nusabali

Ritual Nuhu, Ratusan Anak Berebut Sarana Upacara

  • www.nusabali.com-ritual-nuhu-ratusan-anak-berebut-sarana-upacara

Krama Subak Sebatu, Desa Pakraman Sebatu, Kecamatan Tegallalang, Gianyar menggelar tradisi ritual Nuhu pada Radite Umanis Merakih, Minggu (10/2) sore.

GIANYAR, NusaBali
Ritual berupa rebutan sarana upacara usai persembahyangan yang melibatkan ratusan anak-anak ini bermakna sebagai nangluk merana dan sekaligus mohon keberhasilan panen hasil pertanian.

Prosesi ritual Nuhu, yang juga disebut Mejarag atau Medanan-danan, dilak-sanakan di Nista Mandala Pura Desa lan Pura Puseh Desa Pakraman Sebatu, Minggu sore pukul 16.00 Wita. Ritual Nuhu dengan melibatkan ratusan anak-anak yang belum pernah menjalani upacara potong gigi ini berlangsung singkat, hanya sekitar 30 menit hinga pukul 16.30 Wita.

Sebelum ritual Nuhu, krama Subak Sebatu yang berjumlah 103 kepala keluarga (KK) terlebih dulu melakukan persembahyangan dengan sarana upacara khusus di Utama Mandala Pura Desa lan Pura Puseh Desa Pakraman Sebatu. “Ada pula sarana upacara berisikan hasil bumi yang dihaturkan krama subak. Setelah selesai sembahyang di Utama Mandala Pura, barulah dilakukan ritual Nuhu atau Mejarag,” ujar Pekaseh Subak Sebatu, I Wayan Senter.

Nah, sarana upacara itulah yang kemudian diperebutkan ratusan anak-anak ketika sudah dibawa ke Nista Mandala Pura Desa lan Pura Puseh Desa Pakraman Sebatu. Anak-anak yang terlibat dalam ritual ini sejak awal sudah menunggu di depan pura. Mereka tanpa mengenakan busana atasan, juga udeng. Mereka terlihat hanya mengenakan kancut dililit dengan saput.

Ketika ratusan anak-anak ini berebut (merajag) sarana upacara, termasuk berupa hasil panen pertanian, krama Subak nigtig (memukul, Red) mereka menggunakan sapu lidi yang diikat benang tridatu. Sapu lidi itu hanya berisi 3 batang dan 3 keping pis bolong (uang kepeng).

Setelah aksi rebutan sarana upacara selesai, sisa sarana upacara dibawa ke sebelah barat pura. Kemudian, sarana berupa beras, nasi, dan daging yang tersisa katunas (dimohon) oleh krama subak untuk dilemparkan ke padi di sa-wahnya masing-masing, agar tumbuh dengan subur.

“Sedangkan sisa lidi yang sebelumnya dipakai nigtig anak-anak, juga katunas krama subak untuk ditancapkan pada setiap ujung lahan persawahan. Ini dianggap sebagai penangkal hama secara niskala (nangluk merana, Red),” papar Wayan Senter.

Menurut Wayan Senter, tradisi ritual Nuhu ini dilaksanakan setahun sekali di areal Pura Desa lan Pura Puseh Desa Pakraman Sebatu, setiap bulan Februari, ketika sudah dua kali masa panen padi. Yang menjadi patokan digelarnya tradisi ritual Nuhu ini adalah Tri Wara (Pasah, Beteng, Kajeng).

"Rentetan Nuhu ini diawali pada Kajeng pertama di bulan Februari, dengan upacara Malik Sumpah. Tiga hari kemudian, dilakukan upacara Mebajang Colongan. Sedangkan tahap ketiga adalah ritual Nuhu," tegas Wayan Senter. “Tradisi Nuhu ini dilakukan rutin setiap tahun. Kami tidak pernah tak melaksanakan ritual ini. Prosesinya mulai sejak pagi, mulai dari mebat dan mempersiapkan sarana upacara yang digunakan,” katanya.

Sementara itu, tidak sembarang anak-anak boleh mengikuti ritual Nuhu. Menurut Wayan Senter, anak-anak yang diizinkan ikut ritual Nuhu hanya mereka yang belum menjalani upacara potong gigi. “Pasalnya, mereka yang belum upacara potong gigi dianggap masih memiliki taring. Mereka simbolik tikus yang sedang ingin memakan apa saja yang tumbuh di persawahan, terutama padi.” *nvi

Komentar