nusabali

Pengarakan Diiringi Kolaborasi Tabuh Baleganjur dan Musik Hadrah

  • www.nusabali.com-pengarakan-diiringi-kolaborasi-tabuh-baleganjur-dan-musik-hadrah

Musik Hadrah Kuntulan yang akan kolaborasi dengan tabuh baleganjur mengiringi Ogoh-ogoh dewata Cengkar saat parade sore ini, dimainkan kelompok pemuda Muslim dari Kampung Panglan, Kelurahan Gianyar

Pemuda Banjar Pasdalem Kelod, Desa Pakraman Gianyar Siapkan Parade Ogoh-ogoh Bernuansa Multikutur


GIANYAR, NusaBali
Desa Pakraman Gianyar, Kelurahan/Kecamatan Gianyar akan menggelar Parade Ogoh-ogoh saat Pangrupukan Nyepi Tahun Baru Saka 1941 pada Tilem Kasanga, Rabu (6/3) sore ini. Parade Ogoh-ogoh kali ini berbeda dibandingkan yang berlaku di desa pakraman lain di Bali. Pasalnya, salah satu ogoh-ogoh akan diarak dengan iringan kolaborasi tabuh baleganjur dan musik Hadrah Kuntulan.

Ada 20 ogoh-ogoh milik Sekaa Teruna dari 20 banjar se-Desa Pakraman Gianyar yang akan diarak saat Parade Ogoh-ogoh Nyepi Tahun Baru Saka 1941 di Kota Gianyar, sore ini. Banjar yang ikut parade ogoh-ogoh adalah Banjar Sampiang Kaja, Banjar Sampiang Gede, Banjar Sengguan Kawan, Banjar Sengguan Kaja Kangin, Banjar Sengguan Kelod Kangin, Banjar Pasdalem Kaja, Banjar Pasdalem Kelod, Banjar Teges Kaja, Banjar Teges Kelod, Banjar Sangging Kaja, Banjar Sangging Kelod, dan Banjar Candi Baru.

Parade Ogoh-ogoh sore ini akan mengambil start di depan Panggung Terbuka Balai Budaya Gianyar. Setelah masing-masing dapat kesempatan beratraksi sekitar 15 menit di depan panggung, ogoh-ogoh lanjut berparade menuju Jalan Ngurah Rai Gianyar, Jalan Ciung Wanara Gianyar, Jalan Patih Jelantik Gianyar, Jalan Kalantaka Gianyar, hingga finish di Lapangan Astina Raya Gianyar.

Dari 20 ogoh-ogoh yang ikut parade sore ini, satu di antraranya akan diarak dengan iringan kolaborasi tabuh baleganjur dan musik Hadrah Kuntulan, yakni Ogoh-ogoh ‘Dewata Cengkar’ milik Sekaa Teruna Banjar Pasdalem Kelod. Penggarapan Ogoh-ogoh Dewata Cengkar ini dikoordinasikan oleh Komang Bayu Adiguna, dengan desain seni Putu Gde Oka Dony Krisna.

Musik Hadrah Kuntulan bernapaskan keislaman yang dilibatkan dalam penga-rakan Ogoh-ogoh Dewata Cengkar nanti akan ditabuh oleh sejumlah pemuda Muslim, yang leluhurnya sejak bertahun-tahun tinggal di Kampung Panglan, Lingkungan Pasdalem, Kelurahan Gianyar. Menurut Kelian Banjar Pasdalem Kelod, Kadek Agus Astawa, 46, iringan kolaborasi baleganjur dan musik Hadrah Kuntulan ini dilakukan untuk mendapatkan aura ‘lain’.

“Ya, parade ogoh-ogoh ini kami garap dengan iringan kolaborasi tabuh baleganjur dan musik Hadrah Kuntulan, agar mendapatkan aura lain dari perayaan Nyepi. Kami tak ingin sekadar meramaikan Pangrupukan Nyepi, namun juga ada multikultur di sini,” jelas Kadek Agus Astawa yang akrab dipanggil Dek Dog kepada NusaBali di Bale Banjar Pasdalem Kelod, Senin (4/2).

Dek Dong menjelaskan, dirinya menggagas kolaborasi tabuh baleganjur dan musik Hadrah Kuntulan ini sejak dua pekan lalu. Dia terdorong melibatkan Nyama Selam (saudara Muslim, Red) dari Kampung Panglan, karena mereka selama ini sangat menghormati Catur Brata Penyepian. Nyama Selam dari Kampung Panglan tidak dari rumah masing-masing saat berlangsung Nyepi.

