nusabali

Membangun Ikatan Batin dengan Anak

  • www.nusabali.com-membangun-ikatan-batin-dengan-anak

Anak-anak tidak belajar menyelesaikan masalah hanya dengan menyimak gadget. Untuk dapat menyelesaikan satu masalah, mereka harus berinteraksi dengan orang lain.      

ANAK-ANAK generasi milenial memang hidup dalam pesatnya perkembangan gadget/gawai. Tapi, orangtua dapat mengarahkan putra-putrinya untuk lebih banyak berinteraksi dengan orang, dan meminimalkan penggunaan ponsel. Orangtua juga dituntut membangun ikatan batin dengan anak-anaknya.

Dalam obrolan bersama Direktur Nasional SOS Children’s Villages Indonesia Gregor Hadi Nitihardjo‎, Sekjen Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati, dan Spesialis Komunikasi Pengasuhan Hana Yasmira, Rabu (11/5/2016) di Jakarta, mereka sepakat orangtua zaman sekarang memang harus lebih kuat menjalin ikatan batin dengan keluarga inti.

Diskusi yang digelar oleh SOS Children’s Village Indonesia ini mengawali perayaan Hari Anak Internasional setiap 15 Mei serta kegiatan Unplugged Family Day pada 21 Mei 2016 di Gandaria City. SOS ingin mengajak orangtua untuk berpuasa gadget pada saat akhir pekan dan bermain bersama anak-anak.            

Rita, Hana, dan Hadi, sepakat hulu pendidikan anak adalah di keluarga, terutama pada pengasuhan anak atau parenting. Sebesar apa pun pemerintah membangun sistem pendidikan, pengasuhan ‎keluarga paling berperan bagi keberhasilan anak dalam kehidupan, khususnya menyangkut pekerti.

Sayangnya, belum semua orangtua memahami parenting yang benar. Kalau pun mengetahuinya, keterbatasan waktu sehari-hari membuat pola pengasuhan berantakan.    

Rita mengatakan, hasil ‎survei nasional pengasuhan anak 2015 yang dilansir KPAI menunjukkan, orangtua cenderung memenuhi kebutuhan anak sebatas fisik, termasuk gawai.

Gawai tentu juga memberi manfaat, akan tetapi interaksi di gawai tidak nyata. Anak-anak tidak belajar menyelesaikan masalah hanya dengan melihat game di gawai, misalnya. Untuk dapat menyelesaikan satu masalah, mereka harus berinteraksi dengan orang lain.       

"Merujuk survei, hanya 50 persen orangtua yang bisa mengawasi anak-anak yang berusia 10 tahun sampai 18 tahun. Anak-anak masih bisa mengakses game porno. Bahkan ada anak yang menghabiskan uang hampir Rp 3 juta untuk main game online selama dua hari‎. Pengawasan nonton televisi lebih mudah daripada gadget," papar Rita.

Satu hal penting yang harus dilakukan orangtua kepada anak-anaknya adalah membangun ikatan batin sehingga komunikasi berjalan lancar berlandaskan kejujuran.

Anak-anak akan dengan mudah menanyakan hal apa pun atau menceritakan segala hal yang dialami kepada orangtua. Dengan demikian, orangtua makin memahami anak dan bisa mengarahkan pada hal-hal positif. ‎              

"Yang terjadi, masih banyak orangtua yang kurang bertanggung-jawab. Misalnya, menyekolahkan anak ke sekolah yang bagus dan mahal supaya orangtua terima jadi. Lalu ada yang memasukkan ke pesantren supaya jadi anak baik. Memangnya pesantren itu deterjen, mencuci bersih," kata Hana.

Ia mengatakan, sejumlah orangtua yang berkonsultasi dengannya ‎merasa tidak punya waktu untuk bisa mengasuh anak dengan total. ‎

Kehidupan berkeluarga di perkotaan saat ini tidak seperti dulu, ketika rumah-rumah kerabat ada di sekitar rumah sehingga bisa saling mengawasi dan membantu.

Tantangan orangtua makin besar di era kini. Kekerasan seksual merajalela dan muncul satu demi satu. Menyedihkan ketika pelaku kejahatan seksual pada anak adalah anak-anak juga.

"Negara dan masyarakat abai sekali. Di AS minimal hukuman bagi pemerkosa adalah 25 tahun, di Indonesia maksimal 15 tahun," kata Hana.‎  

Hadi memaparkan, sebagai organisasi nirlaba, SOS Children’s Village ingin menjangkau sebanyak mungkin anak-anak dan juga orangtua. SOS berkomitmen membantu terpenuhinya kebutuhan anak-anak dengan metode pengasuhan berbasis keluarga.

Perkampungan anak-anak SOS di Indonesia kini telah ada di delapan lokasi dari Meulaboh Aceh hingga Flores, dengan 1.300 anak asuh. SOS juga mendampingi 60 komunitas, 3.000 keluarga, dan 6.000 anak di Indonesia.

Kecanggihan teknologi membuat anak zaman sekarang menjadi kecanduan terhadap gadget. Menggunakan gadget dalam waktu yang cukup lama tanpa ada peraturan, dapat berdampak serius pada kesehatan fisik dan mental anak.

