nusabali

Kembali Dilaksanakan Setelah 675 Tahun, Dipuput 40 Sulinggih

  • www.nusabali.com-kembali-dilaksanakan-setelah-675-tahun-dipuput-40-sulinggih

Upacara Pamarisudha Jagat Kali Sanghara terakhir kali digelar di Pura Besakih pada tahun 1343 Masehi, saat masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong

Upacara Pamarisudha Jagat Kali Sanghara Akan Digeler Yayasan Taman Prakerti Bhuana Beng, Gianyar

GIANYAR, NusaBali
Prosesi langka upacara Pamarisudha Jagat Kali Sanghara (Homa Yadnya) akan digelar di Yayasan Taman Prakerti Bhuana, Kelurahan Beng, Kecamatan Gianyar pada Saniscara Umanis Sungsang, Sabtu (22/12) nanti. Inilah untuk kali pertama karya agung Homa Yadnya digelar lagi setelah 675 tahun. Tujuan digelarnya upacara besar ini adalah untuk mendoakan alam semesta beserta segala isinya agar kembali pada posisinya dan harmonis.

Upacara Pamarisudha Jagat Kali Sanghara di Yayasan Taman Prakerti Bhuana, Sabtu lusa, dilaksanakan oleh Dharma Ghosana Pusat. Prosesi Karya Homa Yadnya ini bakal dipuput sekaligus oleh 40 sulinggih (pedanda). Rencananya, upacara besr ini akan dihadiri ratusan pedanda se-Nusantara dan ribuan umat. Gubernur Bali Dr Ir Wayan Koster MM juga direncanakan hadir.

Menurut Yajamana Karya Homa Yadnya, Ida Peranda Gede Rai Gunung Ketewel (sulinggih dari Griya Bakbakan), upacara Pamarisudha Jagat Kali Sanghara atau Homa Yadnya berbeda dengan prosesi Agni Hotra yang selama ini dikenal oleh masyarakat. Disebutkan, Homa Yadnya ini sama dengan Agni Surya Kanta, Agni Homa, Homa Tirta, dan Agni Sala.

“Upacara Homa Yadnya ini digelar setiap kali ada kondisi dunia mulai ditimpa bencana, semisal gempa dan gunung meletus,” jelas Ida Peranda Gede Rai Gunung Ketewel didampingi Pengelola Yayasan Taman Prakerti Bhuana, Ida Bagus Putu Adi Supartha, dalam keterangan persnya di Gianyar, Rabu (19/12).

Berdasarkan Lontar Catur Yuga, Pustaka Niti Sastra, Pustaka Roga Sanghara Bumi, dan Lontar Homa Traya Wisesa, prosesi Homa Yadnya terakhir kali digelar di Pura Besakih, Desa Pakraman Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem pada 1343 atau 675 tahun silam, saat masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong. Sejak itu, tak pernah lagi dilaksanakan Homa Yadnya, sampai akhirnya diputuskan digelar kembali di Yayasan Taman Prakerti Bhuana, Sabtu nanti.

Ida Pedanda Rai Gunung mengatakan, digelarnya kembali uacara besar Homa Yadnya ini dilatarbelakangi terjadinya serentetan bencana di zaman Kali Sanghara ini, seperti tanah longsor, banjir bandang, gunung meletus, gempa bumi disertai tsunami, kekeringan berkepanjangan, merebaknya penyakit menular yang membahayakan, dan karakter masyarakat yang berubah menjadi durhaka terhadap catur guru---guru rupaka (orangtua), guru pengajian (guru di sekolah), guru wisesa (pemerintah), dan guru swadhyaya (Ida Sang Hyang Widhi). Tahapan upacara besar ini pun sudah melalui beberapa kali paruman agung yang melibatkan para sulinggih se-Nusantara.

Mengenai alasan kenapa upacara Homa Yadnya pilih dilaksanakan di Yayasan Taman Prakerti Bhuana Beng, menurut Ida Pedanda Rai Gunung, untuk menghindari pelaksanaan upacara di tempat umum. Lagipula, wangsit (petunjuk niskala) pelaksanaan upacara ini diterima langsung oleh pengelola Yayasan Prakertua Bhuana Beng, Ida Bagus Putu Adhi Suparta, melalui meditasinya.

Meski demikian, pelaksanaan upacara Homa Yadnya ini tetap berpedoman pada sastra tertulis. “Di Bali pernah dilaksanakan upacara ini pada abad ke-14, sekitar tahun 1343. Upacara besar kala itu dilaksanakan di Pura Besakih semasa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong,” jelas Ida Pedanda Rai Gunung.

Dalam prosesinya, kata Ida Pedanda Rai Gunung, upacara Homa Yadnya dibagi menjadi 3 tahapan, yakni festival, seremonial, dan spiritual. Akan ada tari-tarian  seperti Tari Rejang, Tari Baris Gede, serta Topeng. Ini dilanjutkan dengan dharma wacana dan sambutan. Kemudian, sore hari mulai pukul 16.00 Wita digelar upacara spiritual.

Menurut Ida Pedanda Rai Gunung, prosesi spiritual ini adalah menghidupkan api rahasia di dalam jambangan tembaga berdiameter 99,99 cm, yang disebut Kunda Agni. Setelah api menyala, dilanjutkan dengan menaburkan biji-bijian. “Persis seperti dalam kitab Ramayana. Ada taburan Wreksa (kayu bakar) 11 macam, minyak kelapa 9 macam, madu parka (susu lembu), dan krensa tile (merica hitam) seberat 9 kg,” ujarnya.

Nyala api dalam Kunda Agni ini akan hidup selama 3 hari berturut-turut. Selama pelaksnaan upacara, umat seluruh Bali diberikan kesempatan untuk menghaturkan bhakti sesuai keyakinan. "Kami tidak ada paksaan, tapi mengimbau umat agar ikut serta mendoakan alam semesta ini. Sementara di merajan masing-masing, kami imbau umat agar ngaturang pejati," jelas Ida Pedanda Rai Gunung.

Sementara itu, 40 Sulinggih yang akan muput Upacara Homa Yadnya nanti terdiri dari Pedanda Siwa, Pedanda Budha, Satria Putus (Bhagawan), Bujangga Aji, Pedanda Nabe, dan Pedanda Lingsir yang berusia lebih dari 100 tahun. "Juga akan ada 7 Pedanda Meyoga," katanya.

Untuk persiapan upakara dan piranti lainnya, diakui sudah mencapai 95 persen. "Besok (hari ini) akan dilakukan ritual Mendak Ida Batara Dang Hyang Dwijendra di Pura Taman Pule Mas Ubud dan Ida Batara Dang Hyang Astapaka di Pura Taman Sari Budhakeling Siwa Budha Karangasem," tandas Ida Pedanda Rai Gunung sembari menyebut upacara langka ini menghabiskan biaya Rp 1,5 miliar. *nvi

Komentar