nusabali

Makna Ritus Ngelawang Makin Hilang

  • www.nusabali.com-makna-ritus-ngelawang-makin-hilang

Fenomena ngelawang kini banyak dilakukan oleh anak-anak dengan tujuan utama ingin mendapatkan upah menari. Sekaa Ngalawang dari kalangan dewasa pun makin menghilang.

DENPASAR, NusaBali

Ngelawang (pentas dari satu tempat ke tempat lain,Red) Barong menjadi tradisi seni masyarakat Bali secara turun temurun. Tradisi Ngelawangang ini biasanya berlangsung antara  Hari Raya Galungan menuju Kuningan, setiap 2010 hari.

Tujuannya tiada lain untuk menetralisir aura negatif atau pangeruwat jagat (membersihkan wilayah secara niskala). Ngelawang dilaksanakan dengan sakral sebagai suatu proses ritual secara Hindu. Namun kini, pertunjukkan sakral itu seolah bergeser karena fenomena ngelawang kini banyak dilakukan oleh anak-anak dengan tujuan utama ingin mendapatkan upah menari. Sekaa Ngalawang dari kalangan dewasa pun makin menghilang.

Ketua Listibya (Majelis Pertimbangan Kebudayaan) Provinsi Bali, Dr I Nyoman Astita menilai, ngelawang yang sakral masih bertahan terutama di desa-desa. Itupun tidak saat setelah Galungan, melainkan hari-hari tertentu. Dalam ngelawang sakral juga disertakan sungsungan atau sesuhunan (pratima) Ida Bhatara. “Kalau ngelawang yang ada di desa-desa pakraman, itu memang dipersiapkan oleh desa adat dengan sedemikian rupa. Sehingga memang sangat sakral,” ungkapnya.

Lalu bagaimanakah dengan ngelawang yang dilakukan anak-anak? Menurut Dr Astita, memang terjadi perbedaan. Jika secara filosofi dan makna sesungguhnya, ngelawang dilakukan secara sakral dengan tujuan menetralisir aura negatif, namun kini ngelawang yang dilakukan oleh anak-anak lebih menonjolkan sisi pertunjukkan. “Mungkin saja sebelum ngelawang dihaturkan upacara kecil sebelum berangkat. Namun yang dominan kita lihat mereka menonjolkan sisi pertunjukkan. Tak jarang diupah juga,” katanya.

Menurut Dr Astita, anak-anak perlu diberikan pemahaman mengenai makna ngelawang oleh bendesa atau tokoh adat di banjarnya sehingga antara pertunjukkan dengan makna serta tujuannya juga bisa dilaksanakan. Karena jika ngelawang dengan mendapat upah, sudah jauh dari filosofi ngelawang itu sendiri.

“Semestinya ada peran pembinaan juga dari bendesa dan kelian adat untuk seniman agar ngelawang anak-anak selaras dengan tujuannya. Selain itu, agar juga seninya metaksu dan skillnya tampil menjadi lebih baik. Kesenian jalanan kalau ditata, akan menjadi pertunjukkan yang baik,” imbuhnya.

Meski demikian, Dr Astita melihat sisi baik anak-anak mau berkreativitas dengan turun di jalan. Dari sana muncul kreativitas dan solidaritas. Kekompakan ini dinilai penting untuk membangun hubungan persaudaraan sejak dini melalui kegiatan-kegiatan positif. Diharapkan dengan kegiatan positif semacam ini dapat menghindarkan anak-anak dari perilaku buruk seperti bertengkar, minum-minum, dan berjudi.

“Daripada minum-minum dan melakukan hal-hal negatif, syukur anak-anak masih mau ngelawang. Namun memang harus diberengi dengan pemahaman yang tepat tetang ngelawnag itu sendiri,” tandasnya. *ind

Komentar