nusabali

Rai Budiasa Berharap Golkar Bali Stop Gontok-gontokan

  • www.nusabali.com-rai-budiasa-berharap-golkar-bali-stop-gontok-gontokan

Kisruh Partai Golkar Bali merembet, bahkan seperti membuka luka lama bagi kader Golkar.

DENPASAR, NusaBali
Disinggung-singgung kader senior Golkar Bali, Anak Agung Ngurah Rai Wiranata terpental dalam pancalegan tahun 2004 silam dalam manuver politik saat itu, mantan Ketua OKK DPD I Golkar Bali 10 tahun, Dewa Rai Budiasa terusik juga. Dewa Rai Budiasa mengatakan dirinya tidak mau bernostalgia dengan peristiwa politik masa lampau. Pihaknya hanya berharap Partai Golkar Bali, berbenah, konsolidasi ke dalam saja, sehingga suara Partai Golkar tidak anjlok di Pileg 2019 seperti yang dikhawatirkan Wakil Ketua Dewan Kehormatan DPP Golkar Akbar Tandjung.

Rai Budiasa yang kini memilih mundur dari hiruk pikuk politik dan memilih fokus mengurus Yayasan Seni Yayasan Yasa Putra Sedana yang bermarkas di Desa Melinggih Kelod, Kecamatan Payangan, Gianyar kepada NusaBali, Selasa (5/3) menyebutkan dirinya sebenarnya sudah melupakan peristiwa jegal menjegal pencalegan dirinya di Pileg 2019, ketika tersingkir oleh Gede Sumarjaya Linggih (Demer) di urut nomor 1 Caleg DPR RI Dapil Bali ketika itu.

“Ketika kader- kader senior kembali mengungkapkan itu di publik, ini membuka luka lama. Bagi saya itu adalah peristiwa yang menjadi pengalaman bagi siapapun.

Ke depan organisasi ini harus dikelola sebaik mungkin. Dikelola secara elegan, tidak lagi ada gontok-gontokan yang terus menerus terjadi seperti ‘kutukan” saja. Kisruh ini seperti berulang tahun, tiap tahun terus terjadi. Kasihan organisasi ini,” ujar mantan anggota DPRD DKI Jakarta 1997-1999 ini.  

Rai Budiasa tidak menampik fakta yang diungkapkan Rai Wiranata. Tahun 2004 ketika pencalegan dirinya diminta kembali ke Bali atas permintaan Ketua DPD I Golkar Bali yang saat itu dijabat I Gusti Alit Yudha tokoh Golkar asal Puri Carangsari, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Karena saat itu sebagian besar pengurus Golkar di Bali berhenti, karena terbentur UU Parpol dimana PNS, Polri, ABRI tidak boleh berpolitik praktis  lagi.

“Saya menjabat Wakil Ketua OKK dan secara penuh membantu Golkar Bali baik dana maupun fasilitas lainnya,” ujar mantan staf di Kedutaan RI di Jerman Tahun 1978 ini.

Kata Rai Budiasa, ketika finalisasi caleg Tahun 2004 silam dirinya sebenarnya sudah sudah final dinomor urut 2. Sementara Ni Nyoman Tisnawati Karna dinomor urut 1. Saat itu Golkar ditargetkan dapat 2 kursi di dapil Bali. Namun hasil rapat DPP bocor di Bali dan di media. Muncullah gerakan menjegal dan menolak Rai Budiasa dengan sebuah pertemuan di Warung Bendega Niti Mandala Denpasar,  dengan  memunculkan calon kandidat untuk dinomor urut 1 menggeser Rai Budiasa. “Saya tidak perlu ungkap siapa dia. Dan kader Golkar sudah tahu semuanya. Nama ini kemudian dibawa ke Jakarta menggeser saya dan sekaligus mencoret saya. Tapi Pak AT (Akbar Tandjung) tetap kukuh mencalonkan saya,” kata Rai Budiasa.

Bahkan sejumlah kader dari Bali antara lain Rai Wiranata dan Warsa T Buana saat itu menemui Akbar Tandjung di kediamannya. Namun Akbar Tandjung masih mempertahankan Rai Budiasa ke Caleg DPR RI dari dapil Bali.  Peristiwa yang sangat menyakitkan bagi Rai Budiasa kemudian terjadi saat menjelang pendaftaran calon di KPU.

Akbar Tanjung didampingi Agung Laksono (Ketua OKK), Irsyad Sudiro (Korwil), Sri Redjeki dan Tisnawati (DPP Golkar) menunjukan kepada Rai Budiasa surat  yang ditandatangani para Ketua DPD II Golkar se Bali yang membatalkan dukungan pencalonan Rai Budiasa.

“Termasuk DPD II Golkar Gianyar yang saat itu Ketua DPD II dijabat Tjokorda Raka Kerthiyasa dan Sekretaris Made Dauh Wijana juga menolak Rai Budiasa. Belakangan baru terungkap saat itu Tjok Kerthyasa dan Dauh Wijana menandatangani kertas kosong. Sehingga tidak satupun dari 9 DPD II Kabupaten/Kota yang ada mendukung saya. Semuanya sudah diubah, terkondisikan. Namun demikian Akbar Tanjung tetap mencalonkan saya , walaupun di nomor urut 4,” tegas Rai Budiasa.

Rai Budiasa mengatakan sebagai orang yang pernah mengalami peristiwa politik yang pahit dengan jegal menjegal, ke depan diharapkan tidak terjadi begitu. Apalagi menghalalkan segala cara.

“Saya sudah tidak sebagai pengurus partai, karena saya sekarang memilih tidak berpolitik. Saya lebih nyaman berbaur di dunia seni budaya dan pariwisata. Tetapi pengalaman saya itu bisa menjadi sebuah evaluasi bagi kader-kader dan generasi di Golkar. Para senior saya harap sudahi segitu konfliknya. Tidak elok membuka luka lama yang menambah anjloknya Golkar,” pungkas Rai Budiasa. *nat

Komentar