparat-aparat di desa kami ke depannya lebih mendukung anak-anak muda berkreasi," harap Gaplong.

Serangkaian Nyepi tahun 2020 mendatang, Gaplong mengaku belum terpikirkan membuat ogoh-ogoh untuk kembali mengikuti lomba nanti. Ia bersama STT Dharma Dwipa, berencana memberikan STT lainnya di Desa Adat Lalateng untuk mempersiapkan diri. "Biar giliran. Nanti juga tergantung desa, mana yang ditunjuk mengikuti seleksi. Kemungkinan nanti kami buat ogoh-ogoh cukup buat di desa. Tetapi lihat tahun depan juga," pungkas Goplong yang juha telah membakar ogoh-ogoh Geseng Gesing di balai banjar adat setempat saat Ngembak Gni, Jumat (8/3) pagi. *Gus

Komentar