nusabali

Pengajuan RUU Provinsi Bali Tertunda

  • www.nusabali.com-pengajuan-ruu-provinsi-bali-tertunda

Versi Adi Wiryatama, Bupati Badung Nyoman Giri Prasta punya beberapa usulan terkait RUU Provinsi Bali yang perlu diselaraskan dengan Pemprov

Masih Tunggu Sinkronisasi dengan Bupati/Walikota Se-Bali

DENPASAR, NusaBali
Pengajuan Rancangan Undang-undang (RUU) Provinsi---yang merupakan Revisi UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentikan Daerah Tingkat I Bali-NTB-NTT---ke pusat tertunda. Pasalnya, RUU Provinsi Bali ini masih menunggu sinkronisasi antara Gubernur Wayan Koster dengan para bupati/walikota se-Bali.

Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, mengatakan sebelum diajukan ke Senayan, RUU Provinsi Bali akan dibahas dulu secara matang. Menurut Adi Wiryatama, Gubernur Wayan Koster sudah sempat mengundang para kepala daerah/wakil kepala daerah se-Bali dari PDIP khusus untuk membahas RUU Provinsi Bali ini. Terakhir, rapat digelar di Kantor Sekretariat DPD PDIP Bali, Jalan Banteng Baru Niti Mandala Denpasar, Jumat (8/2) sore.

Namun, kata Adi Wiryatama, dalam beberapa kali pembahasan yang melibatkan para kepala daerah/wakil kepala daerah dari PDIP itu, belum dicapai kesepahaman. “Belum sepaham dan selaras, sehingga RUU Provinsi Bali belum bisa diajukan ke pusat,” ujar Adi Wiryatama kepada NusaBali di Denpasar, Minggu (10/2).

Adi Wiryatama menyebutkan, ada beberapa materi dalam RUU Provinsi Bali yang masih mengganjal, sehingga belum tercapai kesepahaman antara Gubernur dan Bupati/Walikota se-Bali. Namun, Adi Wiryatama tidak bisa menjelaskannya secara detail, karena itu pembahasan internal.

“Intinya, masih dilakukan upaya penyelarasan. Misalnya, penyelarasan dengan Kabupaten Badung. Bupati Badung Pak Nyoman Giri Prasta punya usulan yang perlu diselaraskan dengan pihak Pemprov Bali (Gubernur). Banyak usulan dari Badung, maka harus ditampung dan diselaraskan lagi. Juga ada usulan dari kabupaten lain,” tegas Adi Wiryatama yang juga menjabat Sekretaris Dewan Pertimbangan Daerah (Deperda) PDIP Bali.

Menurut Adi Wiryatama, DPRD Bali tetap akan menunggu sampai Gubernur Koster dan para bupati/walikota satu kata. Sebab, ini menyangkut RUU tentang Provinsi Bali. Saat ini, keberadaan Provinsi Bali masih diatur dengan UU Nomor 64 Tahun 1958, yang satu paket dengan Provinsi NTB dan Provinsi NTT.

“Kalau saya sebagai penua (yang dituakan) dalam beberapa kali rapat, ya tetap memfasilitasi supaya sinkron dan kompak satu kata dulu. Kita berharap nanti RUU Provinsi Bali ini final dan dapatkan hasil terbaik untuk Bali. Kalau tidak matang, ya sebaiknya jangan dulu dibawa ke pusat,” ujar politisi senior asal Banjar Tegeh, Desa Angseri, Kecamatan Baturiti, Tabanan yang juga mantan Bupati Tabanan dua kali periode (2000-2005, 2005-2010) ini.

Dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Minggu kemarin, Gubernur Wayan Koster mengakui RUU Provinsi Bali belum bisa diajukan ke pusat, karena perlu pematangan lagi dan masih dilakukan sinkronisasi. “Ini masih sinkronisasi dengan kabupaten/kota se-Bali,” tandas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.

Draft RUU Provinsi Bali itu sendiri sebelumnya sempat dipaparkan Gubernur Gubernur Koster di hadapan para tokoh di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernuran, Niti Mandala Denpasar, 16 Januari 2019 lalu. Gubernur Koster pun panen dukungan dalam perjuangan untuk golkan UU Provinsi Bali ini.

Acara diskusi dan pemaparan RUU Provinsi Bali kala itu dihadiri Ketua DPRD Bali, para Bupati/Walikota se-Bali, Ketua DPRD Kabupaten/Kota se-Bali, anggota DPD RI Perwakilan Bali, DPR RI Dapil Bali, sejumlah Rektor Universitas, unsur PHDI, Majelis Utama Desa Pakraman (MUPD) Provinsi Bali, FKUB, dan tokoh-tokoh masyarakat, dan segenap Pimpinan OPD Pemprov Bali.

