nusabali

Gubernur Koster Harap Karya Segara Kertih Bisa Dilaksanakan di Seluruh Bali

  • www.nusabali.com-gubernur-koster-harap-karya-segara-kertih-bisa-dilaksanakan-di-seluruh-bali

Gubernur Wayan Koster menyambut baik dilaksanakannya Karya Padudusan Agung Segara Kertih, Tawur Balik Sumpah Agung, lan Mupuk Pedagingan di Pura Kahyangan Jagat Er Jeruk, Desa Adat Sukawati, Gianyar pada Saniscara Umanis Pujut, Sabtu (26/1).

Karya Padudusan Agung di Pura Kahyangan Jagat Er Jeruk, Sukawati


GIANYAR, NusaBali
Koster berharap upacara Segara Kertih ini bisa dilaksanakan di seluruh Bali demi keseimbangan alam Bali beserta isinya.

Menurut Koster upacara ini sejalan dengan visi ‘Nangun Sat Kertih Loka Bali’ yaitu menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya untuk mewujudkan kehidupan krama dan gumi Bali yang sejahtera dan bahagia, baik sekala maupun niskala. Upacara ini merupakan bagian penting untuk menjaga keseimbangan antara manusia dengan alam, manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi, dan manusia dengan manusia lainnya atau yang dikenal dengan Tri Hita Karana.

“Acara seperti ini akan saya dukung penuh. Namun tetap harus ada gotong royong masyarakat supaya ada kebersamaan. Kita tahu kalau saat ini alam Bali sudah banyak tercemar, sudah tidak seperti dulu lagi, sehingga kita harus menyucikannya kembali dan salah satunya adalah dengan upacara Segara  Kertih ini,” ujar Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali, ini saat menghadiri karya di Pura Er Jeruk, Sabtu (26/1).

Koster menambahkan, dia berharap upacara Segara Kertih ini juga bisa dilaksanakan di seluruh Bali demi keseimbangan alam Bali beserta isinya. “Tujuan karya ini tiada lain untuk mohon kerahayuan, agar jagat Bali pada umumnya mendapatkan keselamatan. Saya harap upacara serupa juga bisa dilaksanakan di seluruh Bali. Saya pasti akan mendukungnya,” tandasnya.

Koster juga menyampaikan beberapa peraturan gubernur yang telah dikeluarkan untuk menjaga alam dan budaya Bali. Di antaranya Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 79 Tahun 2018 tentang Hari Penggunaan Busana Adat Bali, Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali, Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan, dan Industri Lokal Bali.

“Saya mengajak seluruh masyarakat untuk ikut mengimplementasikan empat Pergub tersebut. Ini semua untuk kebaikan dan keberlangsungan Bali ke depan. Semua ini tidak akan berjalan jika tidak mendapat dukungan penuh dari masyarakat,” tuturnya.

Ketua Panitia I Nyoman Oka dalam laporannya mengatakan, karya ini digelar kembali setelah prosesi yang sama digelar 30 tahun silam, tepatnya pada 1 Oktober 1989. Sedangkan saat ini puncak karya akan berlangsung pada Buda Kliwon Pahang, Rabu (30/1) nanti. Karya ini mengambil tingkatan madyaning utama dengan menggunakan 5 ekor kebo (kerbau) sebagai persembahan dan dipuput 25 sulinggih.

“Ada tiga prosesi utama serangkaian karya ini. Di antaranya saat ini kami melaksanakan melasti lan segara kertih. Kemudian tawur agung pada 28 Januari, serta puncak karya pada 30 Januari nanti,” ucapnya.

Pada kesempatan tersebut, Gubernur Koster didampingi Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) melakukan penandatanganan prasasti.

Sementara itu, gelombang tinggi tak menyurutkan antusias krama Subak Gede Cengcengan dan krama Desa Pakraman Sukawati melaksanakan prosesi mulang pakelem serangkaian Karya Padudusan Agung, Segara Kertih, Tawur Balik Sumpah Agung, lan Mupuk Pedagingan Pura Er Jeruk Desa Pakraman Sukawati, di Pantai Purnama pada Saniscara Umanis Pujut, Sabtu (26/1). Manggala Karya III I Made Sarwa menjelaskan ritual mulang pakelem ini menggunakan tiga jukung.

“Awalnya ada dua opsi, naik dari Pantai Purnama atau di Pantai Rangkan, Ketewel. Namun melihat gelombang cukup tinggi, jukung naik dari Pantai Rangkan,” tuturnya. S

ejumlah wewalungan diikutsertakan saat mulang pakelem, di antaranya kebo ireng, kambing ireng, dan satwa suci lainnya. Dari bibir pantai, ribuan krama antusias menyaksikan mulang pakelem ini. Meski berjarak sekitar 2 kilometer dari bibir pantai, gong baleganjur tetap ditabuh ketika tiga jukung berada di tengah laut.

“Harapannya agar terwujud keseimbangan jagat, peningkatan kesadaran umat, dan kesejahteraan. Jadi apa yang didapat dari alam, dipersembahkan kembali ke alam,” jelasnya didampingi Manggala Humas I Ketut Gede Suaryadala.

Sebelum prosesi mulang pakelem, terlebih dahulu digelar Ida Bhatara Melasti dan Tawur Segara Kertih yang salah satunya menggunakan ulam Kebo Yus Merana.

Adapun sulinggih yang muput karya kali ini, Ida Pedanda Jelantik Lila Arsa dari Griya Taman Sukawati, Ida Pedanda Giri Putra Griya Gede Kemenuh, Ida Pedanda Pacung Keniten Griya Pacung Batuan, Ida Pedanda Putra Padang Lokanata Gotama Griya Kutri Kelodan Singapadu, Ida Pedanda Gede Putu Mas Griya Pakuwudan Banjar Bedil Desa Sukawati.

Usai acara melasti di Pantai Purnama, krama akan kembali ke Pura Er Jeruk melaksanakan persembahyangan dengan dipuput Ida Pedanda Gde Putra Kanaka Griya Tenten Sukawati.

Upacara pada Sabtu pagi kemarin diikuti panyungsung seluruh krama Desa Sukawati yang terdiri dari 14 banjar adat. Sementara Subak Gede Sukawati yang selaku pangempon Pura Er Jeruk ini terdiri dari 250 KK.  “Kalau pengempon dari subak hanya 250 KK, makanya untuk karya ini minta bantuan ke Desa Sukawati,” kata Manggala Karya I I Nyoman Oka. *nvi

Komentar