nusabali

Terapkan Konsep Care Always, Dinobatkan Jadi Dokter Teladan

  • www.nusabali.com-terapkan-konsep-care-always-dinobatkan-jadi-dokter-teladan

Perjalanan karier Dr dr I Nyoman Gede Budiana SpOG (K) diawali dengan menjadi dokter PTT di RSUD Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah setamat pendidikan S1 Fakultas Kedokteran Unud tahun 1998

Dr dr I Nyoman Gede Budiana SpOG (K), Dokter Spesialis Kandungan RSUP Sanglah

DENPASAR, NusaBali
Dokter dan konsultan spesialis kandungan yang juga dosen Fakultas Kedokteran Unud, Dr dr I Nyoman Gede Budiana SpOG (K), 48, menutup perjalanan tahun 2018 dengan happy ending. Dia dinobatkan sebagai ‘Dokter Teladan RSUP Sanglah, Denpasar’. Penghargaan ini tak terlepas dari konsep pendekatan care always terhadap pasien yang dia lakukan.

Nama dr Nyoman Gede Budiana diumumkan sebagai ‘Dokter Teladan RSUP Sanglah’ saat peringatan HUT ke-59 RSUP Sanglah, sebulan lalu. Dokter spesialis kandungan asal Banjar Yehpoh, Desa Yehpoh, Kecamatan Manggis, Karangasem ini terpilih dari ribuan dokter yang bertugas di RSUP Sanglah. 

Bagi dr Budiana, penghargaan sebagai dokter teladan ini merupakan surprise, karena tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Dan, tidaklah mudah bagi dr Budiana menyandang predikat dokter teladan. Sebab, dengan embel-embel teladan itu, berarti dia harus siap menjaga diri agar bisa menjadi teladan.

“Ya, awalnya saya tidak menyangka dapat predikat sebagai dokter teladan. Saya berpikir apakah saya pantas dan akan tetap bisa tegteg (konsisten, Red) dengan predikat itu? Tapi, ini akan menjadi motivasi bagi saya supaya jadi lebih baik,” ujar dr Budiana saat ditemui Nusabali di Ruang Humas RSUP Sanglah, Rabu (16/1) siang.

Menurut dr Budiana, penghargaan dokter teladan diberikan oleh RSUP Sanglah kepada dokter yang telah diusulkan. Masing-masing bagian (spesialis) mengusulkan satu nama yang dinilai layak, termasuk dari sisi kinerja. Nah, bagian spesialis kandungan mengusulkan nama dr Budiana, yang akhirnya terpilih menjadi dokter teladan RSUP Sanglah.

Kepada NusaBali, dr Budiana menyebutkan ‘resep’ sederhana menjadi seorang dokter dalam melayani pasien. Resep itu adalah care always (selalu perhatian). Dengan selalu peduli, pasien akan merasa diperhatikan, meskipun mereka tahu dirinya tidak lama lagi akan meninggal dunia. “Menginformasikan berita buruk itu tidak mudah. Yang bisa kita berikan adalah care. Kesembuhan kita tidak bisa jamin, semua atas kuasa Tuhan. Meskipun tahu dirinya akan meninggal, tapi pasien merasa diperhatikan dan ini cenderung diingat oleh keluarga pasien yang masih ada,” cerita dokter kelahiran 18 Agustus 1971 ini.

Dr Budiana menambahkan, rasa kepo atau ingin tahu itu penting bagi seorang dokter. Namun, trend belakangan ini, kepo justru berkonotasi negatif. Makanya, dr Budiana menyarankan peserta didik agar berhati-hati menggunakan kata kepo dan baper. Sebab, penting bagi dokter untuk tahu banyak tentang pasien. Peduli dan perhatian, contohnya, karena itu melatih kepekaan.

Karena selalu menerapkan sikap peduli kepada pasiennya, d Budiana pun sering masih berhubungan baik dengan keluarga pasien, meski telah belasan tahun silam ditanganinya. Terkadang, ada rasa bangga di situ. “Tiba-tiba jalan ke mana, lalu disapa seseorang. Saya tidak mengenalinya, tapi orang itu yang memperkenalkan diri bahwa saya pernah menanganinya 10 tahun lalu. Di situ ada kebangaan menjadi dokter,” beber dokter jebolan Fakultas Kedokteran Unud ini.

Perjalanan dr Budiana menjadi dokter diawali sebagai dokter PTT (pegawai tidak tetap) di RSUD Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, setamat pendidikan S1 Fakultas Kedokteran Unud pada 1998. Selama 2 tahun mengabdi di RSUD Muara Teweh periode 1998-2000, ternyata banyak kasus terutama ibu melahirkan yang ditanganinya. Budiana bahkan harus menolong ibu-ibu yang tengah pendarahan yang tinggalnya di pedalaman. 

Karena banyaknya kasus seputar kandungan, hal itu kemudian mendorong Budiana mengambil pendidikan spesialis kandungan di S2 Fakultas Kedokteran Unud. Maka setelah mengabdi 2 tahun di RSUD Muara Teweh, dia kembali pulang ke Bali dan melanjutkan pendidikan spesialisnya. “Cikal bakal saya mengambil spesialis kandungan, berawal dari tugas saya sebagai dokter PTT. Banyak kasus yang saya tangani, sehingga itu melatih kepekaan saya sebagai dokter,” kenang ayah tiga anak dari pernikahannya dengan Ni Made Evawani Utari ini.

Banyak pengalaman berkesan bagi dr Budiana selama menangani pasien. Bahkan, ada kasus kehamilan dengan kanker serviks dan kanker ovarium yang pernah ditanganinya bersama tim. Tantangan terbesar di situ adalah perkara menyelamatkan dua nyawa, baik sang ibu maupun bayinya. Namun, ada kalanya tim dokter dihadapkan pada pilihan hanya bisa menyelamatkan salah satunya. 

“Kalau kasus seperti ini, banyak sekali pertimbangannya. Peran dokter dalam situasi itu adalah memberikan pasien pilihan. Menyampaikan berita buruk adalah hal sulit bagi dokter. Namun, itu harus disampaikan pada momen yang pas, sehingga pasien bisa menerimanya dengan lapang,” jelas dr Budiana.

Dr Budiana sendiri mengangkat masalah kanker ovarium dalam desertasi S3-nya, karena banyaknya kasus kanker pada organ wanita. Berdasarkan data, kasus serviks memang dominan terjadi pada wanita. Namun, jika dilihat dari kasus jumlah kematiannya, kanker ovarium (indung telur) yang lebih tinggi dari serviks. Ini karena kanker ovarium tidak menunjukkan keluhan yang spesifik, sehingga baru terdeteksi setelah stadium lanjut. 

Dalam penelitiannya, dr Budiana hanya meneliti genetik yang berperan terhadap terjadinya kanker ovarium. “Sampai saat ini memang belum ada rekomendasi untuk screening. Kecuali pada wanita-wanita yang ada riwayat keluarga. Misalnya, ibu atau neneknya kanker ovarium, disarankan untuk USG rutin.”

Menurut Budiana, lewat keahliannya sebagai spesialis kandungan, dirinya akan terus berjuang membantu orang lain. Saat ini dia sedang melakukan karma baik dalam melayani Tuhan lewat membantu sesama percikan Tuhan. “Menjadi dokter adalah sebuah kebanggaan, karena bisa membantu orang. Manusia dalam kepercayaan Hindu kan percikan dari Tuhan. Maka, untuk melayani Tuhan, tidak melulu dengan sembahyang. Akan lebih senang Tuhan itu dilayani dalam wujud melayani orang di sekitarnya,” sebut Budiana. *ind

Komentar