Draft RUU Provinsi Bali itu terdiri dari 41 pasal, tertuang dalam 13 bab. Koster mengatakan, Rancangan UU Provinsi Bali ini didasari oleh sejumlah permasalahan yang hingga kini masih dihadapi Pulau Dewata. Permasalahan itu, antara lain, kesenjangan antar daerah, industri pariwisata yang lebih terkonsentrasi di Bali Selatan, ketidakseimbangan pembangunan yang memicu urbanisasi ke wilayah Denpasar dan sekitarnya, hingga makin tertinggalnya laju perekonomian kawasan Bali Utara dan Bali Timur.

Koster berpendapat, permasalahan ini memerlukan pendekatan pembangunan dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, satu tata kelola (one island, one management, one commando). Pendekatan pembangunan dalam satu kesatuan wilayah itu secara lebih spesifik diatur dalam RUU tentang Provinsi Bali. Regulasinya tertuang dalam Bab IV Pasal 8 RUU Provinsi Bali, yang mengatur tentang Urusan Pemerintah Provinsi. Dalam Bab IV Pasal 8 Point 3 disebutkan bahwa urusan pemerintahan tertentu yang sepenuhnya menjadi kewenangan Provinsi Bali sebagai daerah otonom mencakup bidang kebudayaan, adat istiadat, tradisi, subak, desa adat, penataan ruang, periwisata, kependudukan, ketenagakerjaan, dan lingkungan hidup.

Sementara itu, Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali---yang merupakan Revisi Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi---, juga sempat dibicarakan dalam beberapa kali rapat antara Pem-prov Bali dan Pemkab/Pemkot se-Bali. Termasuk dalam rapat terakhir Gubernur Koster dengan para kepala daerah/wakil kepala daerah dari PDIP di Kantor Sekretariat DPD PDIP Bali, Jumat sore.

Hanya saja, menurut Adi Wiryatama, masalah ketinggian bangunan dalam Ranperda RTRW ini masih krusial. Pembahasan masalah ketinggian bangunan semakin alot, karena usulan dari kabupaten/kota berbeda beda. Maklum, kebutuhan kabupaten/kota sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masa kini.

“Begitu sosialisasi rampung di kabupaten/kota se-Bali, segera kita rapat dengan bupati dan walikota dengan mengundang Gubernur Bali. Masalah ketinggian bangunan harus selesai dengan solusi terbaik, supaya tidak ada pro dan kontra di kemudian hari,” tegas Adi Wiryatama, Minggu kemarin.

Di sisi lain, Ketua Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali, I Ketut Kariyasa Adanyana, mengatakan sosialisasi sudah rampung di 9 kabupaten/kota se-Bali. Terakhir, sosialisasi Ranperda RTRW dilaksanakan di Kabupaten Gianyar, sepekan lalu. Ketika sosialisasi di Gianyar, masalah ketinggian bangunan diserahkan sepenuhnya kepada Pansus Ranperda RTRW untuk memutuskan.

“Di Gianyar tidak ada usulan ketinggian bangunan. Semua diserahkan kepada Pansus Ranperda RTRW. Tapi, disampaikan bahwa di Gianyar perlu penataan ruang yang memadai untuk pembangunan rumah sakit (RSUD Sanjiwani Gianyar, Red), karena tidak mungkin lagi memakan lahan kesamping,” ujar Kariyasa Adnyana saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Minggu kemarin.

Menurut Kariyasa, hasil sosialisasi di daerah-daerah akan dibahas lagi oleh Pansus ranperda RTRW DPRD Bali, Senin (11/2) ini. Termasuk pembahasan detal dengan masalah krisal ketinggian bangunan.

Disebutkan, masalah ketinggian bangunan sebenarnya tidaklah menentukan dalam revisi Perda RTRW. Namun, entah kenapa isu ketinggian bangunan selalu jadi ramai, apalagi dikait-kaitkan dengan bhisama. “Padahal kita ini membahas masalah struktur ruang. Ketinggian bangunan bukan hal mutlak sebenarnya menentukan ketok palu Panperda RTRW. Tapi, masalah ketinggian bangunan ini menjadi tarik-tarikan isu,’ jelas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng yang sudah tiga periode duduk di DPRD Bali ini.

Kariyasa mengatakan, Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali sebenarnya fokus masalah penataan ruang. Misalnya, upaya menyetop alih fungsi lahan di Bali. Masalahnya, lahan di Bali terbatas, sementara serbuan untuk membangun perumahan tidak terkendali. “Di satu sisi muncul usulan dari asosiasi pengembang supaya ada penetapan ruang baru untuk pengembangan pemukiman. Sah-sah saja itu, tapi kita akan matangkan lagi,” ujar Karyasa yang dalam Pileg 2019 maju tarung berebut kursi DPR RI dari PDIP Dapil Bali. *nat

Komentar