nusabali

Terdakwa Mengaku Dikriminalisasi

  • www.nusabali.com-terdakwa-mengaku-dikriminalisasi

Kasus pungutan liar (pungli) terkait kompensasi Jalan Mina Utama, Suwung Batan Kendal, Sesetan, Denpasar Selatan dengan dua terdakwa yaitu I Gusti Arya Dirawan, 67 dan Hartono, 44 digelar di PN Denpasar, Kamis (6/12).

DENPASAR, NusaBali
Kasus ini sempat menjadi perhatian publik karena banyaknya kejanggalan dari proses penangkapan hingga penetapan tersangka. Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Nyoman Bela Putra Atmaja membacakan dakwaan untuk kedua terdakwa yang disidang bersamaan. Dalam dakwaan, kedua terdakwa dijerat pemerasan Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Atas dakwaan tersebut kedua terdakwa yang didampingi kuasa hukumnya Carlie Usfunan dkk menyatakan tidak melakukan eksepsi. Majelis hakim pimpinan Bambang Ekaputra ini lalu mengangendakan pemeriksaan saksi. ”Sidang dilanjutkan Selasa (11/12) dengan agenda pemeriksaan saksi,” tegas hakim.

Seperti diketahui, kasus ini sempat menjadi perhatian karena banyaknya kejanggalan dalam proses penangkapan, penetapan tersangka hingga masuk proses sidang. Terdakwa Hartono menjelaskan kasus ini berawal saat seorang pengusaha property bernama I Gusti Made Suryawan membeli satu unit rumah di Perum Sambada yang berada di Jalan By Pass Ngurah Rai Gang Mina Utama, Suwung, Denpasar. Namun bukannya ditempati, rumah ini malah dibongkar untuk dijadikan akses jalan menuju lahan seluas 1 hektar yang berada di belakang Perum Sambada ini.

Tidak beberapa lama, Suryawan mulai melakukan aktivitas pembangunan perumahan dengan menggunakan akses jalan yang dulunya merupakan salah satu rumah di Perum Sambada. Tidak tanggung-tanggung, rencananya sekitar 86 rumah kavling akan dibangun di lahan ini. Tidak hanya itu, akses jalan untuk perumahan ini dan truk muatan material menggunakan Jalan Mina Utama yang sampai saat ini statusnya merupakan jalan milik warga dan belum diserahkan ke pemerintah. “Status jalan Mina Utama ini masih hak milik warga. Jalan ini bukan jalan umum tetapi jalan khusus wargaperumahan,” jelas Hartono yang mengaku Jalan Mina Utama selama ini dijadikan jalan khusus untuk 33 KK saja.

Sebagai bentuk protes, warga membuat portal agar truk material tidak bisa melintas. Lalu dilakukan rapat warga pada 28 Desember 2017 dan membentuk Kelompok Warga Mina Utama dengan tersangka I Gusti Arya Dirawan sebagai Ketua dan Hartono sebagai Humas. Karena adanya protes warga, pemilik proyekperumahan mulai melakukan pendekatan melalui pengacaranya,  Made Dwi Yoga Satria.

Pemilik proyek lalu menawarkan uang Rp 5 miliar untuk kompensasi jalan ke warga. Tawaran itupun disetujui melalui kesepakatan Kelompok Warga Mina Utama. “Rencana awal uang tersebut akan digunakan perbaikan jalan Mina Utama, pengadaan lampu penerang jalan dan pembuatan gapura,” lanjut Hartono.

Pada 5 Agustus dilakukan pertemuan di Warung Mina, Renon untuk membayar kompensasi tersebut. Saat itu pemilik proyek Suryawan datang bersama pengacaranya. Sementara Kelompok Warga Minta Utama diwakili tersangka Hartono dan Dirawan. Saat itu diserahkan uang tunai Rp 100 juta dan dua buah cek Rp 2,4 miliar dan 2,5 miliar sebagai pembayaran kompensasi. Usai menerima kompensasi tersebut, keduanya ditangkap dan ditetapkan tersangka oleh petugas Polresta Denpasar.  

Disebutkan Hartono, selama menjalani penyidikan pihaknya sudah menyerahkan seluruh bukti rapat warga, status jalan hingga bukti lainnya yang menguatkan jika tidak ada proses pungli atau pemerasan dalam kejadian tersebut. Namun bukti-bukti tersebut diabaikan penyidik. “Dalam bukti kuitansi juga jelas ditulis kompnesasi yang merupakan istilah yang menggambarkan ganti rugi. Maka sudah jelas kalau kompensasi tersebut karena adanya ganti rugi dan ada pihak yang dirugikan. Pemberian kompensasi juga sudah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Makanya kami merasa ada yang janggal dan merasa dikriminalisasi,” tegas Hartono. *rez

Komentar