nusabali

Caleg Perempuan Sering Hanya Sebagai Pelengkap

  • www.nusabali.com-caleg-perempuan-sering-hanya-sebagai-pelengkap

Keterwakilan perempuan di badan legislatif (DPR, DPD, DPRD) di Bali masih rendah.

DENPASAR, NusaBali
Persentasenya tidak sampai 10 persen. Di Kota Denpasar misalnya, pada pileg tahun 2014 hanya lolos satu orang perempuan, yakni Putu Metta Dewinta Wandy dari partai Golkar. Dalam pertarungan memperebutkan kursi wakil rakyat, bahkan seringkali caleg perempuan hanya dijadikan sebagai pelengkap. Hal tersebut diungkapkan Ketua LSM Bali Sruthi, Dr Luh Riniti Rahayu.

“Dalam peraturan sudah disebutkan bahwa kuota keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. Tapi kenyataannya tidak sampai segitu. Keterwakilan perempuan di legislatif Bali saja pada pemilu 2004 hanya 4,5 persen dari 415 kursi (gabungan kursi DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota). Dari persentase ini, kita sudah merasa paling rendah di Indonesia. Beda dengan di Sulawesi Utara yang hampir 40 persen keterwakilan perempuannya,” ungkap Riniti dalam acara pelatihan caleg perempuan Kota Denpasar menghadapi Pemilu 2019 di Hotel Grand Santi Denpasar, Sabtu (9/2) lalu.

LSM Bali Sruthi sejak tahun 2004 mendorong keterwakilan perempuan agar bisa lolos di kursi legislatif. Setelah tahun 2004, pada tahun 2009 pihaknya bersama aktivis perempuan lainnya melakukan pelatihan kepada caleg-caleg perempuan dengan mendatangi setiap partai. Pada tahun 2009, keterwakilan perempuan mampu meningkat menjadi 7,5 persen dari 415 kursi yang ada. “Tahun 2014 sistem berubah lagi, jadi tarung bebas. Kondisi caleg perempuan dalam meraih suara cukup sulit. Pun pada tahun 2014 kita hanya stagnan di 7,3 persen,” jelas Riniti.

Padahal, kata dia, KPU sangat konsen terhadap keterwakilan perempuan ini. Sampai-sampai setiap dapil harus ada caleg perempuan minimal 30 persen. Hanya saja, terkadang dalam kontestasi politik ini, kata Riniti, caleg perempuan hanya dipakai sebagai pelengkap. “Seringkali perempuan hanya dijadikan sebagai pelengkap. Kalau tidak ada 30 persen perempuan, bubar semua itu, dicoret. Yang laki-laki bisa-bisa gak lolos. Maka diburulah perempuan itu. Yang tidak siap dipakai banyak,” bebernya.

Meski demikian, Riniti menegaskan tidak semua caleg perempuan hanya dijadikan pelengkap. Ada pula caleg perempuan yang benar-benar berjuang dan terpilih. “Padahal sesungguhnya jika perempuan diberikan kesempatan, perempuan itu mampu. Malah caleg perempuan yang siap maju bertarung itu yang ditakuti, karena takut akan kehilangan suara. Makanya yang diburu itu banyak perempuan-perempuan yang tidak siap maju,” imbuhnya.

Riniti menambahkan, meski hanya dijadikan pelengkap sekalipun, ia berpesan agar para caleg perempuan memanfaatkan kesempatan itu untuk belajar. Sebab jika terpilih nantinya, maka caleg perempuan adalah wakil dari para perempuan untuk arah kebijakan yang memperjuangkan hak dan keadilan untuk perempuan. “Sekalipun digunakan sebagai pelengkap, manfaatkan peluang ini dengan baik untuk belajar. Bilamana terpilih dan makin banyak perempuan yang terpilih, maka bisa mewakili suara perempuan yang ada di Indonesia,” tandasnya. *ind

Komentar