nusabali

Menghalau Panca Baya dengan Darah Godel

  • www.nusabali.com-menghalau-panca-baya-dengan-darah-godel

Ribuan krama Desa Pakraman Kubutambahan, Buleleng, mengikuti tradisi Ngerebeg, Anggara Umanis Krulut, Selasa (5/2), memasuki Sasih Kawulu.

Tradisi Ngerebeg di Desa Pakraman Kubutambahan

SINGARAJA, NusaBali
Tradisi ini menggunakan anak sapi (godel) sebagai sarana upacara utama, yang kemudian diarak hingga ke Pura Segara. Selanjutnya, sapi digrebeg (ditusuk menggunakan benda tajam secara bersama) dan kemudian dihanyutkan ke laut diakhir upacara. Tradisi ini berlangsung setiap lima tahun sekali.

Menurut Kelian Desa Pakraman Kubutambahan, Jro Pasek Ketut Warkadea di sela-sela upacara menjelaskan, tradisi ini diwarisi kramanya sejak tahun 1711. Ngerebeg merupakan rangkaian dari upacara Mabulu Geles lan Bakti Ngelebarang, Bhakti Ngerebeg di Pura Dalem Purwa, Desa Pakraman Kubutambahan.

“Tradisi yang kami jalankan ini dalam menyikapi situasi alam yang tak menentu. Ini tertuang dalam Lontar Loka Segara Bumi, disebutkan panca baya dikarenakan unsur Panca Maha Bhuta, dicirikan oleh air laut naik, gunung meletus, kebakaraan, tsunami, banjir,” kata Jro Warkadea.

Rangkaian upacara Ngerebeg diawali dengan persiapan dan persembahyangan bersama krama desa di Pura Dalem Purwa. Seluruh krama lanang dari muda hingga tua membawa benda berujung runcing, baik bambu ataupun tombak yang akan digunakan untuk Ngerebeg. Sedangkan seekor godel betina juga sudah disiapkan sebagai sarana utama upacara Ngerebeg.

Jro Warkadea menyebutkan pemakaian godel betina dalam upacara ini menyimbolkan untuk Kala Bang, salah satu Bhuta Kala. Sedangkan tradisi Ngerebeg bermakna untuk menetralisir unsur Bhuta Kala. Dengan diberinya lalabaan atau upah, Bhuta Kala diharapkan tak membangkitkan bencana atau marabahaya.

Setelah seluruh krama berkumpul dan siap dengan sarana yang diperlukan, godel betina diarak bersama-sama menuju Pura Segara, sekitar 7 km dari Pura Dalem Purwa Kubutambahan. Tiba di pinggir pantai, manggala adat kemudian melaksanakan rangkaian upacara Pacaruan dan persembahayangan bersama sebelum godel betina itu digrebeg beramai-ramai oleh warga.

Proses Ngerebeg diawali manggala desa dengan menancapkan sebilah keris sesuhunan di Pura Dalem Purwa. Godel betina yang sudah ditusuk menggunakan keris sebanyak tiga kali, disusul tusukan dari krama yang mengikuti prosesi upacara menggunakan tombak atau bambu runcing yang dibawanya dari rumah. Krama yang mengikuti tradisi ini dilarang mencuci darah yang membekas di bambu runcing atau tombak yang mereka bawa. Tombak dan bambu runcing berisi darah godel itu akan dibawa ke rumah sebagai penolak bala. Krama juga akan mendapatkan tirta pembersihan yang akan disiratkan ke halaman rumah, kebun, dan sawah untuk menghindari kemalangan.

Krama setemapt juga mempercayai, darah senjata mereka dapat menghilangkan pemali. Pemali mengakibatkan sakit di bagian tubuh dapat dihilangkan dengan meminum asuhan keris atau bambu yang berisi darah godel betina itu.

Tradisi ini sempat tidak dilaksanakan, puluhan tahun lalu. Namun tak lama kemudian banyak kejadian dan bencana yang terjadi menimpa desa dan krama desa. “Dulu pernah tidak dilaksanakan, terus langsung ada pura disambar petir, krama ada kemalangan sehingga tradisi ini masih tetap kami pegang teguh hingga saat ini. Astungkara sejauh ini di Kubutambahan tidak ada bencana, walaupun di daerah lainnya sudah banyak terjadi banjir, gunung meletus, tsunami dan lainnya,” ungkap Jro Warkadea.*k23

Komentar