nusabali

Gubernur Koster Panen Dukungan

  • www.nusabali.com-gubernur-koster-panen-dukungan

Gubernur Wayan Koster paparkan draft RUU tentang Provinsi Bali (Revisi UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Bali-NTB-NTT) yang akan diperjuangkan ke pusat, di hadapan para tokoh di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernuran, Niti Mandala Denpasar, Rabu (16/1).

Perjuangkan RUU Provinsi Bali

DENPASAR, NusaBali
Gubernur Koster pun panen dukungan dalam menggolkan UU Provinsi Bali ini. Acara diskusi dan pemaparan RUU Provinsi Bali, Rabu kemarin, dihadiri Ketua DPRD Bali, para Bupati/Walikota se-Bali, Ketua DPRD Kabupa-ten/Kota se-Bali, anggota DPD RI Perwakilan Bali, DPR RI Dapil Bali, sejumlah Rektor Universitas, unsur PHDI, Majelis Utama Desa Pakraman (MUPD) Provinsi Bali, FKUB, dan tokoh-tokoh masyarakat. Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra, dan segenap Pimpinan OPD Pemprov Bali juga hadir. Pemaparan RUU Provinsi Bali ini dilakukan untuk memperoleh dukungan dari berbagai komponen.

Mengawali paparannya, Gubernur Koster menyinggung tentang pentingnya upaya menjaga pembangunan Bali agar tetap eksis dan berkelanjutan hingga generasi yang akan datang. Menurut Koster, salah satu langkah urgen yang harus segera dilakukan untuk memproteksi Bali adalah penyusunan sebuah regulasi berupa peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang Provinsi Bali. “Dengan adanya UU Provinsi Bali ini, nantinya seluruh wilayah berikut segala sumber dayanya diharapkan dapat dikelola dengan lebih baik,” jelas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.

Koster menerangkan, saat ini Provinsi Bali masih diatur dalam payung hukum UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali-NTB-NTT. Menurut Koster, secara konstitusi, UU tersebut sudah tidak rekevan lagi karena yang menjadi dasar penyusunannya adalah UUD Sementara 1950. Secara ideologi, kala itu bentuk negara masih Republik Indonesia Sementara (RIS). “Sementara saat ini kita sudah dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jadi, secara fundamental sudah sangat berubah,” tandas Koster.

Lebih dari itu, lanjut Koster, tiga wilayah yang berada di bawah satu payung hukum tersebut (Bali, NTB, NTT) saat ini sudah berkembang dan punya keunggulan masing-masing, sehingga seyogyanya diatur dengan Undang-undang terpisah. Bertolak dari fakta-fakta tersebut, Koster menilai UU 64/1958 sudah tidak relevan untuk menjawab tantangan dan persoalan yang dihadapi Bali saat ini. Menurut Koster, usulan agar Bali berada di bawah payung hukum tersendiri sudah lama menjadi pemikiran. “Makanya, begitu terpilih menjadi Gubernur Bali, ini menjadi prioritas saya,” kata mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali tiga kali periode ini.

Koster optimistis perjuangan mengawal RUU tentang Provinsi Bali ini lebih mudah dibandingkan RUU Otonomi Khusus (Otsus) yang sebelumnya mentok di pusat. “Secara politis, ini tidak menimbulkan resistensi, karena Bali tetap dalam konteks NKRI. Selain itu, RUU yang kita ajukan ini tak berkaitan dengan kavling anggaran, sehingga tidak membebani pusat. Kita hanya ingin mengoptimalkan pengelolaan sejumlah urusan yang dilimpahkan oleh pusat. Kita ingin mengurus Bali dengan lebih baik,” katanya.

Draft RUU Provinsi Bali yang dipaparkan Koster kemarin terdiri dari 41 pasal, tertuang dalam 13 bab. Koster mengatakan, Rancangan UU Provinsi Bali ini didasari oleh sejumlah permasalahan yang hingga kini masih dihadapi Pulau Dewata. Permasalahan itu, antara lain, kesenjangan antar daerah, industri pariwisata yang lebih terkonsentrasi di Bali Selatan, ketidakseimbangan pembangunan yang memicu urbanisasi ke wilayah Denpasar dan sekitarnya, hingga makin tertinggalnya laju perekonomian kawasan Bali Utara dan Bali Timur. 