Dengan berjalannya waktu, hal ini akan memiliki dampak tersendiri terhadap pertumbuhan emosional, mental dan fisik mereka. Agar tidak terjadi hal yang tidak dinginkan, berikut langkah menjauhkan anak dari gadget.

* Mengetahui mengapa mereka menyukai gadget

Sebelum mengeluh anak terlalu menyukai gadget, coba untuk mencari tahu mengapa mereka menyukainya. Jangan menjadi salah satu orangtua yang mendorong anak-anak untuk bermain gadget hanya untuk mengalihkan perhatian mereka dari Anda. Hal tersebut secara bertahap akan menjadi ide untuk anak-anak untuk melarikan diri dari realitas dunia.

* Mendorong aktivitas luar ruangan

Minta anak-anak untuk menghabiskan waktu di luar ruangan. Ini akan membuat mental dan fisik mereka menjadi fit, terutama jika mereka bermain dengan kelompok yang seumuran. Hal ini juga akan membantu mereka mengalihkan pikiran mereka untuk tidak menganggur di sofa dengan gadget.

* Kasih jadwal rutinitas bermain gadget

Anak-anak perlu beberapa waktu untuk bermain dengan gadget untuk studi dan proyek-proyek mereka. Alangkah lebih baik untuk menetapkan jadwal rutinitas harian untuk anak-anak dengan waktu tertentu dalam menggunakan gadget. Namun, pastikan mereka tidak menghabiskan waktu hanya untuk menonton kartun, chatting, atau bermain game.

Jangan hentikan kebiasaan anak bermain gadget  sekaligus. Cobalah menguranginya secara bertahap. Penghentian sekaligus hanya akan membuat anak memberontak dan marah besar. Coba kurangi dari yang biasanya 8 jam sehari, menjadi 6 jam sehari selama satu minggu, kurangi lagi menjadi 4 jam di minggu berikutnya, demikian seterusnya. Batas maksimal anak bermain gadget  adalah 2 jam/hari.

* Ganti gadget dengan permainan lain

Jika bertanya-tanya apa yang harus dilakukan jika anak-anak kecanduan gadget, berikut ide menariknya. Jika mereka suka bermain kartu atau catur pada layar komputer, perkenalkan mereka dengan permainan yang nyata. Ini akan mengalihkan minat mereka dari layar dengan realitas yang lebih menggembirakan. Sediakan alternatif permainan pengganti, sehingga anak lebih menikmati aktivitas itu, daripada sekadar bermain gadget. Permainan yang dipilih sarat dengan interaksi, komunikasi, kerja sama, dan lain-lain. Entah bermain kartu UNO, monopoli, bermain bola tangkap, dan lain-lain.

* Ajak anak bersosialisasi dengan teman sebaya.

Boleh jadi anak bermain gadget  karena tidak ada aktivitas menyenangkan dengan teman-teman sebaya. Untuk itu, ajak anak untuk bergaul/bermain dengan teman sebayanya, bisa dengan mengundang teman-temannya ke rumah atau ajak ia berkunjung ke rumah salah sobatnya di sekolah. Dengan banyak teman, ia akan sibuk dengan teman-temannya itu. Dorong mereka untuk bermain aktif, seperti bermain bola, petak umpet, dan sebagainya.

* Berikan reward.

Jangan sungkan untuk memberikan hadiah pelukan, ciuman, acungan jempol saat anak berhasil mengurangi frekeuensi bermain gadget-nya.

* Jadilah panutan.

Jangan salahkan anak betah lama bermain gadget  kalau kita sendiri nonstop BBM-an  atau setiap 5 menit sekali membuat postingan di Facebook.  Apel tak akan jatuh jauh dari pohonnya. Jika ingin mengendalikan anak bermain gadget, cobalah kendalikan diri kita untuk tidak berlama-lama menyentuh smartphone. Dalam situasi dan kondisi tertentu, buat aturan, misal, tidak bermain handphone  saat makan bersama.

Lebih baik tidak memiliki gadget, orangtua memiliki kendali lebih. Gadget  milik orangtua, anak hanya meminjam. Entah dari fungsi pengawasan,  sekaligus lebih memudahkan orangtua saat hendak mengatasi anak yang kecanduan gadget.

Orangtua sebaiknya mendatangi ahli, entah psikolog atau psikiater, bila langkah-langkah di atas sudah diterapkan, tapi tidak berhasil. Anak semakin sulit diatur, sering mengamuk bila gadgetnya diambil, dan menunjukkan perilaku lain yang sangat mengganggu. Ahli akan mengobservasi penyebab kecanduan gadget  pada anak. Kemudian akan melakukan berbagai intervensi untuk mengatasi kecanduan gadget pada anak.

Fakta anak kecandungan gadget. 16.000 pound atau sekitar 300 juta rupiah lebih merupakan biaya ‘digital detox’ selama 28 hari yang harus dibayar orangtua di Inggris saat anak-anaknya mengalami ‘kecanduan’ gadget. ‘Digital detox’ merupakan program rehabiltasi ‘kecanduan’ gadget yang didesain oleh Dr Richard Graham dari Capio Nightingale Hospital, London. 7 beragam sumber

Komentar