nusabali

Koster Siapkan Perda Perlindungan Budaya

  • www.nusabali.com-koster-siapkan-perda-perlindungan-budaya

Gubernur Wayan Koster berencan bikin Peraturan Daerah (Perda) tentang Budaya Bali.

Sensus Kebudayaan Dimulai 2019

DENPASAR, NusaBali
Dengan adanya payung hukum Perda, nantinya dapat semakin melindungi kebudayaan Bali dan menjadikan kebudayaan sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian masyarakat.

Hal ini disampaikan Gubernur Koster dalam Kongres Kebudayaan Bali III di Ge-dung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernuran, Niti Mandala Denpasar, Selasa (4/12). "Bali tidak seperti wilayah lain yang mempunyai kekayaan alam yang akan habis jika digali terus. Tapi, Bali punya kebudayaan yang semakin digali akan terus berkembang. Jadi, saya ingin melindunginya dengan membuat payung hukum (Perda)," tegas Koster.

Menurut Koster, memajukan kebudayaan Bali adalah bagian dimensi pertama visi misi pembangunan Bali 2018-2023, yang mengutamakan kebudayaan Bali sebagai hulu yang menjiwai segala aspek pembangunan. "Kekayaan utama Bali adalah kebudayaan yang tidak ada habisnya. Jadi, itu harus terus digali dan dilestarikan," katanya.

Koster, sebagaimana dilansir Antara, juga memaparkan berbagai program kerja yang terkandung dalam visi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, terutama di bidang kebudayaan. "Salah satu yang saya lakukan belakangan ini adalah penggunaan bahasa Bali dan busana adat Bali setiap hari Kamis bagi semua instansi maupun perusahaan di Bali," tandas politisi asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.

Ke depannya, Koster berharap arah pembangunan Bali bisa berlandaskan kebu-dayaan dan kearifan lokal. “Saya ingin kebudayaan menjadi komoditi utama perekonomian Bali, sehingga ke depan kita tidak akan bergantung sepenuhnya dengan sektor pariwisata. Sebab, kita bisa mengandalkan sektor budaya lainnya, seperti pertanian," beber Koster.

Pada bagian lain, Koster mengusulkan pelaksanaan sensus kebudayaan dapat di-laksanakan mulai tahun 2019. Sensus kebudayaan ini untuk mendata seluruh aspek yang berkaitan dengan unsur-unsur budaya daerah. "Kebudayaan kita itu kaya sekali, ada tarian, gamelan, patung, arsitektur, tenun, seni rupa, dan sebagainya," kata Koster.

Dengan adanya data-data kebudayaan secara komprehensif, maka kemudian dapat dilakukan pemetaan, yang pada akhirnya bisa membawa kesejahteraan bagi masyarakat Bali. Menurut Koster, sensus kebudayaan tersebut nantinya dapat melibatkan kalangan perguruan tinggi, khususnya mahasiswa yang sedang menempuh masa kuliah kerja nyata (KKN). Dengan begitu, kegiatan yang dilakukan mahasiswa juga dapat berkontribusi secara lebih luas.

"Harapan saya, jangan budaya hanya untuk budaya saja, tapi budaya juga harus dapat membangun perekonomian masyarakat. Contoh, dengan adanya Pergub Penggunaan Busana Adat Bali setiap Kamis, itu juga dapat membangkitkan perekonomian masyarakat Bali," jelas Gubernur yang mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali tiga periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini.

Koster bahkan menginginkan agar setiap pertemuan nasional yang diselenggarakan di Bali, panitianya harus menggunakan busana adat Bali, sehingga pedagang pakaian adat jadi lebih bergairah. "Apalagi, yang membelinya para pejabat, maka pedagang seharusnya dapat lebih menaikkan harganya," seloroh Koster.

Selain itu, Koster juga ingin agar tidak hanya papan nama kantor yang berisikan aksara Bali, tapi juga baliho-baliho. Dengan demikian, akan membuka kesempatan kerja juga bagi putra-putri Bali yang menguasai aksara Bali. "Gebrakan-gebrakan besar di bidang kebudayaan akan saya lakukan pada 2019. Sejumlah OPD harus bisa mengakomodir hal-hal besar untuk Bali tersebut."

Terkait dengan kebudayaan, kata Koster, yang sangat penting untuk dijaga kuat-kuat adalah desa pakraman. Pasalnya, adat dan budaya Bali sangat melekat dengan kehidupan masyarakat di desa pakraman.

Sementara itu, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, mengatakan untuk memperkuat kebudayaan daerah, yang terpenting dan harus diperhatikan adalah memperkuat SDM di bidang kebudayaan. "Kebudayaan tidak bisa dicangkok dari atas. Pemerintah hanya bisa memfasilitasi dan memperkuat kebudayaan supaya maju, tapi peran aktif tetap dari masyarakat," tandas Hilmar yang hadir dalam Kongres Kebudayan Bali III, Selasa kemarin.

Hilmar mencontohkan, yang perlu disiapkan diantaranya tenaga terampil untuk mengoperasikan lampu atau pencahayaan hingga ‘sound system’ saat pementasan atraksi budaya. "Kita belum punya sekolah untuk itu. Maka, jangan salahkan ketika grup kesenian asing pentas di sini, mereka akan menggunakan tenaga-tenaga mereka sendiri. Yang jelas, suasana batin dalam Kongres Kebudayaan kali ini sudah ketemu dan tinggal menyambungkan. Kami pun siap mendukung agenda pemajuan kebudayaan di Bali," ujar Hilmar. *

Komentar