nusabali

Musibah Terjadi Sebulan Setelah Pohon Keramat Dipangkas

  • www.nusabali.com-musibah-terjadi-sebulan-setelah-pohon-keramat-dipangkas

Karena diterjang longsor hingga tanpa sisa, buat sementara fungsi Pura Prajapati dipindahkan ke jaba tengah Pura Dalem Desa Pakraman Badung, yang berlokasi beberapa meter di sebelah timur

Cerita Mistik di Balik Longsornya Pura Prajapati di Desa Pakraman Badung

GIANYAR, NusaBali
Inilah cerita mistis di balik musibah longsornya Pura Prajapati dan Pura Ulun Pangkung di Desa Pakraman Badung, Desa Melinggih Kaja, Kecamatan Payangan, Gianyar, Sabtu (12/1) siang. Terungkap, sebulan sebelum musibah, krama pangempon sempat gotong royong memangkas pohon Bunut keramat yang berada tepat di sisi utara tembok penyengker Pura Prajapati. Muncul kemudian dugaan bahwa pemangkasan pohon keramat inilah jadi faktor niskala di balik longsornya Pura Prajapati dan Pura Ulun Pangkung, yang diempon 415 kepala keluarga (KK) tersebut.

Cerita berbau mistik ini diungkapkan Bendesa Pakraman Badung, I Wayan Darmika, kepada NusaBali di lokasi musibah, Minggu (13/1). Wayan Darmika mengisahkan, pohon Bunut tua setinggi 20 meter dengan diameter sekitar 1 meter di sisi utara tembok penyengker Pura Prajapati ini tumbuh bersamaan dengan dua pohon besar lainnya di lokasi, yakni pohon Kroya dan pohon Kresek. Bahkan, batang ketiga pohon tua ini terlilit menjadi satu kesatuan. Demikian pula ranting dan daunnya, tumbuh bersamaan.

Karena terlalu rimbun hingga menyentuh palinggih Pura Prajapati, krama pangempon pun sepakat untuk melakukan pemangkasan pohon Bunut ini, melalui gotong royong sebulan yang lalu. “Pemangakasan pohon Bunut kala itu dilakukan krama pangempon secara gotong royong selama tiga hari, 20-22 Desember 2018 lalu,” ungkap Darmika yang kemarin didampingi Kelian Dinas Banjar Badung, Desa Melinggih Kaja, I Made Suyantara.

Menurut Darmika, pohon Bunut besar dipangkas hingga tinggal tersisa bagian batang. Setelah pohon keramat dipangkas, terlihat pondasi Pura Prajapati dan Pura Ulun Pangkung sudah retak-retak. “Retaknya pondasi ini mulai terlihat sekitar dua minggu lalu,” jelas Darmada, yang kemarin berada di lokasi saat upacara pengabenan salah satu krama yang meninggal di Setra Desa Pakraman Badung.

Melalui paruman (rapat adat), akhirnya diputuskan untuk dilakukan perbaikan pondasi pura yang retak ini. Sesuai paruman, perbaikan dijadwalkan akan dilakukan Februari 2019 mendatang. Pasalnya, krama pangempon saat ini masih fokus melakukan perbaikan Pura Catur Bhuana, Desa Pakraman Badung. “Maunya biar selesai dulu renovasi Pura Catur Bhuana, barulah konsentrasi memperbaiki keretakan pondasi Pura Prajapati ini. Namun, pura ini telanjur tergerus tanpa sisa,” keluh Darmika.

Meski sempat menduga ada keterkaitan antara penebangan pohon keramat dengan musibah ambruknya Puyra Prajapati dan Pura Ulun Pangkung, namun Darmika tidak sepenuhnya mempercayai faktor mistis tersebut. Sebab faktanya, sekitar 30 menit sebelum pura ambruk, Sabtu siang pukul 14.00 Wita, turun hujan lebat yang menyebabkan volume air sungai di bawah pura membesar dan mengalir cukup deras.

“Kami tidak ingin mengaitkan musibah ini dengan pemangkasan pohon. Yang jelas, saat kejadian memang hujan turun sangat lebat,” ujar Darmika. “Beruntung, ketika musibah terjadi, tidak ada aktivitas di areal pura, sehingga tak sampai menimbulkan korban jiwa. Bayangkan saja kalau musibah terjadi hari ini (kemarin) pas ada prosesi ngaben, bisa jadi jatuh banyak korban. Artinya, kami percaya masih diberikan perlindungan-Nya.”

Darmika menjelaskan, posisi Pura Prajapati memang berada di pinggir tebing sungai. Kemudian, sekitar 9 tahun lalu dilakukan renovasi dan penambahan lantai dasar dekat dengan sungai. Lantai dasar itu rencananya digunakan sebagai gudang. Di sana sudah ada toilet umum dan tempat menaruh barang-barang. “Sedangkan Pura Prajapati dan Pura Ulun Pangkung berada di lantai dua. Demikian pula bangunan perantenan (dapur),” papar Darmika.

Menurut Darmika, pihaknya sudah meminta petunjuk Ida Anak Lingsir (sulinggih) terkait musibah ambruknya Pura Porajapati dan Pura Ulun Pangkung ini. Berdasarkan petunjuk sulinggih, krama pangempon dianjurkan untuk menggelar upacara guru piduka di lokasi pada Soma Wage Medangsia, Senin (14/1) ini. “Besok rencananya kami menggelar upacara guru piduka, sebagai simbolik permohonan maaf kami, jika ada pikiran, perkataan, dan perbuatan kami yang keliru,” katanya.

Pada hari yang sama, kata Darmika, pihaknya juga berencana menghadap Bupati Gianyar I Made Agus Mahaystra, Senin ini. Darmika berharap musibah ini dapat perhatian dari pemerintah, mengingat kerugian material ditaksir mencapai Rp 3,5 miliar, belum termasuk biaya upacara setelah pembangunan kembali.

Buat sementara, krama pangempon juga diwajibkan naur (membayar) peturunan atai iuran Rp 25.000 per bulan per KK. “Iuran itu wajib tiap bulan, meski sebelum musibah ini memang ada peturunan khusus untuk pembangunan pura,” tandas Darmika.

Pura Prajapati dan Pura Ulun Pangkung, kata Darmika, longsor sepanjang 20 meter dan lebar---, dengan kedalaman 15 meter. Karena diterjang longsor tanpa sisa, buat sementara fungsi Pura Prajapati yang erat kaitannya dengan prosesi upacara pengabenan dipindahkan ke jaba tengah Pura Dalem Desa Pakraman Badung, yang berlokasi beberapa meter di sebelah timur TKP musibah.

“Untuk sementara kita buatkan turus lumbung dulu di jaba tengah Pura Dalem. Ke depan, karena tanah sudah longsor semua, lokasi pembangunan Pura Prajapati akan digeser agak ke timur. Tentu kami perlu minta petunjuk dan disukat Ida Anak Lingsir,” ujar Darmika. *nvi

Komentar