Bukan hanya itu. Menurut Dek Dong, anak-anak muda Muslim dari Kampung Panglan selama ini juga aktif membantu pembuatan ogoh-ogoh di Banjar Pasdalem Kelod. Karena itu, sejak 10 tahun lalu pemuda Muslim setempat ikut dilibatkan mengarak ogoh-ogoh saat Pangrupukan Nyepi. Namun, keterlibatan mereka tidak terlalu menonjol, karena ikut mengenakan busana adat Bali.

“Nah, untuk Pangrupukan Nyepi kali ini, kami inginkan anak-anak Muslim tersebut tampil dengan busana Muslim-nya. Biar terlihat ada keragaman dalam kesatuan,” jelas Dek Dong yang juga dikenal sebagai seniman tari dan patung.

Dek Dog mengaku berani nyeleneh mengiringi parade ogoh-ogoh saat Pangru-pukan Nyepi dengan iringan kolaborasi tabuh baleganjur dan Hadrah Kuntulan, karena momen introspeksi diri lewat Nyepi tidak hanya berlaku untuk umat Hindu di Bali, melainkan juga bagi seluruh umat manusia, tanpa membedakan agama dan keyakinan. Nypei juga harus dijadikan momen untuk penguatan semangat perdamaian dan kebersamaan, yang belakangan makin terancam akibat sikap intoleransi oknum-oknum tertentu.

Menurut Dek Dong, ide kolaborasi tersebut disambut baik oleh kalangan teruna di Banjar Pasdalem Kelod dan pemuda Muslim dari Kampung Panglan. Ide ini bisa dengan mudah diserap, karena dua kelompok pemuda beda keyakinan setiap harinya memang selalu bergaul akrab.

Disebutkan, realisasi ide pengarakan ogoh-ogoh dengan kolaborasi iringan tabuh baleganjur dan musik Hadrah Kuntulan ini diawali pertemuan antara Lukman (pemuda Kampung Panglan yang merupakan kompuser Hadrah Kuntulan) dan Agus Pratama Putra (koordinator garapan tabuh baleganjur dari Banjar Pasdalem Kelod yang jebolan ISI Denpasar). Agus Partama dibantu Kadek Adi Wiranata, seniman otodidak yang juga asal Banjar Pasdalem Kelod.

Dalam kolaborasi itu, Lukman mengajak 10 pemusik Hadrah Kuntulan dari Kampung Panglan. Mereka menabuh 6 unit Terbang atau Rebana, 2 unit Pantus (sejenis drum), 1 unit Jedor (sejenis bedug), 2 unit Kenong (sejenis kempul atau tawa tawa yang ditabuh seorang diri).

Latihan kolaborasi tabuh baleganjur dan Hadrah Kuntulan ini dimulai Minggu (3/3) malam di Bale Banjar Pasdalem Kelod. Latihan berlangsung hingga Selasa (5/3) malam. Latihan perdana disaksikan langsung oleh Ketua Ikatan Keluarga Banyuwangi (Ikawangi) Dewata Cabang Gianyar, R Hadi Suyatna.

Ditemui NusaBali, Senin (4/3), Hadi Suyatna mengatakan satahu dirinya, kola-borasi tabuh baleganjur dan musik Hadrah Kuntulan ini beru pertama kali dilakukan di Bali. Ini pula baru pertama kali dilakukan untuk mengiringi Parade Oroh-ogoh Nyepi. “Ini jelas surprise bagi kami. Dan, kami tentu merasa terhormat,” jelas warga Dusun Jati Sari, Desa Bomo, Kecamatn Blimbingsari, Banyuwangi, Jatim Hadi Suyatna.

Menurut Hadi Suyatna, dukungannya terhadap kolaborasi dalam pengarakan ogoh-ogoh ini karena banyak anggota Ikawangi tinggal di Kampung Panglan, Kelurahan Gianyar. Disebutkan, kolaborasi ini adalah wujud nyata toleransi umat Hindu dan Muslim di Bali. Baginya, kolaborasi ini amat penting dibangun di tengah ancaman perpecahan yang mengatasnakan agama.

“Kolaborasi ini sesuai dengan salah satu visi Ikawangi, yakni melestarikan seni budaya asal. Jenis musik Hadrah Kuntulan biasanya dipakai untu memeriahkan upacara selamatan, hajatan nikah, dan mauludan,” papar ini, dagang jamu tradisional yang tinggal di Banjar Bangkilesan, Desa Mas, Kecamatan Ubud, Gianyar ini. *isa

Komentar