nusabali

Larangan Ngaben Jelang Panca Wali Krama

  • www.nusabali.com-larangan-ngaben-jelang-panca-wali-krama

Sosialisasi keputusan pasamuhan madya Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali tentang Panca Wali Krama di Pura Agung Besakih di Kabupaten Bangli belum maksimal.

BANGLI, NusaBali
Poin ketiga menegaskan tidak diperkenankan melakukan atiwa-tiwa atau ngaben dari tanggal 20 Januari sampai 4 April 2019. Sedangkan sejumlah desa pakraman di Bangli sudah merencanakan menggelar ngaben yang waktunya masuk rentang keputusan pasamuhan PHDI.

Terkait hasil pasamuhan madya, Bendesa Pakraman Jelekungkang, I Wayan Wirya, mendatangi sekretariat PHDI Bangli untuk koordinasi ngaben, Rabu (9/1). “Warga kami akan melaksanakan upacara ngurug, apakah itu bisa dilakukan. Sementara keputusan pasamuhan tidak diperkenankan melakukan upacara atiwa-tiwa,” ungkapnya. Ia juga mempertanyakan jika upacara dilaksanakan lebih awal apakah bisa dilakukan sebelum pegat uakan. Ketua PHDI Bangli, I Nyoman Sukra, mengakui sejumlah banjar sudah mempersiapkan upacara ngaben seperti di Banjar Sidembunut Keluruhan Cempaga dan Banjar Guliang Kawan Desa Bunutin Bangli. “Prajuru sudah sempat kami ajak berkoordinasi. Mereka sudah merencanakan upacara dari jauh-jauh hari,” ungkapnya.

Nyoman Sukra tidak membantah ada keterlambatan informasi terkait keputusan pasamuhan PHDI. “Kami sudah sempat koodirnasikan hal ini dengan Bagian Kesra Setda Bangli agar bisa melaksanakan pertemuan dengan para sulinggih, pamangku, dan para prajuru seluruh Bangli,” sebutnya. PHDI Bangli sudah menyebar salinan putusan melalui pengurus PDHI di kecamatan agar bisa disebar kembali ke masing-masing banjar. Nyoman Sukra tidak memungkiri keputusan ini belum maksimal tersosialisasikan.

Mengenai solusi jika krama melaksanakan ngaben pada rentang waktu yang diputuskan dalam pasamuhan, Nengah Sukra mengembalikan kepada krama bersangkutan. “Jika sulinggih siap muput dipersilakan. Kami tidak bisa memaksakan. Tidak ada sanksi jika ketuputasan tidak dilaksanakan, ini kaitannya ke niskala,” jelasnya. Nyoman Sukra menambahkan, dalam keputusan pasamuhan, jika ada yang meninggal setelah tanggal 20 Januari boleh makinsan di pertiwi, dilakukan sore hari tanpa tirta pengentas.

Jika yang meninggal adalah sulinggih (dwijati), pamangku atau mereka yang menurut dresta tidak boleh dipendem, secepatnya dikremasi dan juga diperkenankan ngelelet sawa. Bagi yang masih berstatus walaka tidak sampai munggah tumpang salu. Sedangkan bagi sulinggih (dwijati) dapat dilanjutkan sampai munggah tumpang salu. Jika memiliki jenazah belum diaben agar nunas Tirtha Pemarisudha dari Pura Dalem Puri Besakih yang sebelumnya sudah dibagikan kepada seluruh umat Hindu di Bali kemudian dipercikkan ke jenazah dengan terlebih dahulu menghaturkan upacara. Bagi umat Hindu di luar Bali agar melaksanakan Yasa Kerti disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.

Sementara versi Bendesa Pakraman Besakih, Jro Mangku Widiartha, mengatakan larangan ngaben berlaku dari tanggal 20 Januari hingga 16 April 2019. Alasannya, pada Anggara Umanis Wayang, 16 April 2019, Karya Agung Panca Balikrama di Pura Besakih telah tuntas. Jro Mangku Widiartha menegaskan, larangan ngaben diberlakukan setiap berlangsungnya Karya Agung Panca Balikrama bertujuan agar umat Hindu suntuk ngastiti bhakti sehingga jalannya upacara labda karya. *es, k16

Komentar