nusabali

Komnas PA Datangi Ashram Gandhi Puri

  • www.nusabali.com-komnas-pa-datangi-ashram-gandhi-puri

Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Bali, Luh Ayu Aryani, janji ikut monitor perkembangan kasus di Ashram Gandhi Puri

Tindaklanjuti Pengaduan Masyarakat Soal Dugaan Kejahatan Seksual

SEMARAPURA, NusaBali
Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, mendatangi Ashram Gandhi Puri Sevagram di Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Klungkung, Rabu (13/2) siang. Kedatangannya ini untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat atas dugaan tindak kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan tokoh spiritual di Ashram Gandhi Puri Sevagram.

Pantauan NusaBali, Arist Merdeka Sirait tiba di Asrhram Gandhi Puri, Rabu siang pukul 13.00 Wita, didampingi petugas kepolisian dari Polsek Dawan dan Polres Klungkung. Ketua Umum Komnas PA ini diterima oleh Koordinator Ashram Gandhi Puri Sevagram, I Wayan Sari Dika, 24. Setelah mengobrol beberapa menit dengan Wayan Sari Dika, Arist Merdeka Sirait minta diantar masuk ke sejumlah ruangan di Asrhram Gandhi Puri.

Sebetulnya, Arist Merdeka Sirait ingin bertemu langsung dengan tokoh spritual di Ashram Gandhi Puri, IU, yang diduga sebagai pelaku kejahatan seksual sodomi, untuk mengklarifi langsung persoalan ini. Namun sayang, IU tidak ada di tempat karena yang bersangkutan tengah berada di India, sejak 23 Januari 2019. Konon, IU baru akan balik dari India, Maret 2019 mendatang.

Karena IU tidak ada di tenmpat, Sirait pun berjanji akan datang lagi ke Ashram Gandhi Puri di Desa Paksebali, Maret mendatang. Tolong sampaikan kedatangan saya kepada Gus-nya (IU). Saya datang ke sini (Ashram Gandhi Puri) ingin mengklarifikasi pengaduan masyarakat/informasi atas dugaan kejahatan seksual dalam bentuk sodomi,” pinta Sirait kepada Wayan Sari Dika.

Menurut Sirait, pihaknya ingin mengklarifikasi apakah betul dugaan yang disampaikan masyarakat dan berita-berita media selama ini, terkait dugaan sodomi tersebut. “Makanya, hari ini (kemarin) saya coba cross check, karena saya tidak mau mengambil keputusan, mengambil sikap, opini atau pendapat sebelum saya ketemu dengan Gus-nya,” ujar Sirait.

Nantinya, Sirait juga akan berusaha menemui korban dugaan sodomi, paling tidak orangtuanya. Kalau toh tidak bisa menemui korban dan keluarganya, Sirait juga bisa mendapatkan informasi dari pihak-pihak lain.

Bahkan, Kamis (14/2) ini Sirait akan bertemu jajaran Polda Bali di Denpasar. “Besok (hari ini) saya diterima Polda Bali untuk menyampaikan apa yang saya temukan dan informasi di lapangan. Mudah-mudahan nanti ada informasi yang menguatkan untuk membuat pelaporan,” tandas Sirait.

Sementara, Koordinator Asrham Gandhi Puri, Wayan Sari Dika, mengatakan IU saat ini berada di India dalam rangka peringatan 70 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan India. “Guruji (panggilan untuk IU, red) sudah berangkat ke India 23 Januari lalu. Dijadwalkan baru balik dari India bulan Maret nanti, karena kegiatannya di sana banyak,” ujar Sari Dika.

Terkait mencuatnya kasus dugaan kekerasan seksual yang ramai di media bela-kangan ini, menurut Sari Dika, pihaknya sudah sempat berkomunikasi dengan IU. “Guruji berpesan sampaikan saja apa adanya yang saya ketahui. Sejak saya di sini (Ashram Gandi Puri), Guruji tidak ada melakukan hal seperti yang diberitakan itu. Beliau mengajar hal-hal yang postitif kepada kita," papar Sari Dika.

Sehari sebelumnya, Selasa (11/2), Komisi IV DPRD Bali, kalangan aktivis anak, dan Solidataritas Warga Anti Pedofilia (SWAP) sepakat melawan pelaku pedofilia. Komisi IV DPRD Bali pun mendesak Polda Bali ungkap dugaan pelecehan seksual yang terjadi di Ashram Gandhi Puri.

Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta, mengatakan sejak awal dirinya sudah komitmen mengawal kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak, baik yang dilakukan orang asing maupun warga lokal. “Hari ini kita bertemu dengan SWAP, aktivis anak, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali. Kami mendesak Polda Bali mengusut kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak di Bali. Kami menunggu action Polda Bali,” ujar Nyoman Parta dalam pertemuan dengan kalangan aktovis di Gedung DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar siang itu.

Menurut Parta, kalangan aktivis sudah mengantongi data korban dan pelakunya. Kasus ini disebut melibatkan tokoh, namun harus diusut sampai tuntas “Kami mendesak agar diusut tuntas. Saya akan terus berkomunikasi dengan pihak terkait dalam mengawal kasus ini. Karena setahu saya, korban bisa menjadi pelaku di masa datang. Sekarang aktivis harus bergerak. Lembaga perlindungan anak harus mengawal,” tandas politisi PDIP asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar yang akan maju tarung ke DPR RI Dapil Bali dalam Pileg 2019 ini.

Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Bali, Luh Ayu Aryani, mengatakan pihaknya akan turut memonitor perkembangan kasus dugaan kekerasan seksual anak di Ashram Gandhi Puri tersebut. Menurut Ayu Aryani, selama ini seperti ada kendala untuk mengungkap kasus pelecehan seksual, kejahatan, kekerasan terhadap anak dan perempuan di Bali. Ada korban, namun mereka tidak berani melapor kepada polisi, sehingga menjadi sulit mendapatkan petunjuk untuk mengungkap kasusnya.

“Kami dari Dinas P3A Provinsi Bali tidak bisa turut campur pengungkapan kasus ini. Kami serahkan kepada penegak hukum supaya secepatnya terungkap. Kewenangan kami adalah menyiapkan konseling ketika nanti korbannya terungkap,” tandas Ayu Aryani dalam Rakor Program P3A di Denpasar, Rabu kemarin.

Mantan Kadis Kehutanan Provinsi Bali ini menegaskan, perlindungan perempuan dan anak menjadi isu nasional, bahkan jadi pembahasan serius di dunia internasional. ”Berbagai negara telah lakukan intervensi melalui strategi dan pendekatan dengan pola beragam untuk menanggulangi kasus-kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak, serta kasus perdagangan anak dan perempuan,” papar istri dari mantan Kepala Inspektorat Provinsi Bali, I Ketut Teneng ini.

Dinas P3A mencatat, di Bali terjadi kenaikan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan dari tahun ke tahun. Pada 2018, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sebanyak 529 kasus (terdiri dari 272 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 257 kasus kekerasan terhadap anak). Beberapa di antara korbannya sudah proses konseling dan pemulihan mental.

Sedangkan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan dalam kategori KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga), kata Ayu Aryani, juga jumlahnya cukup besar dan naik dari tahun ke tahun. Pada 2017, kasus KDRT di Bali mencapai 507 kasus. Pada tahun 2018, jumlahnya meningkat menjadi 571 kasus KDRT di Bali. “Dari tahun ke tahun memang meningkat jumlah kasus KDRT, demikian pula kasus  kekerasan terhadap anak dan perempuan di Bali,” tandas Ayu Aryani yang baru dua pekan dimutasi dari jabatan Kadis Kehutanan menjadi Kadis P3A Provinsi Bali.

Menurut Ayu Aryani, selama tahun 2018, kasus KDRT terhadap perempuan paling banyak terjadi di Denpasar yakni 126 kasus, disusul di Badung (105 kasus), di Gianyar (52 kasus), di Karangasem (52 kasus), di Tabanan (39 kasus), di Buleleng (37 kasus), di Jembrana (27 kasus), di Bangli (21 kasus), dan di Klungkung (12 kasus).

Dari jumlah itu, 28 kasus ditangani Polda Bali dan 70 kasus ditangani Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A). “Untuk tahun 2019 ini, kami belum menerima korban kasus kekerasan perempuan dan anak, juga korban KDRT untuk dilakukan penanganan dan konseling,” ujar birokrat asal Desa Les, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini. *wan,nat

Komentar