nusabali

Perajin Tenun Buleleng Terancam Produk Jepara

  • www.nusabali.com-perajin-tenun-buleleng-terancam-produk-jepara

Eksistensi perajin tenun endek di Buleleng hingga saat ini memang masih bertahan.

SINGARAJA, NusaBali

Hanya saja kelangsungan dan kelestarian kain tenun endek asli sentuhan langsung tangan perajin terancam produk Jepara yang menggunakan teknik cetakan mesin.

Seperti disampaikan salah satu pengerajin kain tenun endek Buleleng, Ketut Rajin, owner pertenunan Artha Darma, Desa Sinabun, Kecamatan Sawan, Buleleng. Perajin tenun endek di Buleleng saat ini sedang dihadapkan dengan tantangan produk cetakan mesin, yang banyak beredar di pasaran. Meskipun saat ini kain tenun endek asli masih banyak digandrungi dan masih banjir pesanan dari konsumen.

“Sekarang kan banyak produk yang dari Jepara endek cetakan mesin, selain harganya lebih murah, motif juga banyak ditiru dan dicuri begitu saja,” ujar Rajin. Ia merinci, jika endek tenun asli buatan pertenunnanya dijual dengan harga Rp 300-700 ribu per lembar, produk Jepara laku terjual dari harga puluhan ribu hingga maksimal Rp 200 ribu. Perbedaan selisih harga itu pun cukup menghancurkan pasar kain tenun endek asli.

Meski demikian, Rajin memastikan dari segi kualitas kain endek cetakan mesin tak dapat bertahan lama. Biasanya warna kain akan cepat pudar dan tekstur lebih tipis, berbeda dengan kualitas kain tenun endek asli yang lebih tebal, kuat dan ketahanna warna yang tidak luntur.

Rajin yang sudah menelurkan ratusan motif tenun kain endek maupun songket khas Buleleng, mengaku terus berpacu untuk menyaingi produk Jepara. Selain meningkatkan kwalitas warna dan update motif terkini, pihaknya juga sedang mengupayakan untuk mensertifikatkan motif-motif buatannya agar memiliki hak cipta. Sehingga kedepannya haisl karyanya mendapat perlindungan hukum dan tak diakui pihak lainnya. “Sejauh ini baru tiga yang keluar hak ciptanya, selebihnya masih dalam proses. Ya kami anggap penting, karena buah pikiran dan ide itu sangat mahal, sedangkan motif kami secara mudah di-copy dan beredar juga di pasaran dengan kulaitas cetak mesin,” ungkapnya.

Sementara itu, Rajin hingga saat ini dari sejumlah hambatan dan tantangan, dirinya belum bisa mengatasi persoalan minimnya penenun. Pekerjaan menenun yang sangat tradisional dengan ekstra kesabaran dan kerumitannya disebut-sebut menjadi salahs atu penyebab kelangkaan tenaga penenun. Generasi muda pun disebutnya enggan belajar menenun karena untuk memproduksi satu lembar kain tenun endek memerlukan waktu satu hari duduk di depan alat tenun. *k23

Komentar