nusabali

Penolakan RUU Permusikan Meluas

  • www.nusabali.com-penolakan-ruu-permusikan-meluas

Indra Lesmana bahkan menyentil Anang Hermansyah yang turut mengusulkan RUU Permusikan ini kurang gaul dan perlu lebih banyak keliling Indonesia

Musisi Sebut Bagai Menggarami Air Laut

DENPASAR, NusaBali
Kritikan tajam hingga penolakan terhadap Rancangan Undang-undang (RUU) Permusikan hingga kini terus disuarakan. Di Bali, puluhan musisi dari berbagai genre, akademisi, dan mahasiswa berkumpul di ISI Denpasar, Senin (4/2) lalu untuk berdiskusi tentang RUU tersebut. Sebagian besar menolak RUU tersebut karena tidak memiliki urgensi sama sekali dan dianggap seperti menggarami air laut.

Ada sebanyak 19 pasal yang diilai bermasalah dalam RUU Permusikan. Di antaranya Pasal 4, 5, 7, 10, 11, 12, 13, 15, 18, 19, 20, 21, 31, 32, 33, 42, 49, 50, dan 51. Menurut musisi kenamaan, Indra Lesmana, meski niat baik untuk usulan perlindungan di bidang musik ini patut diapresiasi, namun Indra menilai RUU ini tidak relevan. Selain tidak ada urgensinya, Indra juga menganggap RUU ini terlalu terburu-buru. “Kami semua di sini setuju RUU Permusikan ini dibatalkan. Lebih baik mengkaji kembali UU yang sudah ada, karena ada banyak sekali UU terkait dan berhubungan dengan musik. Bagi saya RUU ini tidak ada urgensinya untuk membuat UU baru,” ujarnya.

Musisi yang sudah berkarya selama 43 tahun itu menambahkan, jika berbicara soal tata kelola industri ada UU yang bisa dikaji kembali terkait hal tersebut. Begitu juga pasal dalam RUU Permusikan soal uji sertifikasi, ada juga UU Pendidikan. Pun KUHP juga mengatur hukum pidana tentang perjudian, kekerasan, narkoba, dan kekerasan lain yang disebutkan dalam RUU Permusikan tersebut.

“Sebagai musisi yang sudah 43 tahun berkecimpung dalam musik, saya justru melihat ini sangat tidak relevan dengan apa yang saya lakukan selama ini. Kalaupun ada proteksi-proteksi untuk kelangsungan hidup musisi, kaji UU yang sudah ada saja. Revisi bila perlu,” imbuhnya.

Ayah dari Eva Celia ini bahkan sempat nyeletuk mengatakan bahwa Anang Hermansyah yang turut mengusulkan RUU Permusikan ini kurang gaul dan perlu lebih banyak keliling Indonesia. “Saya bisa mengatakan bahwa tidak ada urgensi dan terlalu terburu-buru dalam menggulirkan ini. Mestinya dia keliling Indonesia dulu, permasalahannya apa sih?” katanya.

“Kalau yang saya lihat ini mungkin lebih ke orang-orang yang ada di industri. Sementara musik itu kan luas, tiap daerah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Ketika kita ngomong permusikan seperti istilah yang dipakai itu, yang termasuk dalam ketegori permusikan ini siapa saja,” tambahnya.

Selain di Bali, Indra juga merasakan pergolakan untuk menolak RUU Permusikan ini semakin luas. “Yang menolak saja sudah ratusan, atau mungkin sudah ribuan. Tapi saya sendiri sudah merasakan, penolakan ini akan jauh lebih besar,” tandasnya.

Sementara itu musisi lainnya, Ito Kurdhi menganggap, RUU Permusikan bagai menggarami air laut. Sebab pasal-pasal dalam RUU Permusikan itu sebenarnya sudah ada UU yang mengatur, seperti KUHP, HAKI, UU ITE. “Solusinya ya dibatalkan. Alasannya karena ada tumpang tindih. Artinya tanpa ada RUU Permusikan itu pun, sudah ada UU lain yang sudah mengatur. Tinggal UU yang sudah ada ini diimpelemtasikan dengan baik dibarengi kontrol,” kata musisi jazz ini.

Kurdhi bahkan menyebut, RUU ini sebagai formalitas anggota dewan agar dinilai telah bekerja. Termasuk ia mengkritisi orang yang membuat RUU Permusikan itu harus diuji kompetensinya. “Yang bikin RUU ini yang perlu diuji kompetensi, karena bahasa redaksi pasal per pasal sangat rancu dan multitafsir, yang setiap orang bisa memiliki tafsir sendiri-sendiri. Makanya saya rasa nggak perlu RUU ini,” imbuhnya.

Pengamat musik Rudolf Dethu yang juga bergabung menjadi salah satu anggota Koalisi Seni Indonesia bahkan ragu para musisi dan orang berkompeten lainnya dilibatkan hingga munculnya pasal-pasal tersebut. Berbeda dengan RUU Pemajuan Kebudayaan yang sejak awal mengajak pelaku budaya untuk berpendapat.

“Sebelum munculnya pasal-pasal ini, kami-kami ini tidak pernah dilibatkan. Beda dengan muncul UU Pemajuan Kebudayaan, dimana sejak awal RUU ini mengajak pelaku-pelaku budaya, sampai pasal per pasal mereka debat terus. Nah ini beda, makanya kaget kok sudah ada pasal-pasal dan terkesan cepat terburu-buru,” jelasnya.

Dethu menyebut RUU ini sudah buruk sejak dalam pikiran. Eks manajer Superman Is Dead (SID) dan Navicula ini menambahkan, RUU ini terlalu represif karena mengekang kebebasan berekspresi seniman. “Pasal-pasal ini sangat represif, dan menjadi ancaman dan berbahaya sekali bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi. Pemerintah tugasnya cukup menjadi faisilitator saja dan bukan sebagai regulator,” tegasnya.

Sementara dosen musik dari ISI Denpasar, Wayan Sudira, mengatakan ISI Denpasar sebagai fasilitator. Pihaknya telah diskusi tersebut yang sebagian besar merupakan sikap penolakan para musisi terhadap RUU Permusikan. Semua rangkuman ini akan dijadikan basis penolakan yang kemudian akan ditandatangai oleh seluruh peserta, dan dibawa ke Jakarta melalui Indra Lesmana. “Saya lihat banyak yang merugikan musisi, dan mungkin saja ada kepentingan-kepentingan lain,” tandasnya. *ind

Komentar