Koster berpendapat, permasalahan ini memerlukan pendekatan pembangunan dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, satu tata kelola (one island, one management, one commando). Pendekatan pembangunan dalam satu kesatuan wilayah itu secara lebih spesifik diatur dalam RUU tentang Provinsi Bali. Regulasinya tertuang dalam Bab IV Pasal 8 RUU Provinsi Bali, yang mengatur tentang Urusan Pemerintah Provinsi. Dalam Bab IV Pasal 8 Point 3 disebutkan bahwa urusan pemerintahan tertentu yang sepenuhnya menjadi kewenangan Provinsi Bali sebagai daerah otonom mencakup bidang kebudayaan, adat istiadat, tradisi, subak, desa adat, penataan ruang, periwisata, kependudukan, ketenagakerjaan, dan lingkungan hidup.

Persoalan yang banyak dihadapi tenaga kerja lokal, juga mendapat perhatian Koster dan diatur dalam RUU Provinsi Bali ini. Menurut Koster, belakangan tenaga kerja lokal kerap memperoleh perlakuan diskriminasi, karena dikait-kaitkan dengan ikatan adat istiadat yang mengharuskan mereka banyak minta izin. Mencermati hal tersebut, Bab IX Pasal 29 RUU Provinsi Bali secara tegas mewajibkan pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di Bali agar mengutamakan penggunaan tenaga kerja setempat. 

“Kita juga memahami bahwa pengusaha tak mau rugi terkait dengan jam kerja yang nantinya tetap harus dipenuhi oleh para pekerja. Untuk itu, kita akan berkoordinasi dengan pengusaha agar bisa diatur,” tegas suami dari dramawati Ni Putu Putri Suastini ini.

Untuk memuluskan perjuangan mengawal RUU Provinsi Bali ini, Koster berharap dukungan dari berbagai komponen, yang dituangkan dalam tandatangan dan ‘Deklarasi Bali’. “Mari kita sepakat dan lepaskan atribut partai, karena ini merupakan langkah strategis yang sangat penting bagi Bali. Mari kita bersama membuat sejarah, bukan hanya membaca sejarah,” pinta Koster.

Sementara itu, dalam sesi diskusi kemarin, sejumlah pihak angkat bicara yang intinya memuji dan mendukung langkah Gubernur Koster terkait pengajuan RUU Provinsi Bali ke pusat. Wakil Bupati Karangasem, I Wayan Artha Dipa, menyatakan sepakat untuk memperjuangkan RUU ini, karena Provinsi Bali memang membutuhkan payung hukum khusus. Dukungan serupa juga dilontarkan Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, Ketua FKUB Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, Ketua MUDP Bali Jro Gede Wayan Suwena Putus Upadesha, dan Ketua PHDI Bali Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi.

Dalam kesempatan itu, Senator Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna menyarankan Gubernur Koster agar membangun komunikasi lebih intensif dengan para ketua umum partai, untuk memuluskan perjuangan RUU Provinsi Bali di pusat. Dengan komunikasi intensif, Arya Wedakarna berharap pembahasan RUU Provinsi Bali bisa menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Sedangkan Senator lainnya, I Gede Pasek Suardika, menilai apa yang dilakukan Gubernur Koster merupakan langkah yang luar biasa di awal kepemimpinannya. “Kita harus satu suara untuk mendukung perjuangan ini. Semoga dengan adanya dukungan tertulis dan deklarasi dari berbagai komponen, suara kita lebih diperhitungkan di pusat,” tegas politisi Hanura asal Singaraja, Buleleng yang notabene mantan sartawan NusaBali ini.

Sementara, setelah memperoleh persetujuan dan dukungan dari berbagai komponen, Gubernur Koster berencana membawa usulan RUU Provinsi Bali ini ke DPR RI, 23 Januari 2019 depan. Ketua DPRD Bali, I Nyoman Adi Wiryatama, pun mengajak seluruh masyarakat Bali berdoa dan bersatu agar RUU ini bisa secepatnya diproses dan disahkan. *

Komentar