nusabali

18 Tahun Tragedi Mei Masih ‘Gelap’

  • www.nusabali.com-18-tahun-tragedi-mei-masih-gelap

Keluarga korban kerusuhan Mei 1998 setia tahun mendatangi lokasi kebakaran yang menewaskan anggota keluarganya di Citra Mall, Klender, Jakarta Timur.

Kebenaran atas tragedi ini adalah hak bagi keluarga korban
 
JAKARTA, NusaBali
Ruyati Darwin, 70 tahun, mengatakan doa bersama yang dilanjutkan dengan tabur bunga itu dimulai sejak setahun setelah peristiwa itu, yakni 1999.

Menurut Ruyati, sebetulnya keluarga korban sudah lelah meminta perlindungan pemerintah terkait dengan peristiwa ini. Ia menagih janji Presiden Joko Widodo yang ingin menuntaskan kejadian kebakaran dan kerusuhan tersebut.

"Sudah 18 tahun, tapi kasus ini belum terang," kata Ruyati, Sabtu (14/5). Ruyati kehilangan Eten Karyana, putra sulungnya yang pernah belajar di Fakultas Sastra Prancis Universitas Indonesia.

Dalam peringatan tragedi kekerasan Mei 1998 yang ke-18 ini, masyarakat dan keluarga korban meminta tiga hal kepada pemerintah dan wakil rakyat.

Pertama, mereka meminta kebenaran atas kejadian ini diungkap seterang-terangnya. "Kebenaran atas tragedi ini adalah hak bagi keluarga korban dan seluruh warga negara," kata Rini Pratsnawati, Project Officer Pengembangan Sumber Daya Hak Asasi Manusia Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat seperti dilansir tempo.

Kedua, keluarga korban meminta peristiwa ini dijadikan sebagai titik tolak demokratisasi di Indonesia. Menurut Rini, jangan sampai warga negara kembali dikekang hak dan kebebasannya, misalnya hak berorganisasi dan berekspresi.

Ketiga, mereka meminta apa yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam merawat situs kekerasan 1998 di Tempat Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur, juga diterapkan di tempat-tempat lain yang mengalami hal serupa.

Aktivis yang tergabung dalam panitia peringatan kekerasan Mei 1998 juga meminta pemulihan nama baik bagi korban yang disalahkan oleh negara.

Peristiwa kerusuhan dan kekerasan pada 13, 14, dan 15 Mei 1998 diperkirakan merenggut ribuan nyawa. Hasil investigasi Kontras yang disiarkan pada 2014 mencatat ada 1.190 orang tewas dan 27 orang terluka akibat senjata tajam.

Mal Klender adalah salah satu tempat kerusuhan yang parah. Mal yang dulu dikenal sebagai Yogya Plaza Klender waktu itu dijarah dan dibakar. Ratusan orang yang berada di dalamnya terperangkap dan terbakar hidup-hidup.
 
Jangan Ingkari
Sementara itu Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam rilisnya mengingatkan negara dan masyarakat bahwa telah terjadi kekerasan seksual terhadap perempuan, khususnya etnis Tionghoa, dalam Tragedi Mei 1998 di Jakarta.

Temuan dan dokumentasi Pelapor Khusus Komnas Perempuan tentang Kekerasan Seksual Mei '98 kembali menegaskan hal-hal yang menjadi temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Pelapor Khusus PBB tentang kekerasan terhadap perempuan yang juga hadir di Indonesia.

"(Laporan tersebut membahas) tentang adanya perempuan korban kekerasan seksual dalam bentuk serangan seksual yang beragam saat Tragedi Mei '98 di Jakarta, serta kota-kota besar lainnya di Indonesia," ujar Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah di Jakarta seperti dilansir cnnindonesia.

Fakta adanya kekerasan seksual dalam Tragedi Mei 1998 tersebut, ucap Yuniyanti, menandai keadaan politik masa Orde Baru yang disalahartikan sebagai konflik sosial. Menurutnya, temuan TGPF 1998 menunjukkan bahwa tragedi ini terjadi secara sistematis, meluas, dan hingga kini masih menjadi tanggung jawab negara dalam penyelesaiannya sebagai bagian dari pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu.

Komnas Perempuan berharap dengan adanya pengakuan negara bahwa kekerasan seksual merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti yang dinyatakan Presiden Jokowi pada 10 Mei 2016 yang menyebut kekerasan seksual dapat digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime), maka negara tidak boleh lagi mengingkari kekerasan seksual yang terjadi dalam rangkaian Tragedi Mei 1998.

"Sikap negara ini hanya akan menyebabkan impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM. Sementara hak korban atas kebenaran, keadilan, dan pemulihan, semakin jauh terabaikan," ujar Indriyati.7

Komentar